MWB-45. Tragedi duel

2.1K 177 29
                                    

Jadwal pelajaran kelas Kina pada jumat pagi seharusnya adalah olahraga. Mereka memang sudah berada di lapangan serbaguna dan mengenakan seragam olahraga. Tetapi, kesan pelajaran olahraga sama sekali tak nampak di sana karena hampir semua anak malah main sendiri-sendiri dan sebagian yang lain malah membawa buku tugas BK.

Guru olahraga kelas 12 IPS sengaja tidak memberikan materi apa pun pagi ini dan membiarkan siswanya bersenang-senang dengan cara mereka. Ini dilakukan karena kurang dari dua bulan lagi mereka akan menempuh ujian nasional dan minggu depan mereka akan melakukan praktik ujian sekolah yang sepertinya hanya formalitas. Tidak ada dalam sejarahnya siswa tidak lulus praktik olahraga, selemah apa pun orangnya. Jadi, baik siswa maupun guru sangat santai dalam menghadapi ujian yang akan datang.

Tetapi beda halnya dengan kelas IPA di lapangan sebelah, yang juga merupakan kelas Hayom. Mereka masih mendapatkan materi mengoper bola voli. Disiplin, khas anak IPA seperti biasa.

"Apa Cuma gue yang ngerasa kalau anak IPA yang cowok lagi lihatin kita?"

Suara penuh selidik itu membuat tujuh kepala yang berada di pinggir lapangan kompak menoleh ke arah lapangan sebelah.

"Kok kayak iya sih?" sahut Sandra sekembalinya dari mengamati lapangan sebelah.

"Duh gue jadi ge-er, nih." Dewi terkikik bersama yang lain sambil mata mereka melirik-lirik ke arah cowok-cowok IPA yang lagaknya sedang bermain voli namun banyak dari mereka yang bergerombol dan membicarakan sesuatu sambil memandangi gerombolan cewek-cewek IPS.

Dan tawa para anak IPS pecah saat melihat gerombolan cowok IPA itu mendapatkan geplakan yang keras dari Hayom hingga suara mengaduh terdengar. Satu dari mereka bahkan mendapatkan ciuman keras dari bola voli di kepalanya.

Kina yang melihat itu ikut terkekeh tapi kemudian hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala.

"Kalian mending duduk aja deh, jangan berdiri di situ." Dafa memperingatkan tak jauh dari tempat mereka di pinggir di lapangan. Berbeda dengan yang lain, sepertinya hanya Dafa yang serius berlari memutari lapangan sejak tadi.

Vivi yang juga di sana memberikan senyum penuh arti pada Dafa, lantas menuruti duduk lesehan di atas rumput yang baru saja dipotong. Beberapa kali Vivi mendengar percakapan anak laki-laki mengenai perubahan tubuh Kina yang spektakuler. Pubertas yang dialami Kina benar-benar berhasil. Tidak hanya membuatnya menjadi lebih cantik tapi juga tubuhnya membentuk sesuai dengan kata ideal. Ya meskipun sampai saat ini Vivi juga merasa heran bagaimana itu bisa terjadi begitu signifikan.

Dan tadi posisi Kina, jika dilihat dari lapangan sebelah memang menyamping sehingga pasti mereka bisa melihat dengan jelas setiap lekukan yang ada. Apalagi, seragam olahraga Kina lebih kecil dibandingkan seragam biasa. Jadi, Vivi tahu alasan Dafa menyuruh mereka duduk saja daripada berdiri.

Sebenarnya Vivi cukup heran karena sepertinya Kina tidak sadar kalau dirinya kerap menjadi bahan perbincangan akhir-akhir ini. Temannya itu bersikap biasa, bahkan ketika ada adik kelas yang terang-terangan mengatakan kalau mereka suka dengannya pun Kina masih tetap cuek.

Tapi mungkin itu karena efek pak Dirga, sih. Makanya, Kina tidak meladeni cowok lain yang mendekatinya. Termasuk Dafa yang sudah memberikan sinyal dari awal tahun kelas 12. Vivi kadang merasa kasihan pada Dafa, karena sepertinya cowok itu tulus memberikan rasa pada temannya. Tapi, Kina benar-benar jahat, dia bahkan tidak mau mengerti sedikit pun rasa itu dan tak memberi celah sedikit pun. Tapi wajar sih, kalau yang dijadikan tameng adalah pak Dirga dengan segala kesempurnaannya itu. Kalau dia jadi Kina, mungkin dirinya akan melakukan hal yang sama.

"Lo udah isi semuanya belum, Vi?" Sandra melengok ke buku tugas BK milik Vivi yang terbuka dan berdecak saat melihat belum ada satu pun huruf yang tertulis di sana.

MARRIAGE WITH BENEFITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang