Di dalam kelas selagi guru belum datang untuk mengajar, Skaya menghitung uang pemberian Sagara tadi dibalik buku. Matanya jatuh pada lembaran uang berwarna merah itu tak percaya dan mulai menghitung ulang. Namun berapa kalipun dia menghitungnya, jumlahnya tetap sama. Dua juta rupiah.
Perasaan Skaya rumit. Tidak mengerti pola pikir Sagara yang dengan mudah mengeluarkan uang sebanyak ini untuk membeli sarapan.
Mata gadis itu menoleh ke deret sebelah, namun dirinya malah tertangkap mata Sagara yang ternyata juga menatapnya.
Memikirkan betapa borosnya Sagara, dia memelototinya sebelum membuang muka. Sagara yang tidak tahu apa-apa mengernyit bingung.
Skaya menghela napas pelan begitu guru datang. Dia mengeluarkan buku yang bersangkutan dan mengikuti pelajaran dengan serius.
Akhirnya ketika bel istirahat berbunyi, tiba-tiba segerombolan siswi mengepung tempat duduk Skaya dengan mata berbinar.
“Skara, lo pindahan dari mana?”
“Skar, punya pacar nggak?”
“Skara, tukeran nomor WA yuk?”
Sementara Skaya kaget karena antusiasme teman sekelasnya lalu menatap mereka takjub. Dengan senyuman sopan dia menjawab, “Gue sebelumnya homeschooling.”
Gadis-gadis itu malah menutup mulut dan berteriak sambil menutup mata, greget. “AAAA! lembut banget!!!”
Salah satu gadis yang cepat pulih dari kesenangannya bertanya dengan hati-hati, “Kalo boleh tau kenapa lo homeschooling, Skar?”
Semua gadis yang mendengarnya dengan penuh perhatian menatap Skaya.
Skaya mengerjap pelan sembari menggaruk tengkuknya kikuk. “Ada beberapa masalah. Gak penting kok.”
“Tapi boleh kan kita tukeran nomor WA?” tanya gadis yang lain dengan mata berbinar.
“Boleh.” jawab Skaya cepat. “Simpan aja nomor gue, nanti chat aja biar gue save back. Nomor gue 08—”
“Skara, kantin. Sekarang.”
Suara berat itu tiba-tiba memotong ucapan Skaya. Semua orang langsung berbalik. Tatkala mendapati bahwa itu adalah Sagara, gadis-gadis itu menahan napas tanpa sadar dengan mata melebar terpesona.
“Skara.” Panggil Sagara lagi dengan penekanan membuat Skaya yang linglung langsung tersadar.
Dengan cepat dia berdiri dan menatap gadis-gadis itu penuh permintaan maaf. “Nanti gue kasih, oke?”
Sagara mendengkus dan berjalan pergi yang segera diikuti Skaya dengan panik. Sedangkan gadis-gadis itu mengangguk karena janji Skaya sambil menatap punggung dua orang tersebut lalu kembali heboh.
“KYAAAA! SAGARA AMA SKARA GANTENG BANGET DILIAT DALAM SATU FRAME!”
“Big Bos, jalan pelan-pelan!” pekik Skaya dengan napas terengah-engah mengejar Sagara yang melangkah dengan kaki panjangnya.
Sagara tidak berhenti namun mendengarkan kata-kata Skaya karena kini langkah yang dia ambil tidak begitu cepat dan lebar seperti sebelumnya.
Berhasil berjalan di sisi Sagara, Skaya baru sadar sesuatu. “Alwin dan Zahair di mana?”
“Gak tau.”
Skaya melirik wajah Sagara. Entah kenapa dia merasa suasana hati si Big Bos sedang tidak bagus. Untuk mencairkan suasana, dia berkata dengan ceria, “Ternyata cewek-cewek di kelas kita lucu juga.”
Sagara dalam sekejap menatapnya, membuat gadis itu membalas tatapannya dengan bingung. “Kenapa, Big Bos?”
Laki-laki itu membuang muka dan tidak membalas sehingga Skaya segera membenarkan dugaannya tadi. Sagara sedang bad mood. Jadi lebih baik diam dan tidak mengajaknya ngobrol.
Skaya terus membungkam hingga akhirnya saat di kantin, dia bertemu dengan Alwin dan Zahair yang segera duduk di depannya serta Sagara.
“Widih, babyface boy kita laku keras di kelas.” ujar Zahair sebagai salam pembuka begitu dia duduk.
Skaya menatapnya heran. “Siapa?”
“Ya elo lah. Emang di sekolah ini cowok siapa yang punya muka babyface?!” balas Zahair ngegas.
Gadis itu terkekeh.
Alwin yang makan merengut sedih. “Selama satu tahun lebih sekolah di sini, pantesan gak ada cewek yang deketin gue. Ternyata kalo gak kek Big Bos, tipe mereka lembut kek Skara.”
Zahair menghela napas. “Bro, jangan buat kita beradu nasib di sini.”
Seketika Skaya ngakak mendengarnya namun langsung tersedak dengan keras. Sagara refleks menyodorkan airnya sehingga gadis itu bisa minum untuk meredakan kesedakannya.
Melihat Skaya masih terbatuk-batuk dengan wajah merah padam, Sagara menepuk punggungnya dengan gestur kaku lalu melayangkan tatapan tajam ke dua laki-laki di hadapannya. “Jangan bacot waktu makan.”
Zahair dan Alwin seketika menciutkan kepala takut akan tatapan Sagara kemudian menunduk makan dengan tenang.
Merasa lebih baik, Skaya menggenggam lengan Sagara yang masih menepuk punggungnya untuk menghentikan. “U-udah, gue gak papa.”
Akhirnya Sagara menarik kembali tangannya namun tanpa sadar dia mengelus lengannya yang dipegang Skaya. Genggaman Skaya begitu lembut, memberinya ilusi bahwa tidak ada tulang pada tangan Skaya sehingga dia tidak memiliki kekuatan bahkan untuk menggengam sesuatu.
Setelah makan siang selesai, Alwin menarik Zahair. “Temenin gue ke toilet.”
Tatapan Skaya beralih padanya dengan tajam. “Hah? Cowok juga suka minta anter ke toilet?”
Alwin mengangguk. “Yoi, cowok juga manusia— eh,” dia menatap Skaya dengan pandangan aneh. “Kenapa lo nyebut cowok kayak lo bukan cowok?”
Karena pertanyaan Alwin, Zahair dan Sagara juga jadi menatap Skaya.
Gadis itu seketika terdiam. Beberapa detik kemudian dia panik. “Maksud gue ngapain lo sebagai cowok minta dianter. Kek cewek aja!”
Mendengarnya yang masuk akal, Zahair mengangguk-angguk sedangkan Sagara memalingkan wajah ke tempat lain.
Alwin menyengir. “Bodo amat. Kita juga manusia. Ayoklah, Zah!”
“Cih.” Decih Zahair namun tetap saja mengikuti Alwin yang pergi dengan tergesah-gesah.
Pada akhirnya Skaya harus berjalan kembali ke kelas dengan Sagara sendirian, lagi.
“Simpan nomor lo.” kata Sagara tiba-tiba sambil menyodorkan ponselnya.
Skaya menatap Sagara sejenak, berpikir bahwa ada manfaatnya menyimpan nomor Sagara sehingga jika terjadi apa-apa padanya, dia bisa memanggil laki-laki itu. Jadi dengan patuh Skaya mengangguk dan menambah nomornya pada kontak ponsel Sagara.
Sudut bibir Sagara sedikit tertarik melihatnya mengotak-atik ponselnya. Setelah dia kembali menerima benda pipih itu, Sagara memasukkan ponsel beserta kedua tangannya di kantong celana.
Teringat Skaya yang dikerumuni gadis-gadis di kelas, Sagara tidak bisa tidak mengingatkan, “Di umur sekarang, jangan terlalu berpikir buat pacaran dulu.”
Skaya langsung mengangguk menyetujui. “Bener. Jangan pacaran terlalu dini.”
“Bagus.”
Langkah Skaya terhenti. Dia menatap Sagara yang masih berjalan dengan kedua tangan di kantong celana. Entah kenapa dia merasa kata-kata Sagara tadi sangat mencurigakan.
Menggeleng pelan, Skaya segera berlari kecil menyesuaikan langkah dengan Sagara. Big Bos berkata, dia menuruti. Benar, harus seperti itu.
TBC
May 17, 2021.
KAMU SEDANG MEMBACA
Skaya & the Big Boss ✓
Teen Fiction[SUDAH TERBIT & Part Masih Lengkap] Karena suatu alasan, Skaya Agnibrata harus menyamar menjadi seorang laki-laki dan tinggal di asrama laki-laki sekolah. Penyamarannya menuntut Skaya mengubah kebiasaan dan perilakunya. Ada seorang siswa yang disega...