23

240K 40.8K 8.3K
                                    

Iris mengetuk pintu kamar Sagara dengan satu tangan memegang sebuah nampan. Setelah makan malam, Sagara pergi ke kamarnya untuk mandi dan belum keluar hingga sekarang. Jadi dia datang ke kamar sang anak untuk mengantarkan segelas susu hangat dan meminta Sagara agar tinggal semalam di rumah.

“Gara, Mami masuk ya?” Tanpa menunggu persetujuan Sagara, Iris membuka pintu yang tidak terkunci dan masuk.

Pandangan wanita itu beredar di sekitar ruangan. Mendapati sosok anaknya berada di balkon, dia meletakkan nampan di nakas dan mendekatinya. “Sagara?”

Sagara tahu Iris ada di sini, namun dia tidak ingin menanggapi. Matanya tertuju pada hamparan taman rumahnya yang terlihat jelas dari balkon kamarnya.

“Sagara, coba jujur ke Mami. Kamu ada suka seseorang?” tanya Iris hati-hati. Anaknya ini begitu tertutup dengan orang tuanya. Jika diingat-ingat, sifatnya mulai berubah pendiam sejak anak keduanya meninggal beberapa tahun lalu. Iris juga tidak bisa mencegah hal ini terjadi dalam kehidupannya dan memilih pasrah oleh keadaan.

Hati Sagara tergerak mendengar pertanyaan Maminya. Melihat ada sedikit ekspresi di wajah Sagara, jelas Iris merasa gembira dan semakin gencar bertanya. “Beneran ada, Sa? Siapa? Mami gak masalah dia miskin, keluarganya gak jelas, dan sebagainya. Selama kamu suka, Mami bakal bantu dan dukung kamu!”

“Mami kurangin nonton sinetronnya.” balas Sagara pelan.

Tapi Iris tak menghiraukannya karena terlanjur kepo dan semangat. “Jawab Mami, Sa! Ada, kan?”

Lagi-lagi Sagara teringat Skaya. Dia menunduk dengan ekspresi tidak bisa ditebak. “Hm.”

Iris hampir saja melompat dari tempatnya saking bahagianya. “Siapa? Gadis itu beruntung banget disukai anak Mami! Dia di sekolah kamu? Kelas berapa?”

Sagara terdiam sejenak. “Hm.”

Iris berdecak tidak puas. Sagara tidak menjawab semua pertanyaannya. Namun dilihat dari tanggapannya, berarti gadis yang dia sukai juga berada di sekolah yang sama! Memikirkannya membuat wanita itu ingin pergi ke sekolahnya dan bertanya ke seluruh siswa SMA Lesmana siapakah gadis yang dekat dengan Sagara belakangan ini.

“Sagara, kalo kamu suka seorang gadis, jangan dikasih kendor! Saat ini kamu berleha-leha, mungkin ada cowok lain yang berusaha deketin dia sekarang!” Iris memberi nasihat dengan semangat 45. “Mami jadi inget perjuangan Papi kamu. Waktu itu Nenek kamu gak setujui Mami sama Papi karena Papi kamu buka usaha sendiri. Kamu tau kan, tahun 90-an kebanyakan orang masih belum nyadar seberapa keren pekerjaan seorang pengusaha? Begitu pun Nenekmu. Mami hampir aja dinikahi sama anak pejabat kalo aja Papimu gak bersikukuh buktiin kalo pekerjaannya layak menghidupi Mami dan anak-anaknya kelak.”

Mata Iris menerawang. Senyuman manis melengkung di bibirnya karena nostalgia. Dia melirik Sagara yang hanya diam dan menepuk punggung anaknya itu untuk menguatkan. “Mami percaya kamu gak akan kalah dari Papimu.”

Tangan Sagara mengetuk besi pembatas balkon sebentar sebelum beralih menggenggamnya dengan erat. “Sebenernya Mih...”

Mata Iris berbinar. Akhirnya Sagara tergerak ingin bercerita padanya! “Iya, sayang? Sebenernya apa?”

Sagara membasahi bibirnya yang kering sebelum mengaku pada Iris. “Namanya Skara,”

Senyuman lebar Iris merekah. “Skara? Nama yang cantik!” Iris terdiam sejenak. Skara? Kenapa dia merasa namanya seperti laki-laki? Segera Iris menggeleng mengenyahkan pikirannya yang semakin jauh. Zaman sekarang nama perempuan dan laki-laki sering tertukar. Sudah biasa, kan?

“Dan...” Sagara kembali melanjutkan ragu-ragu. “Dia cowok.”

Iris tertawa. “Astaga, pasti dia imu—” Mata wanita itu terbelalak begitu menyadari ucapan Sagara. “Apa?! Bisa kamu ulangi? Telinga Mami kayaknya udah rusak.”

Skaya & the Big Boss ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang