Satu bulan yang lalu...
La Défense, Paris
Seorang laki-laki bersurai hitam kecoklatan tengah sibuk menata pakaiannya ke dalam koper. Melihat banyaknya barang-barang yang dikemas, sepertinya ia hendak berpergian dalam waktu lama. Suho—pria ini memang tengah bersiap-siap untuk perjalanannya ke Korea esok hari.
Ceklek
Suara kenop pintu terbuka. Memperlihatkan seorang pria paruh baya berkacamata yang berjalan ke arahnya. Suho menolehkan pandangan lalu tersenyum manis pada sang ayah, Kim Hae Jin.
"Jam berapa besok pesawat take off?" tanya Haejin mendudukkan pantatnya di sisi ranjang. "Biar kuantar ke bandaranya."
"Jam sepuluh. Tidak perlu repot-repot, aku tahu Papa sangat sibuk," jawab Suho terkekeh kecil.
"Aku bisa menyempatkan waktu demi putra kesayanganku ini." Tangan Hae Jin mengusak lembut ujung kepala Suho lembut.
"Baiklah, tapi aku tidak memaksa. Lagipula masih ada sopir yang bisa mengantarkanku."
"Papa masih ingin tetap mengantarmu," ujar Haejin kukuh. "Oh ya, besok David juga ikut menemanimu. Aku sudah bilang padanya untuk mengawal sekaligus mengurus keperluanmu di sana."
Suho menghentikan aktivitas melipat bajunya lantas membuang napas berat. Wajah yang mendadak lesu menyiratkan bahwa ia kurang setuju dengan perkataan ayahnya.
"Lihat aku." Ia memegang kedua lengan atas Haejin lalu kembali berucap, "Anakmu ini sudah besar, bisa menjaga dirinya baik-baik. Jadi tolonglah, jangan terlalu memanjakanku seperti anak kecil. Lagian aku tak sendirian di sana, ada Mama juga."
"Aku hanya tidak mau terjadi sesuatu padamu. Itu saja."
Suho tahu jika sang ayah kini tengah mengkhawatirkannya. Wajarlah, secara dia adalah putra semata wayang keluarga Kim. Hanya saja Suho kurang suka dengan sikap Haejin yang bisa dibilang overprotektif.
"Oke, besok Papa boleh mengantarku. Tapi David tidak ikut," ujar Suho seraya kembali merapikan pakaiannya. "Ayolah Tuan Haejin, aku bukan anak presiden yang harus dikawal tiap hari."
Suho jengah harus membujuk dengan cara apa lagi. Pasalnya si ayah punya sifat yang keras kepala. Meskipun niatnya baik, tapi tetap saja ini terlalu berlebihan. Rencananya untuk ke Korea itu hanya sekedar refreshing biasa, bersenang-senang layaknya orang liburan. Misalnya David—pengawal pribadinya itu ikut—otomatis dia tak nyaman dan malah jadi tertekan karena ruang geraknya dibatasi.
Perlu kalian tahu, punya pengawal pribadi itu tak seenak yang dibayangkan. Kemana-mana selalu dibuntuti dan hal itu membuat Suho risih dibuatnya.
"Maaf... Aku hanya ingin menebus kesalahanku di masa lalu," lirih Haejin melempar tatapan sendu ke arah Suho.
"Kau begitu lagi, Pa. Sudah berapa kali kukatakan untuk berhenti meminta maaf dan mengungkit masa lalu yang bahkan tidak kuingat. Aku tak peduli lagi bagaimana perlakuanmu dulu apalagi mengingatnya. Lelaki tangguh, pengertian, dan penuh dengan kasih sayang adalah gambaran sosok ayah yang kini terekam dalam memori kepalaku. Dan aku sangat bersyukur karena memiliki kalian."
Haejin mencelos mendengar penuturan tulus dari mulut anaknya. Suho mungkin tidak ingat, akan tetapi tentu saja ia masih teringat jelas bagaimana tangan ini pernah menampar dan memukulinya tanpa ampun. Bagaimana mulut ini melontarkan kata-kata kasar dan segala perilaku egoisme yang membuat Haejin tidak pantas disebut sebagai seorang ayah.
"Terima kasih banyak... karena mampu bertahan sampai sekarang," tutur Haejin. Ditatapnya wajah Suho dengan perasaan lega yang teramat sangat. Tuhan begitu baik karena tidak mengambil putranya waktu itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
180 DAY'S || SURENE FAN-FICTION ||
Hayran KurguIni kisah Romeo yang tak menginginkan kehadiran Julietnya. Bukan cerita romantis seorang Pangeran yang jatuh cinta dengan Cinderella pada pandangan pertama. Hanyalah sepenggal kisah lika-liku perjalanan rumit Kim Suho dan Bae Irene dalam skenario...