15. Cowok kalem sakit
Nayara turun ke lantai bawah dengan wajah yang ceria.
Sambil menuruni tangga dengan pelan, ia menoleh mencari sang Mama. "Mamaaa,"
Mama yang sedang sibuk memasak di dapur menyahut saat mendengar teriakan dari Nayara. "Jangan di biasain teriak-teriak Nay,"
"Ehehe iyaa ma," ucapnya saat sampai di dapur.
Menghampiri sang papa yang sedang asik membaca koran. "Loh, papa udah pulang?" Cewek itu menyalimi papanya, ikut duduk di sebelah papa.
"Semalem papa pulang, kamunya udah tidur kata Mama." Balas papa sembari mengulas senyum.
"Mama kenapa nggak bangunin aku si?" Tanyanya pada Mama dengan raut wajah kesal.
"Nggak tega Mama bangunin kamu Nay, orang pules banget tidurnya," jawab Mama dari dapur.
"Udah nggak usah di ributin, sekarang kan papa ada di sini." Ucap Papa melerai. "Kamu sama Gilang baik-baik aja, kan?"
Nayara menoleh pada papa. Memasang wajah tersenyum sambil mengangguk. "Baik pa,"
Papa bernafas lega. Mendengar hubungan anak dan menantunya baik-baik saja, papa sangat bahagia. "Syukurlah, papa seneng dengernya."
Nayara jadi tak tega membohongi Papa, Mama dan Kenzie. Tapi kalo Nayara nggak bohong, gimana? Yang ada malah tambah Papa dan Mama merasa bersalah.
"Maafin Papa ya Nay," ucap Papa, menggenggam tangan Nayara.
Nayara mengusap tangan papa. "Iya Pa nggak papa, lagian ini kan udah terjadi,"
"Papa tu ngerasa nggak enak sama kamu," Papa menatap mata Nayara. "Papa nggak bisa apa-apa selain nurutin permintaan Oma,"
"Pa... Nggak usah gituu. Naya paham ko,"
"Kamu beneran bahagia kan?"
Pertanyaan yang seolah-oleh membuat Nayara berpikir dua kali. Ini harus jawab jujur, apa bohong? "Naya bahagia pa," balasnya dengan senyuman.
****
Gilang masih meringkuk di dalam selimut tebalnya. Cowok itu belum beranjak dari tempat tidur, padahal jam sudah menunjukkan pukul setengah sepuluh.
Entah kenapa, cowok itu sangat malas gerak. Malahan semakin mengeratkan selimutnya, di tambah suhu tubuhnya yang lumayan cukup panas.
Ternyata, cowok kalem sedang sakit.
Cowok itu mengubah posisi tidurnya menjadi bersandar di kepala ranjang. Menatap langit-langit kamar yang berwarna putih.
Serasa hidupnya miris karena tidak ada satu orang pun yang menghawatirkannya. Atau, sekedar menanyakan kabarnya saja tidak ada?
Mama? Hanya Mama yang menanyakan kabarnya. Papa? Mungkin masih sibuk dengan pekerjaannya.
Istri? Nayara pergi kemana aja Gilang nggak tau, apalagi kabarnya?
Cowok itu mengambil ponselnya yang berada di nakas, siapa tau ada notif dari Nayara, dan ternyata tidak ada notif sama sekali.
Sangat menyedihkan, bukan?
Mari, jangan berharap terlalu banyak.
Perbanyak sadar diri. Kita hanya manusia yang selalu berharap lebih pada manusia lagi. Seharusnya kita berharap lebih pada penciptanya bukan?
Drttt... Drttt....
Ponselnya berbunyi, tertera nama Mama di layar ponselnya.
"Iyaa Ma," ucapnya ketika telepon di sebrang sana tersambung.
"Kamu sakit Gi?" Tanya Mama di sebrang sana dengan nada khawatir. Mama menyadari suara Gilang yang sedikit berbeda.
"Nggak ko Ma, cuman rada kurang fit,"
"Makanya kalo Mama ngomong itu di denger, gini kan jadinya,"
"Ma..."
"Gara-gara gadang ni pastinya?"
"Mama call aku cuman mau marah-marah?"
"Hehhh bukan gitu, abisnya mama kesel sama kamu,"
Tut
Gilang mematikan panggilannya. Menyimpan kembali ponselnya di nakas, lantas cowok itu kembali memejamkan matanya karena badannya terasa panas.
****
"Makasih bang udah anterin," ucap Nayara.
Cewek itu sudah pulang dari rumah Mamanya, diantar Kenzie pastinya.
"Okeyy." Kenzie mengacungkan jempolnya. "Baik-baik ya, nurut sama Gilang, Jan ngebantah pamali,"
"Iyaaa bangg," balasnya dengan wajah bete. "Mau mampir nggak nihh?
"Gue buru-buru Nay, mau ketemu temen nih,"
"Oh yaudah, hati-hati bang,"
Setelah mobil Kenzie berlalu, Nayara membalikan badannya menghadap pagar. Di tatapnya rumah lantai dua berwarna putih, menghela nafasnya kemudian Nayara memasuki pekarangan rumah.
"Bismilah semoga bisa membaik,"
Nayara membuka pintu putih, ternyata pintunya tidak terkunci.
Melangkah masuk dengan langkah pelan. Hingga samapai di ruang tamu, tidak ada siapa-siapa.
Gilang? Mungkin cowok itu sudah pergi ke luar.
Nayara menaiki tangga dengan perasaan campur aduk. Bingung mau mulai dari mana, haruskah Nayara menyapa Gilang duluan?
Tiba di depan kamarnya, Nayara diam sebentar memperhatiakan pintu kamar Gilang yang sedikit terbuka.
Seperti ada magnet yang menarik dirinya untuk masuk, cewek itu melangkah masuk dengan langkah mengendap-endap seperti maling.
Ternyata cowok itu ada di dalam kamarnya. Namun Nayara masih tak puas, memilih memastikannya dengan cara menghampiri ranjang cowok itu.
Nayara tersenyum saat melihat garis wajah suaminya yang tenang dan kalem. Nggak ada raut wajah galak sama serem di wajah Gilang.
Cewek itu mengernyit saat melihat Gilang mengeratkan selimutnya, padahal hari sudah siang yang pasti udaranya panas.
Nayara mencoba memastikan bahwa suaminya baik-baik saja. Walaupun tidak saling cinta, setidaknya Nayara masih mempunyai rasa kemanusiaan.
Menempelkan punggung tangannya pada dahi Gilang, Nayara menutup mulutnya saat tahu cowok itu sedang demam.
Ternyata cowok kalem itu sakit.
Nayara menyimpan tas selempangnya di sofa, berniat akan mengambil air hangat untuk mengompres cowok itu.
Setelah mendapat alatnya, Nayara kembali ke kamar Gilang.
Duduk di tepi ranjang, memeras kain yang sudah ia celupkan pada air hangat kemudian meletakkannya di atas dahi cowok itu.
"Cepet sembuh Gii," ucapnya dengan pelan. Yang pasti tulus, tidak ada unsur paksaan atau di buat-buat.
Berjalan ke arah sofa, Nayara mendudukan tubuhnya di sofa sambil memejamkan matanya. Nayara tidak tidur, cewek itu hanya menutup matanya saja.
Namun rasa kantuk menyerangnya, membuat cewek itu memilih tidur dengan tubuh bersandar di sofa, namun sebelumnya ia sudah mengganti kompresan cowok itu.
***
Seneng banget bisa up cepet!!❤️
Mau triple up nggak nih?
Sejauh ini, menurut kalian cerita ini gimana?
Sampai jumpa di chapter selanjutnya 💛🦋💛
Istri sahnya mas terangggg ❤️❤️❤️❤️❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
CERITA KITA ( ON GOING )
Random"Jadi, harus dengan cara apa supaya mas suami mendapat maaf dari mbak istri?" ••• Perjodohan, mungkin terdengar konyol, tapi ini nyata di alami oleh Gilang dan Nayara. Rumah tangga yang seharusnya berjalan dengan tentram, damai, dan harmonis sangat...