6. precious

300 54 5
                                    

Sebelum pulang, Jay mengajak Naveera makan nasi goreng di dekat komplek rumah gadis itu. Sambil menunggu nasi goreng yang sedang dipesan jadi, Jay membuka pembicaraan.

"Mama punya bipolar, moodnya cepet berubah-ubah, tapi Mama gue gak gila, cuma memang mentalnya terganggu, Mama gampang depresi," ujar Jay. Naveera menatap Jay yang duduk di hadapannya. Gadis itu diam tapi mendengarkan Jay dengan seksama.

"Papa ngirim Mama ke rumah sakit jiwa, karena katanya Papa gak mau ngurusin sendiri. Papa sibuk sama dirinya sendiri dan perusahaan, gak peduli sama Mama," lanjutnya dengan senyum dan tatapan penuh luka, entah kenapa Naveera dapat merasakan 'luka' yang Jay punya.

"Gue gak bisa ngelawan Papa, walau sebenernya gue pengen, tapi gue gak bisa, Ra. Karena gue cuma anak sekolah yang masih butuh biaya dari Papa," Jay masih melanjutkan ceritanya.

"Papa ngancem gue, kalau gue ngelawan Papa, Papa gak akan biayain hidup gue dan Mama. Gue gak mau, karena Mama udah gak kerja, jadi harus dibiayain Papa. Terus juga gue harus sekolah, supaya nanti gue bisa jadi orang sukses dan bisa hidup bahagia sama Mama. Makanya gue gak bisa ngelawan, karena memang masih bergantung sama Papa," Jay menghentikan ucapannya sejenak.

Ia tersenyum kecut, melepaskan tatapannya dari Naveera dan melanjutkan ucapannya. "Jujur, gue benci sama Papa, Ra."

Naveera mengernyitkan keningnya, dan bertanya, "Loh kenapa, Jay?"

"Papa punya wanita lagi, haha."

Betapa terkejutnya Naveera sampai ia menutup mulut dengan tangan kanannya.

"Jay..." Naveera menatap Jay dengan tatapan sayu, entah kenapa ia merasa hatinya sakit, seolah-olah bisa merasakan apa yang Jay rasakan.

"Terus gimana? Mama lo... tau soal ini?" Naveera bertanya dengan sangat hati-hati.

Jay menganggukkan kepalanya. "Tau, Mama tau. Papa selingkuh itu salah satu alasan kenapa Mama depresi waktu itu, Ra."

Naveera benar-benar baru tahu kalau Jay memiliki kisah yang cukup suram.

Mungkin orang-orang melihat Jay itu sebagai seorang anak yang beruntung dan bahagia karena dari keluarga kaya, apapun yang Jay mau, Jay bisa dapatkan itu, dan hidupnya bahagia. Namun orang-orang itu hanya melihat luarnya saja, mereka tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi dalam kehidupan Jay yang sesungguhnya.

Ibaratnya banyak orang melihat hidup Jay itu berwarna-warni, namun sebenarnya hidup Jay itu monokrom, hitam putih.

Hanya sedikit orang yang mengetahui soal itu, dan Naveera salah satunya.

"Ra, Jujur kadang gue capek, mau nyerah. Tapi lagi dan lagi gue liat Mama gue, kalau gue nyerah, Mama akan terus menderita. Jadi gue bertahan sampai sekarang itu karena Mama."

"Ra, doain gue ya, semoga gue beneran kuat sampai akhir," ucap Jay sambil tersenyum tipis. Naveera bisa melihatnya, iya, melihat senyum Jay yang menyimpan banyak 'luka'.

Naveera bangkit dari posisinya lalu duduk tepat di sebelah Jay. Gadis itu menghadap ke arah Jay dan merangkul sembari menepuk-nepuk pundak lelaki itu.

"Jay, gue doain yang terbaik buat lo dan Mama lo. Kuatin pundak lo, kuatin mental lo, dan fokus sama tujuan lo untuk bikin Mama lo bahagia. Lo harus tabah, dan ikhlas jalanin semuanya. Lo gak boleh nyerah, karena suatu saat akan ada masa di mana waktu paling indah itu dateng untuk lo, akan ada masa di mana semua perjuangan lo selama ini terbayarkan dengan sesuatu yang lo mau dan bikin lo bahagia," ucap Naveera dengan sangat tulus.

"Jay, liat gue." Jay yang sedari tadi menundukkan kepalanya pun mengangkat kepala, dan menatap Naveera yang masih merangkul di sebelahnya.

"Makasih udah bertahan selama ini ya, lo hebat banget. You're the strongest person that i ever knew. You will get your happiness someday. Trust me." Naveera menunjukkan senyum terbaiknya, membuat Jay kembali tersenyum. Kali ini senyuman manis yang tulus.

felicity ; enhypen jayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang