"Jeno~ Main yuk!"
Tok tok tok
"Bentar~"
Kebetulan sekarang Doyoung sedang memungut mainan Jeno di ruang tamu, jadi dengan segera ia membukakan pintu untuk sang tamu.
Cklek
"Tante~" Suara cempreng Mark pun menyambut Doyoung.
"Mark?"
"Jeno mana nte? Mau aku ajak sepedaan, sama temen-temen juga hehe."
"Oh, jalannya udah ditutup ya?"
Rumah yang berjarak 3 rumah dari kediaman keluarga Jung, besok pagi akan mengadakan acara pernikahan. Siang ini mereka tengah memasang terop, jadi jalan sudah mulai ditutup. Itu berujung menjadi lapangan bermain dadakan anak-anak kompleks
"Iya nte~ Jeno ada kan?"
"Oh ada, masuk aja, dia di depan tv lagi nyemil."
"Ukai~"
.
Di jalanan kompleks yang tertutup, bagaikan seorang pembalap, Jeno mengayuh sepedanya begitu kencang hingga ia bisa membalap Mark dan bocah-bocah lainnya.
"Noie. Halus. Menang!" Ucap Jeno dengan memberi penekanan di setiap katanya.
"Tetuatan supel~!" Dengan kekuatan penuh, Jeno semakin maju ke depan.
Dan pada akhirnya, Jeno lah yang pertama kali sampai di depan terop. Bayi Jung itu begitu bangga dengan sepeda roda 3 nya, ia bisa menjadi orang yang pertama kali sampai di terop.
Namun, kemenangan Jeno membuat iri bocah lainnya. Apalagi umur mereka umumnya berada di atas Jeno. Sehingga, salah satu dari mereka, bocah laki-laki bertubuh tambun turun dari sepeda dengan nafas memburu.
"Jeno nggak boleh ikutan sepedaan lagi!"
Jeno yang di protes hanya menatapnya bingung. Dia sedang memutar sepedanya agar nanti lebih mudah untuk kembali bersepeda. Mengapa bocah ini tiba-tiba memarahinya?
Sementara itu, Mark segera memarkir sepedanya. Sebagai kakak yang baik, ia menghampiri Jeno untuk dibela.
"Heh! Jangan ganggu Jeno!"
"Diem kau Mark!" Sambil memperingatkan Mark, bocah itu menunggu respon Jeno.
Tapi, setelah beberapa saat bocah itu semakin tersulut emosi karena Jeno tak memberikan respon berarti. Ia jadi mempertanyakan fakta Jeno yang terkenal gampang menangis. Padahal ia sudah berniat untuk membuat Jeno berderai air mata.
"Pokoknya Jeno nggak boleh ikut sepedaan!" Ujarnya lagi, mungkin yang tadi Jeno tak mendengarnya.
Mark yang tak terima maju selangkah.
"Ya nggak boleh gitu dong! Kita kan main sama-sama!" Protes Mark dengan matanya yang memicing.
"Nggak boleh! Ini permainan orang dewasa! Anak kecil nggak boleh ikut!"
"Kita sama!" Mark heran, apanya yang dewasa?
"Nggak ya! Roda kita 4 semua, tapi dia roda 3 sendiri! Jadi dia masih anak-anak!" Bocah itu pun beralih ke Jeno, "kau! Pulang saja! Makan itu biskuit bayi sama susu bayi. Iya nggak temen-temen? Ahaha~ dasar bayi~"
Bocah-bocah yang ada disana pun serempak tertawa.
"Ayo teman-teman kita sepedaan lagi. Jangan diajak bayi kecil ini~" Setelah puas mengejek Jeno, bocah itu mengajak teman-temannya sepedaan lagi dengan tawa terbahak-bahak.
"Hiks!"
Satu tetes air mata Jeno pun turun. Isakkan bayi itu sedikit keras hingga masuk ke telinga Mark.
"Kenapa nangis?" Mark yang manik segera mensejajarkan dirinya dengan Jeno yang masih terduduk di sepeda.
"Unda hiks! Puyang~"
Mendengar tangisan Jeno Mark mengusap lembut pundak anak di depannya ini.
"Cowok nggak boleh nangis! Tuh tuh liat Jeno jadi jelek gara-gara nangis." Ucapnya sambil menunjuk-nunjuk muka Jeno.
"Unda~ huwee~" Tangis Jeno pecah. Baru kali ini baginya di rundung banyak orang. Rasanya sakit sekali.
"Ssstttt diem~ Kalo bocah nakal itu tau Jeno makin di ejek!"
Dengan perlahan, Jeno berhasil meredakan tangisnya. Ia tak mau bocah tambun yang nakal itu tau kalau ia menangis. Nanti bisa-bisa ia dipukuli. "Hiks!"
"Jangan dipeduliin! Dia emang nakal! Dan jelek! Dan kecil! Dan itam! Dan jelek! Dan itam! Dan-"
"Xixi~ hiks!"
Ejekan Mark terhadap Woojin -bocah tambun yang mengejek Jeno, berhasil membuat si bayi Jung tertawa. Yah, meskipun air matanya masih tak mau berhenti turun.
"Udah jangan nangis! Anak nakal kayak gitu gak pantes ditangisin Jeno."
Dengan masih terisak, Jeno pun mengangguk patuh.
"Mau pelukan?" Mark yang masih berjongkok di samping Jeno merentangkan tangannya.
Otomatis, Jeno yang menyukai pelukan langsung membalas pelukan Mark. Sedikit kesusahan karena si kecil Jung masih berada di dalam sepeda.
Mark ingat, ketika ia menangis karena habis di marahin papi, maminya akan datang dan memeluknya. Itu adalah hal yang nyaman sekali. Mark seperti mendapat perlindungan. Dan semoga saja dengan ini, Jeno juga merasakan apa yang ia rasa ketika di peluk maminya.
"Yuk pulang! Udah mau malam."
Begitu Jeno mengangguk, Mark pun melepas pelukannya.
Dengan beriringan, Jeno dan Mark bersepeda menuju rumah.
.
"Ayah~ Noie ndak mau yoda 3~"
Jaehyun yang tengah memangku Jeno di teras rumah mengernyit. Kenapa tiba-tiba pengen ganti sepeda? Bukannya sepeda ijo itu masih jadi kesayangannya?
"Kenapa ganti?"
"Mau yoda 4~"
"Roda 4?" Si Jeno mengangguk cepat.
"Oh~ Ya udah ayah nanti beliin 1 roda terus ayah pasang ke roda depan. Terus sepedanya jadi roda 4 deh~" Jawab Jaehyun enteng sambil tersenyum.
Jeno terdiam. Otaknya berpikir keras tentang visualisasi karangan sang ayah. Dan hasilnya? Jeno benar-benar kesal.
"Ih~ Ndak~ Balu ayah balu!"
"Sepeda gimana? Kan sepeda ijo Jeno udah paling bagus itu."
"Pida pida kayak Makli ayah humph~" Pipi Jeno menggembung.
"Pake dulu itu sepeda ijonya. Masih muat kan, nanti kalo udah nggak muat ayah beliin sepeda yang kayak kak Mark. Jeno mau warna kuning kan?"
"Hu'um!"
"Ya sudah, yuk masuk, bunda udah nyiapin susu buat Jeno~"
"Huh? Pida pida?"
"Sepeda barunya besok pas sepeda ijonya udah nggak muat, dah yuk~" Tanpa menunggu lama, Jaehyun segera menggendong bayinya dan masuk ke rumah.
"Pida pida~"
"Besok sayang, kalo Jeno udah gede~"
"Humph!"
Hari mulai larut. Tak baik bagi Jeno untuk lama-lama di luar. Kalau kata bunda, nanti kena masuk angin.
.
.
.
TBC~
KAMU SEDANG MEMBACA
Baby Jeno Daily
FanfictionDaily life Jeno kecil dengan kedua orang tua yang begitu menyayanginya~