Votevote^^
Happy reading:)
.
.
.Sudah enam hari semenjak Bibi Hwang tidak bekerja di rumah Suho, dan selama itu pula pria ini harus ekstra sabar menghadapi tingkah laku manusia bernama Irene. Oke, ia masih bisa memaklumi jika Irene tidak bisa memasak, itu hal wajar. Tapi, bagaimana mungkin seorang perempuan tidak bisa melakukan pekerjaan rumah?
Wanita yang punya sisi perfeksionis macam Irene tidak pandai dalam hal itu? Apa ini masuk akal? Suho sendiri ingin tak percaya, tapi ini fakta.
Hampir setiap pagi tidak bisa sarapan dengan tenang, karena mendengar perabotan dapur yang Irene pecahkan saat mencuci piring. Bangun lebih awal, menyiapkan keperluan sendiri, karena Irene masih terlelap, padahal mentari kian meninggi. Diminta tolong buat nyetrika, yang dilakukan malah membuat lubang di kemeja kesayangannya. Yang lebih parah lagi, gadis itu pernah mengepel lantai dengan pewangi pakaian dan mencuci baju menggunakan pewangi lantai. Padahal sudah ada keterangan jelas di botolnya, tapi masih bisa keliru. Ini antara terlalu polos atau memang bodoh.
"Memang apa masalahnya? Yang penting kan sama-sama wangi."
Jawaban Irene saat itu benar-benar membuat pria ini tekanan darahnya naik drastis. Jika setiap hari harus menghadapi kelakuan Irene yang seperti itu, bisa-bisa ia menua sebelum waktunya. Yang Suho lakukan saat ini hanyalah sabar, sabar, dan sabar.
Namun pagi ini sedikit berbeda, di atas meja makan sudah ada beberapa potong sandwich dan segelas susu. Dilihatnya Irene baru saja selesai membereskan dapur. Sepertinya dia tidak memecahkan perabotan, atau mungkin belum. Suho yang baru saja selesai mandi berjalan mendekat lalu duduk di kursi.
"Tumben," cicitnya setelah meneguk segelas susu tadi.
"Kenapa? Heran ya?"
"Sedikit. Kerasukan jin apa semalam?" ledek Suho. Tangannya mencomot sepotong sandwich dan melahapnya. "Rene, kamu ngga sakit kan?"
"Maksudmu?"
"Jika seseorang tiba-tiba berubah sikap, dan melakukan hal yang tidak biasa dilakukan. Kemungkinan umurnya tidak akan lama lagi."
Mendengar itu sontak Irene langsung memicing tajam ke arah Suho, "Diamlah dan cepat habiskan sarapanmu!" ketusnya. Bisa-bisanya pria itu menyangkut pautkan ini dengan kematian. "Aku hanya tidak mau menambah bebanmu, itu saja."
"Baguslah kalau sadar," ujar Suho dan kembali meminum susunya sampai habis tak tersisa. "Awalnya ku pikir kau orang yang gila akan kerapian, melihat kau pernah mengomel saat aku meletakkan barang-barang tidak sesuai tempatnya."
Irene melepas sarung tangan latek yang dipakai. Mengambil sebotol air mineral lalu meminumnya. Tenggorokannya terasa lega. Melakukan pekerjaan rumah seperti ini memang tidak mudah, bagi Irene sendiri khususnya.
"Aku memang suka sesuatu yang rapi. Jadi semua yang tampak berantakan di depan mata akan ku singkirkan, tapi tidak ku bersihkan. Karena dari dulu aku tidak pernah dididik untuk melakukannya. Lagipula sudah ada pembantu juga," tutur Irene.
Tidak heran, Irene memang terlahir dengan sendok emas di mulutnya. Dan kebanyakan anak konglomerat terbilang kurang mandiri. Memang benar yang dikatakan oleh gadis itu, orang tua mereka tidak pernah mengajarkan untuk melakukan pekerjaan rumah tangga, karena sudah ada ART yang mengurus hal itu.
"Aku mau siap-siap dulu. Kamu hari ini tidak ada jadwal, Rene?"
"Nothing. Pemotretan ditunda besok pagi. Kenapa?"
"Cuma tanya," singkat Suho yang kemudian berangsur melangkah pergi masuk ke kamarnya.
Selang beberapa menit, pria ini sudah siap dengan setelan jas abu-abu gelap dan pantofel warna hitam. Model rambut hair up yang tersisir rapi, membuatnya nampak semakin berwibawa. Tangan kanannya menenteng sebuah hand bag berwarna cokelat.

KAMU SEDANG MEMBACA
180 DAY'S || SURENE FAN-FICTION ||
FanficIni kisah Romeo yang tak menginginkan kehadiran Julietnya. Bukan cerita romantis seorang Pangeran yang jatuh cinta dengan Cinderella pada pandangan pertama. Hanyalah sepenggal kisah lika-liku perjalanan rumit Kim Suho dan Bae Irene dalam skenario...