Bungsu Said

243 61 0
                                        

Ajun membuka pintu rumahnya dengan tidak sabar terlihat jelas jika wajahnya khawatir, Orang tua mereka sudah menunggu diruang keluarga.

Ajun membawa Idam duduk diantara mereka, sang mami mengambil kompresan dari es batu yang sudah disiapkan. Kembali mengompres luka Idam yang masih mengeluarkan darah.

"Kenapa bisa luka gini? Abang kamu jagainnya gak bener ini." ujar sang Mami sambil mengompres luka sang anak.

Idam menghela nafas, ia memutuskan akan mengeluarkan apa yang ada dihatinya tak peduli orangtua dan abangnya akan sakit hati, yang penting perasaan dia lega.

"Mi, bisa gak kalo adek yang salah mami marahin adek aja, kalo adek buat salah tuh, marahin adek, nasehatin, kasih tau yang bener gimana, bukannya malah marahin abang, kasian mereka mi, mereka gak tau apa-apa tapi tiba-tiba kalian marahin."

"Adek udah gede, udah paham yang baik yang mana yang gak gimana, kalo adek salah marahin adek hukum adek bukan abang. Adek yang salah bukan abang, kalo kalian gini terus kapan adek dewasanya."

"Kalian sadar gak perlakuan kalian kayak gini ke adek secara gak langsung nyakitin hati abang." ujar Idam panjang lebar yang membuat Orang tua dan Abangnya terdiam.

Idam langsung membalut lukanya sendiri, lalu pergi ke kamar meninggalkan ketiga orang itu yang terdiam.

"Mami Papi, untung si adek punya pikiran gitu, gimana kalo dia mikir 'gue gak pernah salah' karena selama ini selalu kita belain, gimana kalo dia mikir 'lakuin apa aja yang gue suka, toh yang bakal kena hukum abang gue bukan gue', kita juga salah mi pi." ucap Ajun setelah hening beberapa menit.

Doyogi pulang kerumah dengan perasaan kesal

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Doyogi pulang kerumah dengan perasaan kesal. Sepanjang jalan masuk dia menghentak-hentakkan kakinya. Tak seperti biasanya, dia langsung masuk ke kamar tanpa menghampiri dan memeluk mamanya dulu.

"Adek kalian kenapa? Dia ada masalah? Kalian gangguin dia? Ayo jujur adek kalian kenapa." Tanya sang mama dengan nada sedikit tinggi.

Dobbyan hanya diam saja karena mereka juga tidak tau sang adik kenapa. Sedangkan Dobbi berpikir mungkin Doyogi marah padanya karena perkataan dia tadi.

Sampai waktu makan malam, Doyogi tidak juga keluar dari kamarnya. Meski diketuk beberapa kali tetap tidak ada sahutan.

Sang mama tentu saja khawatir, si bungsu tidak pernah seperti ini sebelumnya. Makan malam keluarga kecil itu sudah selesai namun sang mama masih menahan Dobbyan dan Dobbi.

"Kenapa adik kalian? Kalian jagain dia gak becus ya? Kok bisa gitu? Tugas kalian itu jaga dia, masa kalian berdua gabisa jaga dia?" Mama triplets itu kembali berbicara dengan nada tinggi.

Doyogi meski dilantai dua dapat mendengar semuanya. Dia yang memang muak, membanting pintu kamar dan turun ke tangga.

"Ma, Dobbyan sama Dobbi itu kembaranku bukan bodyguard atau baby sitter aku. Tugas mereka ya sekolah, belajar, main sama kayak aku. Kami cuma beda 15 menit bukan 15 tahun. Aku juga bisa jaga diri kayak mereka." Ucap Doyogi begitu saja, diujung matanya sudah terkumpul air mata. Siap tumpah kapan saja.

"Bisa gak kalian gak anggep aku bayi kalian? Bayi ceria yang selalu baik-baik aja? Pernah gak kalian tanyain aku gimana hariku? Gimana keadaanku? Pernah? Pernah gak mama tanyain aku kayak mama tanya ke Dobbi gimana hasil ujianku? Pernah gak mama tanya aku kayak mama tanya ke Byan lomba apa yang mau aku ikutin? Pernah gak kalian tanya apa yang aku suka?" Ucapnya lagi, kali ini dibarengi dengan air mata.

"Dobbi kamu sama aku cuma beda 15 menit, stop act like we're not the same. Aku juga bisa dewasa kayak kamu, stop anggap aku bayi. Byan, you're not my mother, aku bukan anak kamu stop ngurus aku terus, aku mau mandiri."

Anggota keluarga yang ada di meja makan itu hanya menatap kaget ke si bungsu. Tak berani berkata apa apa.

Setelah mengatakan itu, Doyogi kembali lagi ke kamarnya.

3DAM VS 3DOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang