“Nomor yang anda tujui sedang ti—”
“Ck.” Sagara mematikan ponselnya sambil berdecak kesal. Sudah seharian ini dia mencoba menghubungi Skaya, namun hanya suara operator yang terdengar.
Dia menghempaskan diri ke kasur sambil menutup matanya menggunakan lengannya. Meski hari ini hari ulang tahunnya dan dirayakan oleh orang tuanya, Sagara merasa masih belum lengkap. Dia ingin mendengar suara Skaya hari ini.
Tok tok tok
“Sagara?” Suara Iris terdengar dibalik pintu.
“Masuk, Mi.”
Pintu terbuka. Melihat ruangan yang gelap itu, Iris menghela napas dan mencari saklar lampu dan menekannya sehingga ruang tersebut terang benderang. Melirik sang anak yang berbaring di atas kasur, dia menggeleng prihatin.
“Kenapa kamu? Ulang tahun kok malah lesu.” ujar wanita itu heran.
“Gak.”
“Terserah deh.” Iris mengedikkan pundak melihat anaknya tidak mau terbuka. “Tadi siang Mami ditelepon Skara.”
Mendengar namanya, Sagara langsung bangkit. Dia menatap Iris lekat. “Skara nelpon Mami? Kenapa dia gak nelpon aku?”
“Mana Mami tau?” Iris tersenyum geli. Dia jadi memiliki kesimpulan bahwa Sagara bad mood karena Skaya. “Dia cuma bilang ada barangnya yang tertinggal di rooftop. Penting. Maunya sekarang kamu ambilin, tapi karena kamu lagi males gini jadi mending besok aja.”
“Barang apa?” tanya Sagara cepat.
“Tas kecil warna putih di deket pintu. Katanya ketinggalan waktu itu pas sama kamu.” Ketika Sagara berdiri mengambil jaketnya, Iris segera menghentikan. “Mau ke mana?”
“Ambil barangnya Skara.”
“Besok bisa kan. Udah malem ini.”
Sagara menatap jam di pergelangan tangannya. “Baru jam 8.”
“Tapi Skay—ra masih di rumahnya.”
“Skay?” tanya Sagara ulang membuat Iris merutuki mulutnya yang tidak bisa dikendalikan.
“Lidah mami kepleset.” alibi Iris.
“Kayaknya Mami udah tau. Pantes gak ngejek aku homo lagi.” cibir Sagara sambil mengenakan jaketnya.
Mata Iris melebar. “Kamu juga tau? Sejak kapan?”
“Mami kepo.”
Melihat Sagara keluar dari kamar, Iris segera mengekori. Dia kembali bertanya dengan penasaran, “Kapan kamu tau? Gara, Mami peringati kamu ya jangan macem-macem sama dia di asrama.”
Sudut bibir Sagara terangkat sedikit. “Macem-macem gimana?”
Iris memukul pundak Sagara gemas. “Bodoh kok dipelihara. Ngomong-ngomong dia tau kamu sadar?”
“Gak.”
“Ck, kesian banget dia ketemu cowok licik kayak kamu.”
Sagara melirik Iris tanpa mengucapkan apa-apa. Lepas dari Maminya setelah mendengar berbagai wanti-wanti darinya, akhirnya Sagara keluar mengendarai motor dengan ngebut kembali ke sekolah.
Bibirnya merapat erat. Berpikir Skaya tidak ingin menghubungi, tanpa sadar dia melajukan motor CBR1000RR SP-nya di atas rata-rata, membelah jalanan ke arah sekolah yang sepi akan kendaraan.
Dia memarkirkan motor di basement, melepaskan helmnya dan menyugar rambutnya ke belakang. Menatap sekitarnya yang sepi dan tanpa kembali ke asrama, laki-laki itu langsung melangkah menuju rooftop.
Seperti sekolah kebanyakan, SMA Lesmana saat malam gedungnya akan terasa menyeramkan jika berjalan sendirian. Namun tidak takut bahkan jika berada di sini hingga dini hari.
Kakinya yang panjang dengan cepat membawanya ke rooftop. Sagara sendiri tidak mengerti dirinya. Saat mendengar nama Skaya, dia akan bertindak tanpa disadari. Padahal seperti kata Maminya, bisa saja dia mengambil benda tersebut besok.
Memegang knop pintu besi yang dingin, perlahan Sagara mendorongnya, menghasilkan suara derik yang lambat.
Sedetik kemudian...
BAM!
“Aduh!” Sebuah ringisan langsung terdengar setelah suara ledakan kecil itu terdengar. “Yah meledak... eh, Big Bos?”
Sagara bergeming di ambang pintu, lurus menatap sosok yang berdiri di antara balon warna-warni dengan sebuah balon pecah di tangannya.
Sama seperti Sagara, Skaya juga membatu melihat kehadiran laki-laki itu di pintu. Yakin bahwa itu bukan halusinasinya, mata gadis itu melebar dan buru-buru membuang balon di tangannya. “Kenapa Big Bos di sini?! Belum waktunya tau!”
Mata Sagara melirik sekitarnya yang terang dihiasi balon dan pernak pernik lainnya. Di belakang Skaya terdapat meja yang berisi kue ulang tahun serta lilin-lilin yang menyala.
Melangkah maju dengan perasaan campur, dia mendekati Skaya yang mengkaku di tempat. “Lo seharian gak bisa dihubungi karena persiapin ini buat gue?”
“Jawab dulu kenapa lo di sini?” tanya Skaya malu. Persiapannya belum matang saat ini.
Tatapan Sagara tertuju pada wajah gadis itu yang memerah, membuatnya merasa lucu. “Mami nyuruh gue ambilin barang lo di sini. Ternyata bukan barang, tapi orangnya.” gumamnya di kalimat akhir.
“Astaga Mami!” seru Skaya pelan sembari menghidupkan ponselnya. Melihat ada pesan dari Iris, dia meringis kemudian.
“Jadi lo—”
“Stop di sana, jangan maju!” Skaya mengangkat tangannya untuk menghentikan Sagara. Karena sudah ketahuan, dia hanya bisa melepaskan idenya untuk kembali mendekor tempat ini dan berbalik menyalakan lilin di kue kemudian membawanya mendekati Sagara. “Sebenernya belum selesai sih persiapannya, tapi karena Big Bos udah di sini, yok tiup lilinnya.”
Sagara menahan senyuman terbit di bibirnya melihat Skaya menahan malu. Dia maju beberapa langkah dan menunduk untuk meniup.
“Jangan lupa sebelum tiup minta harapan du—” ucapan Skaya terhenti tatkala Sagara dengan cepat meniup semua lilin hingga padam. “Udahlah.” gumamnya kesal sembari berbalik menyimpan kembali kuenya.
“Kapan lo kembali ke sini? Pagi atau siang? Kenapa gak kasih tau gue?” tanya Sagara bertubi-tubi.
Skaya semakin cemberut merasakan bahwa kejutannya gagal total. Buktinya Sagara tidak mempertanyakan perihal hal ini. “Big Bos kepo!”
Menjilat bibirnya, Skaya tak sungkan untuk memotong kue tersebut dan memakannya, mengabaikan Sagara yang terus menatapnya dengan dalam. Skaya mengulurkan sendok yang berisi kue ke Sagara tanpa ragu. “Mau?”
Tentu saja Sagara mengangguk. Dia maju dan memakannya dengan senyuman yang tak bisa lagi dia tahan. Saat tangannya hendak memeluk Skaya, gadis itu segera meringsut menjauh.
“Ekhm.” Skaya terbatuk kering. Dia menyimpan piring kue di atas meja dan berbaling menatap Sagara dengan wajah sedikit memerah. “Big Bos, ada yang mau gue kasih tau sama lo.”
“Hm?”
“Itu...” Skaya mengusap tengkuknya gugup. “Tapi janji apapun yang gue bilang, lo gak boleh marah.”
Dengan mantap Sagara mengangguk. “Oke.”
Skaya kembali terbatuk untuk membersihkan tenggorokannya agar suaranya tidak bergetar. Mengembuskan napas sedikit, dengan berani dia membalas tatapan Sagara tepat di manik matanya.
“Sejujurnya... gue bukan cowok, tapi cewek.”
TBC
June 21, 2021.
KAMU SEDANG MEMBACA
Skaya & the Big Boss ✓
Teen Fiction[SUDAH TERBIT & Part Masih Lengkap] Karena suatu alasan, Skaya Agnibrata harus menyamar menjadi seorang laki-laki dan tinggal di asrama laki-laki sekolah. Penyamarannya menuntut Skaya mengubah kebiasaan dan perilakunya. Ada seorang siswa yang disega...