Sedikit mengandung unsur fucek
.
.
.
.Suho masih diam ditempatnya tanpa bergerak sejengkal pun. Kedua lengan mungil itu kini melingkar posesif di perutnya. Meski pelan tapi Suho bisa mendengar jelas isak tangis yang keluar dari bibir Irene. Mengingat hanya mereka berdua yang ada di rumah ini. Dan juga si kecil yang tidur terlelap di kamar.
"Tetap di sini, kumohon," pinta Irene di sela-sela tangisnya.
Suho melepaskan pelukan itu dan berbalik badan tanpa berucap sepatah dua patah kata. Kedua manik mata mereka bertemu, saling beradu pandang dalam diam.
"Apakah aku nampak tak berharga dimatamu? Apa kau tak pernah berpikir bagaimana caraku bertahan sampai di titik ini sendirian? Sekali saja," tanya Irene kemudian dengan nada terluka.
Suho sontak mengangkat wajah dan rahangnya tak terkatub rapat. Ia tampak terkesiap mendengar lontaran pertanyaan yang diberikan Irene padanya. Lelaki ini mulai merenungkan perlakuannya terhadap Irene dari pertemuan mereka sejak beberapa minggu lalu.
"Iya, aku juga paham dengan kondisimu yang sekarang. Tapi... meski begitu bagaimana bisa kau tega menyakitiku sebanyak ini?" ujar Irene yang terdengar seperti pernyataan. Senyum getir terpatri pada wajah letihnya. Gadis ini merunduk-beringsut melangkah mundur-meninggalkan jarak lapang diantara mereka.
"Irene, sampai detik ini aku bahkan tak memiliki perasaan padamu. Dan aku juga belum menemukan alasan kenapa aku harus mencintaimu," cetus Suho. Semakin menggurat luka di hatinya.
"Bukan masalah perasaan, Suho. Aku mencintaimu tanpa ada alasan. Biarpun kau tak pernah lagi mengingatku, tapi aku masih mengingatmu. Semua tentang kita, entah kenangan baik atau buruk, semuanya masih terekam jelas dan tersimpan memori kepalaku. Jika mau, aku bisa menceritakan semuanya dari awal. Jadi, jangan terus menerus membuatku bingung."
Suho mendengus, "Oleh karenanya aku memintamu untuk jangan percaya. Semua yang kuucapkan kemarin-kemarin hanyalah sebuah kebohongan. Karena frasa itu kukatakan tanpa berpikir lebih jauh."
"Wanita kodratnya diciptakan sebagai manusia yang mudah untuk dipermainkan," balas Irene sambil mengangguk. "Yerin membutuhkan sosok ayah yang mampu menyayanginya. Dan aku membutuhkanmu, untuk menutupi kecacatanku yang tak terlihat. Berharap kau bisa memahaminya, Suho."
"Aku tidak bisa."
"Kenapa?"
"Karena seperti inilah caraku melindungi diriku sendiri."
"Maksudmu?"
"Setiap orang punya cara masing-masing. Sama sepertimu, aku juga sudah banyak terluka. Menjadi obsesif, dingin, dan tak berperasaan adalah hal yang membuatku bertahan hingga kini," terang Suho, memutus jarak lebih dekat-mengangkat tangannya-menangkup sisi wajah gadis itu.
"Kau terluka? Seberapa banyak?" tanya Irene dengan nada bicara melembut.
"Itu tidak penting, karena aku mampu bertahan dengan apa yang kumiliki sekarang," jawab Suho merubah intonasi suara menjadi lebih normal. "Kau berusaha tegar di depan orang-orang, tapi kenapa kau malah menunjukkan kelemahanmu dihadapanku? Ini yang membuatku tak yakin dan aku tidak menyukainya, jika kau ingin tahu itu."
Irene bergeming mendengarnya. Lelaki itu benar, sangat benar. Ia menyadari jika dirinya selama ini terlalu egois. Hanya mementingkan perasaan pribadi tanpa ingin tahu apa yang telah Suho alami. Dari tatapan pria itu, sudah cukup jelas jika terdapat banyak beban dan luka di sana. Suho menyimpan segudang rahasia, dan bodohnya Irene tak pernah tahu apa itu.
☂☂☂
Sepanjang perjalanan menuju ruang kerjanya, Irene terus-menerus diganggu dengan panggilan dari Jackson yang menelepon entah untuk yang berapa puluh kali. Bukannya lupa, ia memang sengaja lupa perihal Jackson yang mengajaknya bertemu pagi ini. Agak penasaran, memangnya hal apa yang ingin laki-laki itu katakan? Tapi, ia sendiri tidak ingin berhubungan dengan pria Wang itu lagi, sehingga Irene lebih memilih untuk bersikap acuh tak acuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
180 DAY'S || SURENE FAN-FICTION ||
FanfictionIni kisah Romeo yang tak menginginkan kehadiran Julietnya. Bukan cerita romantis seorang Pangeran yang jatuh cinta dengan Cinderella pada pandangan pertama. Hanyalah sepenggal kisah lika-liku perjalanan rumit Kim Suho dan Bae Irene dalam skenario...