Dengan langkah ragu-ragu Nanon mendekati sofa di mana ayah sang kekasih duduk. Di tangan si manis ada secangkir kopi susu yang masih mengepul. Bunyi kecil tatakan cangkir yang beradu dengan cangkirnya menunjukkan kalau tangan si manis bergetar takut sekaligus ragu.
Sedangkan persona yang dituju sedang memfokuskan atensinya penuh pada televisi di hadapannya. Duduk tegak dengan remot di tangan kanan dan setoples kripik pisang di atas meja.
"Permisi, om. Ini kopi buat om." Nanon membungkuk lalu meletakkan cangkir kopi di samping toples kripik di atas meja.
"Hm. Duduk sini." Sang Ohm menepuk ruang kosong tepat di samping kirinya.
Nanon hanya mengangguk, lalu mendudukkan dirinya di pojok sofa. Dia terlalu segan untuk duduk tepat menempel di samping si lelaki paruh baya.
Yang lebih tua menyesap kopinya pelan sambil memikirkan sesuatu.
"Kopi ini kamu yang buat?" Ayah Ohm bertanya setelah meletakkan kembali cangkirnya.
Nanon mengangguk kecil. Kepalanya menunduk mandang remasan tangannya di atas paha. "I..iyya, om." Memang benar itu buatan si manis. Tadi ibu Ohm yang menyarankannya membuatkan kopi susu untuk sang suami.
Ayah Ohm mengangguk-anggukan kepalanya.
"Kamu temen sekelas atau temen di luar sekolah Ohm?"
"Saya adik kelasnya, om."
Dahi sang ayah mengernyit. "Cuma adik kelas?"
Nanon lagi-lagi mengangguk. Namun sepertinya ayah Ohm tak melihat anggukannya, karena dia sudah kembali memperhatikan penuh layar televisi.
"Ah, sebentar. Udah mau mulai." Ujar si ayah.
Nanon yang kebingungan dengan maksud lawan bicaranya ikut mengalihkan pandangannya ke arah televisi. Ada sedikit tarikan senyum di sudut bibir si manis.
"Wah.. derby Jawa Timur ya, om?"
Celetukan Nanon membuat ayah Ohm menengok ke arahnya dengan pandangan bertanya. "Kamu ahu juga?"
Nanon mengangguk semangat. "Tau dong, om. Saya pendukung salah satunya."
"Arema atau Persebaya?" Mata sang ayah memicing.
Nanon meneguk ludahnya, takut jawabannya tak disukai ayah sang kekasih. "Arema, om" wajahnya menunduk lagi.
"Bagus!! Kita satu tim. Aku aremania dari muda asal kamu tau."
Nanon mulai berani mengangkat wajahnya dan memandang sosok di depannya dengan binar lucu di matanya.
"Saya juga aremania, om. Pokoknya setiap pertandingan mereka pasti seru. Apalagi kalau lawannya Persib Bandung."
"Bener kamu. Persib emang lawan bebuyutan kita. Tapi Persebaya atau Madura United juga bukan lawan yang gampang." Dua orang itu malah asyik ngobrol menghiraukan Arema dan Persebaya di televisi yang sudah mulai kick off sepuluh menit yang lalu.
"Iya, om. Apalagi sekarang para pemain pilarnya Arema masih banyak yang cidera. Lini depan ditinggal Dedik, bagian belakang juga nggak ada Alfarizi. Pasti berat."
"Kayaknya yang tanggung jawabnya paling berat ya kaptennya. Dia harus defends di lini belakang tapi juga kadang harus overlap bantuin nyerangan."
Nanon mengangguk membenarkan opini sang calon mertua.
"Kamu mau kripik pisang nggak, Non? Ambil gih." Ayah Ohm mengulurkan toples kripik pada Nanon.
"Iya om, makasih." Ujar Nanon sambil mengambil sedikit keripik yang ditawarkan padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SMA N 137 (OhmNon Version)
FanfictionCerita klasik tentang kakak kelas dengan adik kelas di tengah Masa Orientasi Peserta Didik Baru. Sudah pernah dipublish dalam versi Singto-Krist oleh author yang sama. Isi cerita sama dengan versi sebelumnya ditambah beberapa perubahan seperlunya d...