Dandelion

222 55 0
                                        


Doyogi merasa tangannya digenggam terlalu kencang hingga dia merasa sakit. Dia segera sadar, Idam tidak baik-baik saja.

"Dam." Panggil Doyogi.

Tidak ada jawaban. Doyogi memanggil Idam lagi.

"Hm?"

"Tangan gue, sakit." Kata Doyogi mengangkat tangannya yang digenggam erat oleh Idam.

Idam melepaskan genggamannnya pada tangan Doyogi, dia dapat melihat pergelangan tangan Doyogi memerah, "Maaf."

Doyogi menggeleng pelan dan memberikan senyumannya. "Gaapa kok, santai aja yaa."

"Oiya maafin Dobbi juga dia lagi gak mood makanya ngomong gitu."

Idam hanya mengangguk, kemudian berjalan mendekati rerumputan yang tidak terawat, berjongkok memperhatikan tumbuhan disana.

"Lo suka?" tanya Doyogi ikut berjongkok disamping Idam.

Sekali lagi Idam mengangguk.

"Kenapa suka Dandelion? Itu cuma tanaman liar." ujar Doyogi.

"Walaupun tanaman liar, dandelion banyak manfaatnya, terus bunga dandelion melambangkan cinta, harapan, kesetiaan dan keceriaan."

Doyogi menatap Idam tidak percaya, pasalnya baru kali ini Idam berbicara panjang lebar padanya, dan sepertinya ia menyukai suara Idam.

"Emm terus apa lagi hal yang buat lo suka sama Dandelion?" Doyogi bertanya sambil menatap Idam yang berada disampingnya.

Idam menarik nafasnya perlahan, "Dandelion juga gak pernah nyalahin angin atau siapapun yang buat dia hancur dan terbang ke tempat baru yang belum tentu buat dia nyaman, dandelion gak pantang menyerah dan gue suka itu." jelas Idam panjang lebar, matanya masih menatap beberapa dandelion yang tumbuh.

"Hmm jadi lo mau hidup layaknya dandelion." tebak Doyogi, dan Idam hanya mengangguk kemudian berdiri memutuskan untuk mengambil bunga dandelion yang tertutupi semak belukar.

Idam berhasil mengambil bunga dandelionnya dan membawanya kepada Doyogi.

Doyogi terkejut, bukan karena Idam memberinya bunga dandelion tapi karena tangan Idam mengeluarkan darah.

"Dam lo berdarah." ujar Doyogi dengan panik.

Idam hanya menatap lukanya, dia bingung kenapa Doyogi panik.

"Dam kenapa lo gak teriak? kenapa lo gak nangis? ini luka loh." Doyogi masih panik, untung saja ia selalu membawa kotak P3K, dengan cepat ia menarik Idam ke keran yang memang tersedia disamping kelasnya, setelah membersihkan tangan Idam, Doyogi mulai membalut luka ditelapak tangan Idam yang bisa dibilang lumayan dalam, selama Doyogi mengobatinya tidak ada ringisan yang terdengar dari Idam, Idam hanya menatapnya datar.

Doyogi terlalu serius dengan Idam begitupula Idam yang hanya menatap Doyogi, mereka berdua tidak menyadari jika saudara kembar mereka mendekat.

"Dam, kalo mau nangis, nangis aja." ujar Doyogi yang membuat langkah empat orang itu berhenti, guna mendengar apa yang akan dikatakan kedua bungsu itu.

"Kenapa harus nangis?" tanya Idam polos.

"Karena lo luka, lo sakit." Jawab Doyogi.

"Tapi gue gak sakit."

"Dam ini luka dan ini sakit loh." Doyogi bersikeras memberitahu Idam bahwa itu luka dan sakit.

"Tapi gue gak sakit Gi." ucapnya dingin membuat Doyogi terdiam.

Luka yang Idam dapatkan lumayan dalam, apa ia hanya sengaja menahan sakit agar terlihat keren.
Doyogi pun sengaja memencet luka Idam, kalau sakit Idam pasti akan berteriak sebab sekarang darahnya kembali mengalir.
Tapi Idam hanya diam saja menatap datar Doyogi yang masih memegang tangannya. Doyogi terdiam, ia menyadari ada yang salah dari Idam.

"Dam, ini luka dan lo gak sakit?" lagi-lagi Doyogi bertanya.

Idam hanya menggeleng.

"Jagan ditahan ya, kalo mau nangis ya nangis aja." Doyogi berkata lembut pada Idam.

"Kenapa harus nangis?" tanya Idam lagi kini menatap mata Doyogi.

"Karena luka, terus ini sakit." Jawab Doyogi lembut.

"Apa kalo nangis lukanya bisa langsung sembuh?" Idam kembali bertanya.

"Ya enggak sih tapi kan nunjukin kalau luka itu sakit."

"Emang harus ditunjukin kalau gue lagi ngerasa sakit?"

Doyogi terdiam.

"Emang apa gunanya kalau orang-orang tau gue lagi sakit?".

Doyogi lagi-lagi terdiam, ia kembali membalut luka Idam.

"Dam..its okay to be sad gapapa kalau sedih, gapapa buat marah, lo gak harus ceria terus lo gak harus pendam semua apa yang lo rasa." ucap Doyogi setelah hening beberapa saat.

Idam tersenyum lalu mengusap kepala Doyogi dengan tangannya yang tidak luka.

"Iya lo juga ya, its okay to be sad, lo gak harus ceria terus." Ucapnya menirukan kata-kata Doyogi, lalu berpamitan pulang bahwa Ajun sudah menjemputnya.

Doyogi merenung, masih memikirkan kenapa bisa Idam tidak merasakan sakit padahal terluka. Lalu Doyogi teringat saat Idam melambaikan tangannya tadi, Doyogi terkesiap, bukan kah dia sudah mengobati Idam, lalu kenapa lukanya masih mengeluarkan darah.

3DAM VS 3DOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang