Debat

250 55 0
                                    

"Ya kalo gitu caranya usaha kita selama tiga tahun sia-sia dong kalo ditentuin cuma dari hasil 3hari UN." Ujar Dobbyan sambil menatap Damaru lalu tak lama mengalihkan lagi pandangannya.

"Bukan gitu, tapi kan itu prosedur udah ditentuin kayak gitu, kalo mau lulus ya harus ikut UN." Sahut Damaru tenang sambil menatap Dobbyan.

Kalau kemarin Dobbi dan Arvedam seleksi untuk lomba cerdas cermat, hari ini Damaru dan Dobbyan terpilih sebagai kandidat untuk lomba debat.

Dobbyan dan Damaru terus mendebatkan kenapa kelulusan harus ditentukan dengan UN. Keduanya kini berada disatu kelas kosong bersama dengan beberapa murid lain yang dipilih untuk lomba debat.

Damaru selalu menanggapi semua hal yang dibicarakan oleh Dobbyan, matanya menatap lembut Dobbyan yang sedang menyuarakan apa yang ada dipikirannya. Dobbyan belum berubah masih manis dan selalu manis dimata Damaru.

Dobbyan tau Damaru memperhatikannya tapi ia mencoba mengabaikan itu walau jantungnya kini berdetak lebih cepat dari biasanya.

Damaru dan Dobbyan terus berdebat membuat guru dan siswa lain berminat menonton keduanya, Dobbyan dengan segala gagasan dan Ide yang bagus yang menurut mereka sulit untuk didebat tapi dengan mudahnya dipatahkan begitu saja oleh Damaru.

"Ya tapi kan..." ucapan Dobbyan terpotong saat pintu kelas terbuka, semua mata dalam ruangan melihat kearah pintu guna mencari tahu siapa gerangan yang sudah mengintrupsi mereka.

"Abang, gak mau pulang?" tanya Idam, menyembulkan kepalanya dari balik pintu yang terbuka tidak telalu lebar.

Seketika mereka melihat jam, sudah jam 5 sore, harusnya mereka selesai dari jam 3 tadi.

"Okee anak-anak kita lanjutkan lusa ya." ujar Ibu Ranti kemudian mengajak anak-anaknya pulang, mereka langsung membereskan barang-barangnya kemudian keluar kelas satu persatu.

"Udah nunggu lama?" Damaru bertanya sambil menghampiri Idam yang berdiri menyandar pada tiang.

Idam hanya menggeleng kemudian Damaru mengelus sayang surai Idam, "Yaudah ayok pulang." Ajaknya sambil menggegam tangan Idam, Idam tersenyum lalu beranjak mengikuti langkah Damaru.

Baru lima langkah, Idam menghentikan kakinya, melepaskan genggaman Damaru lalu berbalik pada Dobbyan yang memang sedari tadi ada dibelakang mereka. Dobbyan menghentikan langkahnya menatap Idam dengan pandangan bertanya, Idam tak mengatakan apapun, ia hanya menarik tangan Dobbyan menggandengnya agar berjalan bersamanya, Damaru melihat hal itu. Ada rasa tak suka saat adiknya itu menggenggam tangan Dobbyan, tapi ia tak bisa marah.

"Nah udah ayok jalan." ujar Idam sambil menggegam tangan Damaru dengan tangan kirinya.

Mereka jalan dalam diam, Idam berada diantara Damaru dan Dobbyan, tak ada yang berbicara satupun, hanya saling bergandengan tangan.

"Kita udah kayak keluarga bahagia gitu ya." Celetuk Idam yang membuat Dobbyan dan Damaru menatapnya.

"Maksudnya?" Keduanya bertanya bersamaan.

Idam melirik Dobbyan dan Damaru bergantian, jangan lupakan ekspresi julidnya.

"Ini Mamih." ujar Idam sambil mengangkat tangannya yang memegang tangan Dobbyan.

"Ini Bapak." tambahnya sambil mengangkat tangan yang memegang tangan Damaru.

"Idam anaknya gitu?" tanya Dobbyan ikut dalam imajinasi Idam, entahlah dia bahkan tidak protes saat Idam memanggilnya mamih.

"Bukan, Idam bukan siapa-siapa." jawab Idam yang membuat dua orang itu menghela nafas.

"Dam, masa Mamih sama Bapak, gak cocok lah gak nyambung." Damaru menyuarakan pendapatnya.

"Gaapa, biar keren, kita kan keluarga anti mainstream." jawab Idam.

"Lah tadi katanya bukan anaknya sekarang bilang kita keluarga." protes Dobbyan.

"Ohh iya lupa." jawab Idam dengan cengirannya.

Mereka sampai didepan sekolah, menunggu jemputan. Seperti kembali pada masalalu baik Damaru dan Dobbyan terdiam, mengingat bahwa hal ini pernah terjadi pada keduanya.

"Mamih belum dijemput ya? Kita anter aja ya." Idam berucap pada Dobbyan yang masih duduk didepan pos satpam.

Beda, kalau dahulu Damaru tidak bertanya padanya, lelaki itu hanya diam sambil menunggunya dijemput, sedangkan Idam bertanya dan menawarinya.

"Ehh gapapa Dam, bentar lagi juga datang kok." tolak Dobbyan halus, ia tak enak.

Selama ini ia dan Idam memang tak ada terlibat pembicaraan apapun, dikelas Idam terkenal dengan sifat diam dan cueknya. 3Dam memang cuek hanya saja Idam lebih diam dan lebih cuek daripada Damaru dan Arvedam. 
Selama ini juga ia hanya terlibat adu mulut dengan Damaru, bahkan hal sepele sekalipun bisa membuat keduanya berdebat.

Dobbyan mengecek ponselnya, dan seperti yang lalu, ponselnya mati karena habis daya, ia tidak bisa menghubungi sang Kakak yang harus menjemputnya.

"Lowbatt ya? Udah ayok kita anter pulang, gak diculik kok gak." Idam kembali berucap mencoba menawarkan jasa pada Dobbyan.

Dobbyan melihat sekitar dan menatap langit yang hampir menggelap, akhirnya dia menganggukan kepalanya menerima tawaran Idam.

Dobbyan memasuki mobil berwarna night black itu, setelah Idam bertanya dimana rumahnya merekapun berjalan meninggalkan sekolah.

Sepanjang perjalanan menuju rumahnya, Dobbyan hanya diam, disampingnya ada Damaru, didepan ada Idam bersama Abangnya yang sedang menyanyi.

Dobbyan tersenyum melihat tingkah Idam, Damaru melihat itu ikut tersenyum, perlahan Damaru mendekatkan dirinya pada Dobbyan, "Suara Idam bagus ya."

Damaru berbicara yang membuat Dobbyan terkejut dan refleks menoleh kearah Damaru, tak disangka hidung keduanya bertabrakan membuat keduanya mengaduh karena terkejut.

"Euuyy kalo mau berzina jangan disini, ada anak kecil nih." ujar Ajun yang membuat wajah Damar dan Dobbyan memerah. Idam sendiri hanya tertawa saja melihat itu lalu melanjutkan nyanyiannya.

"Emm, anu Idam, Abang, sama ... Damar makasih ya udah nganterin saya pulang." ucap Dobbyan saat mobil itu berhenti tepat didepan rumahnya.

Idam dan Ajun mengangguk, sedangkan Damaru sebisa mungkin menahan senyumnya. Setelah melihat respon dari Idam dan Ajun, Dobbyan membuka pintu dan turun dari mobil, melambaikan tangan saat mobil audi Q8 itu meninggalkan pekarangan rumahnya.

"Ciee nganter doi ciee." Goda Idam pada Damaru yang membuat Damaru mencubit pipinya.

"Abang, lihat, Damaru melakukan tindak kekerasan terhadap Adek." Idam mengadu pada Ajun yang hanya ditanggapi tawa oleh Ajun.

Damaru sendiri hanya tertawa, kemudian menyandarkan diri pada kursi mobil, ia tersenyum karena mengingat bagaimana hari ini berjalan.

Tuhan baik ya, begitu pikirnya sebelum memejamkan mata.

3DAM VS 3DOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang