10. Gilang pulang...
Malam itu Nayara membaca pesan dari Zio.
Zio: Nay
Nayara: iyaa Zi, kenapa..?
Zio: ngerasa nggak si, sekarang kita jarang keluar
Nayara diam sambil mengigit ujung jarinya. Benar, setelah ia menikah dengan Gilang, dirinya tak pernah berhubungan dengan Zio.
Bahkan, untuk bertukar kabar saja tidak pernah. Sejauh ini kah Nayara dan Zio sekarang?
Boro-boro untuk jalan Zio, waktu chat saja sudah jarang, bahkan nyaris tidak pernah.
Disini Nayara seperti orang jahat yang menghilang begitu saja. Dia tidak memberitahu Zio yang sebenarnya.
Memang, keputusan yang keluarganya ambil merugikan banyak pihak. Termasuk, Nayara sendiri.
Zio: Nay...
Nayara: eh iya Zi
Zio: Lo lagi nggak nyembunyiin sesuatu kan?
Menelan ludahnya dengan kasar. Nayara menarik napasnya pelan, menghembuskannya dengan kasar. "Astaga..., kenapa si dari kemarin orang-orang bikin jantung gue nggak tenang aja,"
Tingg....
Zio: Lo ngehindarin gue bukan
Nayara: astaga... nggak gitu Zi, gue cuman lagi sibuk aja
Zio: Lo nggak jawab chat gue yang tadi
Nayara: eh yang mana
Zio: Lo lagi nyembunyiin sesuatu
Nayara: nyembunyiin apaan si Zi, aneh Lo ah
Zio: kemarin gue kerumah
Astaga... Apalagi ini. Jantung Nayara tremor tiap waktu rasanya. Bisa nggak si kalian jangan memancing-mancing Nayara.
Nayara: Gue lagi di rumah bibi Zi
***
Sepulang sekolah Nayara memilih duduk di sofa sambil rebahan. Mengunyah keripik kentang kesukaannya dan tak lupa minuman Cimory nya.
Kerjaan rumah sudah Nayara bereskan semua kemarin, termasuk cucian dan piring kotor.
Sebenarnya Nayara belum masak untuk makan malam, tapi sepertinya malam ini Nayara akan makan di luar.
"Astaga... gini amat si nasib gue. Punya suami tapi serasa nggak punya," ia merubah posisinya menjadi bersandar di sofa sambil memeluk bantal.
"Udah kayak bang Toyib aja ni suami, nggak pulang-pulang!" Ucapnya sambil memasukan keripik kentang kedalam mulutnya.
Ini sudah hari ketiga Gilang tidak pulang ke rumah. Mengenai kemana cowok itu pergi, Nayara angkat tangan, tidak tahu menahu soal itu.
Terbesit rasa khawatir pada Gilang, namun Nayara berusaha melupakannya.
Melihat tidak ada usaha Gilang untung menghubunginya atau sekedar menanyakan kabar Nayara lewat temannya pun tak ada, membuat Nayara membuang jauh-jauh rasa khawatirnya.
Tapi, masalahnya Nayara itu paling nggak bisa buat nggak peduli sama orang sekitar, apalagi ini suaminya lagi.
"Dah, dah, Nay nggak usah mikirin suami yang durhaka itu," ucapnya, menghibaskan tangannya di depan wajah.
"Kena azab tau rasa Lo gi," ucap Nayara sambil memukul bantal yang ia peluk. "Gegayaan si pake nelantarin istri."
Sudah. Nayara tak mau ngomong apa-apa lagi. Rasanya kalo Nayara nyebut nama Gilang tu, kayak nggak mau aja. Malesin bawaannya.
"Bodoamat lah mau pulang, mau nggak, itu bukan urusan gue!" Ucapnya setengah berteriak. Sesaat kemudian melempar bantal yang ia peluk. "Tai emangg!"
Suara pintu terbuka membuat Nayara menoleh ke arahnya. Matanya tak lepas dari sosok yang sudah tiga hari menghilang begitu saja. Beberapa saat Nayara menyadari kebodohannya, ia mengalihkan pandangannya kembali ke film kartun yang sedang ia tonton.
"Yara...," Suara itu, rasanya Nayara merindukannya.
Tak menoleh. Tetap dalam pendiriannya, mendiamkan cowok itu.
Gilang berdiri di hadapannya, menghalangi film yang sedang ia tonton, membuat Nayara mengangkat pandangannya. "Apaan si! Awas ah nggak keliatan filmnya," sebal Nayara mendorong pelan tubuh Gilang.
Gilang melongo, melihat reaksi nayara yang seperti itu. Lalu duduk di kursi sebelah gadis itu.
Selama setengah jam tak ada obrolan yang keluar dari pasangan itu. Keduanya sama-sama terdiam.
Yang satu asik nonton film kartun, padahal Nayara nggak bener-bener nonton. Sementara yang satu diem sambil mikir gimana cara memulai pembicaraannya.
Film kartun yang Nayara tonton sudah selesai, ia menekan tombol of pada remote. Lalu ia melewati Gilang tanpa sepatah kata apapun.
"Yara!!" Panggil Gilang sedikit berteriak, namun cewek itu nggak menoleh atau menghentikan langkahnya.
Menggelengkan kepalanya, Nayara berjalan cepat menuju kamarnya. Setelah sampai di kamar Nayara mengunci pintu, bersandar di balik pintu, tubuhnya merosot begitu saja dengan mata memerah menahan tangis.
Seharusnya... Nayara tidak pernah setuju dengan keputusan ini.
Seharusnya... Ia tetap pada pendiriannya.
****
Semalam Nayara tidak makan. Pagi ini juga ia langsung berangkat ke sekolah dengan Zio.
Kerena semalam ia meminta Zio menjemputnya seperti waktu lalu.
Soal Gilang, Nayara tak peduli. Mau cowok itu marah atau nggak terserah aja. Yang penting nggak ngeribetin Nayara.
Tadi pagi saja saat Nayara berangkat pintu kamar cowok itu masih tertutup rapat, entah sudah berangkat atau masih ada di dalam kamarnya.
Soal sarapan, Nayara tidak membuatkannya. Masa bodo dibilang istri durhaka, Nayara lagi males liat muka Gilang.
Dipikir istrinya baik-baik aja ditinggal tiga hari gitu tanpa kabar apapun?
Bukan Nayara mengharapakan di kabari oleh cowok itu. Namun, seharusnya Gilang mengerti kekhawatirannya. Lebih peka pada perasaan Nayara gitu. Bisa kan?
"Zi pulangnya bareng ya," ucap Nayara saat mereka sedang berjalan di lorong sekolah.
"Oke Nay," Zio mengacungkan jempolnya. "Gue kangen makan nasi Padang bareng masa," cowok itu merangkul bahu Nayara.
"Aaaa iya, udah lama ya kita nggak makan ke situ," jerit Nayara sambil menutup mulutnya. "pulang sekolah pengen,"
Zio jadi tersenyum. "Pulang sekolah mau?"
Nayara tersenyum antusias, lalu menganggukkan kepalanya. "Mauuuu banget."
Tak sadar di ujung koridor ada sepasang mata yang sedang memperhatikannya...
***
Tbc
Sesuai yang kemarin, aku up sekarang. Seneng nggak ni?
Btw besok aku udah skulll masaa😭 asli nggak mauuu aku tuuu
Mas Gi udah pulang nii
Sampai jumpa di chapter selanjutnya 💛🦋
Istri sahnya mas terangggg ❤️❤️❤️❤️❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
CERITA KITA ( ON GOING )
Random"Jadi, harus dengan cara apa supaya mas suami mendapat maaf dari mbak istri?" ••• Perjodohan, mungkin terdengar konyol, tapi ini nyata di alami oleh Gilang dan Nayara. Rumah tangga yang seharusnya berjalan dengan tentram, damai, dan harmonis sangat...