*Yang siders kali-kali muncul lah, biar kenal gitu, xixixi
Perlahan dekapan itu mulai melonggar. Tatapan mata Irene seolah meminta penjelasan, atas apa yang pria ini lakukan barusan.
"Apa kamu merasakan sesuatu saat kupeluk tadi?"
Gadis bersurai hitam ini menggeleng pelan, "Tidak. Cuma sedikit terkejut, hanya itu," bohong Irene. Mana mungkin ia mengatakan yang sebenarnya. Raut wajahnya berusaha terlihat tenang, namun jantungnya kini masih berdegup tak beraturan. Tindakan Suho memang sangat diluar dugaan.
"Benarkah?"
"Tentu saja. Lagi pula kenapa kau tiba-tiba memelukku seenaknya? ... dasar mesum," sinis Irene. Disibakkan rambutnya kesal, lalu melipat tangan di depan dada. Arah pandangnya kini beralih pada orang-orang yang tengah menata kursi di sana.
"Aku juga," ucap Suho. "Kupikir pelukan tadi bisa membuatku sedikit gugup. Tapi nyatanya hambar...."
"Ma-maksudnya?"
Pria ini mengusap wajahnya kasar, "Apa kau tak merasa jika ini sulit. Sampai sekarang aku belum bisa membuka hati buatmu, Rene. Maaf ... aku hanya ingin jujur dari awal."
Irene mengangguk paham, "Sepatu usang terkadang memang lebih menarik. Bukan karena tidak suka dengan yang baru, melainkan itu lebih berharga," cetusnya.
"Lalu kenapa masih menerima perjodohan ini? Kau tak takut akan menyesali keputusanmu?"
"Tidak akan. Penyesalan bukanlah gayaku," balas Irene tersenyum miring.
"Kenapa?" tanya Suho lagi.
Baru saja ingin membuka mulut, mereka di kejutkan dengan bunyi ponsel Suho yang tiba-tiba berdering. Sepertinya panggilan penting, melihat bagaimana pria itu langsung bergegas pergi dari hadapan Irene begitu saja.
"Karena ini takdir," batin Irene.
Ia mulai penasaran dengan sosok wanita yang kini masih bersemayam dalam hati Suho. Sepertinya dia sangat mencintainya, sampai-sampai membuat Suho terlihat begitu putus asa.
Malam ini langit tampak bersih tak berbintang. Jalanan mulai sepi, hanya terlihat segelintir orang yang masih berlaku lalang. Toko-toko sudah banyak yang tutup, karena ini memang sudah masuk tengah malam.
Di taman tampak seorang gadis dengan mantel abu-abu duduk pada sebuah ayunan di sana. Tangannya membawa sekantong plastik berisi beberapa kaleng bir dan makanan ringan. Ia membuang kaleng bir yang telah kosong, lalu mengambil sekaleng lagi dan meneguknya.
"Ini sudah kaleng keempat, tapi kenapa aku ngga bisa mabuk?" tanyanya pada diri sendiri. "Kamu sangat menyedihkan, Han Jisoo."
"Dan jika tidak sibuk, semoga kamu bisa datang. Anggaplah ini permintaan dari seorang teman."
Kalimat itu kembali terlintas di benaknya. Ia sangat bimbang, antara datang atau tidak. Jujur, dirinya tak sanggup jika harus melihat pria itu bersanding dengan wanita lain di pelaminan. Laki-laki yang sangat ia cintai dan dirindukan, kini hanya menganggapnya sebagai teman. Apa ini karma?
Gadis ini meremat kaleng bir yang lagi-lagi telah kosong isinya. Tangannya kembali merogoh kresek dan membuka kaleng bir itu. Namun, saat hendak meminumnya, tiba-tiba saja seseorang muncul dan merebut kaleng itu darinya.
"Kamu sudah terlalu banyak minum," ucap orang itu yang sekarang ikut duduk di ayunan samping Jisoo.
"YA! Oh Sehun, cepat kembalikan minumannya. Aku ingin mabuk sampai pingsan." Jisoo berusaha merebut kembali kaleng itu, akan tetapi pria itu enggan memberikan dan malah meneguknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
180 DAY'S || SURENE FAN-FICTION ||
FanficIni kisah Romeo yang tak menginginkan kehadiran Julietnya. Bukan cerita romantis seorang Pangeran yang jatuh cinta dengan Cinderella pada pandangan pertama. Hanyalah sepenggal kisah lika-liku perjalanan rumit Kim Suho dan Bae Irene dalam skenario...