1. Pertemuan pertama

565 42 2
                                    




Ting~

Suara dentingan yang berasal dari ponselku membuatku seketika membuka mataku. Aku dengan cepat meraih ponselku yang berada dimeja kecil disamping ranjangku. Aku mengerjapkan penglihatanku yang masih samar-samar akibat baru bangun tidur. Aku menghela nafasku pelan dan merapikan rambutku yang kusut khas orang bangun tidur seraya duduk dengan benar diatas tempat tidurku.

"Please..."- gumamku berharap mendapat kabar baik dari ponselku. Aku berdoa sejenak sebelum membuka pesan yang masuk diponselku. Dengan ragu-ragu, aku membuka isi pesan tersebut sambil menutup mataku, lalu perlahan-lahan kubuka mataku untuk membaca isi didalamnya.

"Heuh.."- aku kembali menghela nafasku dengan pasrah dan melempar ponselku, untung saja ponselku jatuh tepat diatas bantalku. Aku mengacak-acak rambutku dengan perasaan kesal. "Gagal lagi ewhhhh..."-

Untuk kesekian kalinya aku lamaran pekerjaanku ditolak oleh perusahaan. Ini sudah yang ke-7 kalinya dalam dua bulan terakhir ini aku ditolak. Susah sekali mencari pekerjaan bagi fresh graduate sepertiku. Aku menghempaskan kembali tubuhku dikasur empukku.

"Sepertinya aku tidak akan pernah bisa meninggalkanmu."- gumamku kepada kasurku. Apalagi yang bisa dilakukan oleh pengangguran sepertiku selain rebahan diatas tempat tidur. Mau keluar juga aku tidak punya duit. Ya mau tidak mau, rebahan adalah pilihan yang tepat untuk seorang pengangguran jomblo sepertiku haha.

Ponselku kembali bergetar, namun kali ini menandakan adanya panggilan masuk. Aku meraih ponselku dengan malas dan langsung menerima panggilan tersebut.

"Hmmm..."- gumamku

"Na Yoo Ra!!!"- pekik seorang perempuan dari balik ponselku dengan suara cemprengnya, aku sedikit menjauhkan ponselku dari telinga.

"Apasih, pagi-pagi udah teriak aja."- dengusku merasa kesal pada temanku yang satu ini, Lee Sae Ron.

"Pagi? Kamu bilang pagi-pagi? OMG Yoo Ra.. pantes kamu pengangguran jomblo ngenes kalo jam segini aja masih kamu anggep pagi."- cerocosnya lagi, pedas sekali memang mulut si cempreng yang satu ini. -_-

"Nggak usah bawa-bawa kata pengangguran bisa nggak sih?"- balasku yang merasa sedikit terhina dengan kata-katanya, ya walaupun itu sebuah fakta T_T..

"Kenapa nelpon?"- tanyaku

"Gimana? Kamu diterima nggak ngelamar kerja di ..."-

"Nggak."- selaku sebelum ia menyebutkan nama perusahaan yang baru saja menolakku beberapa menit yang lalu. Aku mendengar Sae Ron terkikik meledekku, ya begitulah dia. Bukannya menghiburku, malah tertawa mengejekku. Ah, andai hidupku seperti dirinya, memiliki keluarga yang mempunyai perusahaan sendiri dan setelah lulus bisa langsung kerja disana. Tidak seperti diriku, kesana-kemari mencari pekerjaan namun selalu ditolak dengan alasan mereka ingin seseorang yang sudah berpengalaman. Hei, bagaimana bisa aku berpengalaman jika mereka semua menolakku? T_T

"Kayaknya, aku bakal balik ke Ulsan deh Ron."- gumamku, Sae Ron yang tertawa terlihat langsung berhenti.

"Lhoh, kok tiba-tiba banget?"- tanyanya.

"Ya mau gimana lagi, kalau dalam bulan ini aku nggak bisa kerja. Ya terpaksa balik ke Ulsan, aku kasian sama papa mama aku kalau harus minta duit buat bayar kosan lagi."- curhatku.

"Ih kok gitu sih, tapi katanya kamu pengen sukses di Seoul, kalo kamu ke Ulsan terus aku gimana? Aku gak bakal bisa punya teman jomblo ngenes kayak kamu lagi, yang galak, hobi makan, ih gamau.. jangan dong Ra.."- rengek Sae Ron diseberang sana.

Forbidden Rencard | Jeno LeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang