.
.
Aku baru saja balik dari perusahaan untuk mengadakan rapat. Aku juga bingung kenapa aku harus diikut sertakan dalam rapat. Mungkin karena aku sudah menjadi staff tetap, jadi.. ya gitu.
Hasil rapat hari ini adalah... comeback NCT Dream ditunda. Comeback direncanakan bulan depan. Tapi, semua jadi berantakan. Jeno masuk rumah sakit dan dipastikan nggak bisa langsung kerja dalam kurun waktu satu bulan kedepan. Mark juga masih dalam masalah yang semuanya nggak tau kenapa.
Satu lagi, Mark juga kerap menghilang entah kemana. Manager Yoon sampai dimarahi habis-habisan oleh atasan kami karena tidak bisa menemukan Mark. Aku jadi khawatir pada Mark. Aku juga baru sadar, setelah kejadian malam itu, dia tidak pernah lagi kulihat. Bahkan, dia juga tidak menjenguk Jeno.
Kami semua disuruh untuk diam dan memberi kabar jika melihat Mark. Kabar menghilangnya Mark jangan sampe terdengar keluar, terutama pada reporter dan fans. Ini bisa makin buruk.
Aku menghela nafasku. Aku berjalan dikoridor untuk menuju ruangan Jeno. Yap, dia masih dirumah sakit sekarang ini. Lagi-lagi, aku menenteng paper bag yang berisi makanan titipan Lee Jeno.
"Aaa—hmppp"-
Aku kaget bukan main saat seseorang menutup mulutku dari belakang dan menyeretku menuju tangga darurat. Dia membuka pintu, lalu mendorongku masuk ke sana.
Dia meletakkan jarinya didepan mulutnya—mengisyaratkanku untuk tetap diam. Dia memakai masker dan topi, tapi aku tau dia siapa. Aku mengangguk, pertanda bahwa aku tidak akan berteriak. Kemudian, dia melepas tangannya yang tadi membungkamku.
Dia melepas maskernya. Tidak salah lagi, itu memang dia—Mark Lee.
"Hai,"- sapanya, canggung.
"Apa deh. Kamu kayak baru kenal aku aja,"- kataku, "apa-apaan ini? Kamu mau nyulik aku?"-
Mark tertawa pelan sembari menggeleng.
Aku tersenyum, "terus? Kena—"-
"Maaf,"- sela Mark, "Aku nggak punya banyak waktu, Ra. Jadi, aku terpaksa bawa kamu kesini."-
"Kenapa? kamu mau pergi?"-
"Ada yang harus aku lakuin,"- jawab Mark, terlihat tidak meyakinkan.
Aku jadi takut Mark kembali melakukan hal yang tidak-tidak. Aku ingin bertanya lagi, tapi Mark sudah memegang kedua sisi bahuku.
"Ra, please, setelah ini jangan bilang siapa-siapa kamu ketemu aku ya? Kamu bisakan?"- pinta Mark dengan nada buru-buru. "Aku nggak bisa lama-lama disini, kamu bisakan?"-
"Kamu kenapa? Kenapa nggak boleh bilang? Kamu nggak tau semua orang pada nyariin kamu? kamu sebenarnya ngumpet dimana sih?"-
"Aku nggak kemana-mana. Jadi, please, bisakan rahasiakan ini?"-
"Nggak bisa,"- gelengku.
"Ra, please,"- desah Mark risau, "Please, kali ini aja, ya?"-
"Kamu sebenarnya kenapa sih? Kenapa risau gini?"-
"Kamu bisa rahasiakan pertemuan kitakan?"- ulang Mark.
Aku menghela nafasku, menatap kesembarang arah. Aku tidak tahu ada apa dengan semua orang yang ada didekatku. Kenapa mereka sangat suka memaksaku?
"Bisakan, Ra?"- sekali lagi, Mark meminta aku untuk merahasiakan pertemuan ini.
Aku akhirnya mengangguk pasrah. Mark menarik garis senyum dibibirnya, ia terlihat sedikit lega. Mark melepas pegangannya dibahuku. Dia mengambil sesuatu dari saku jaketnya—sebuah amplop. Dia memberikannya padaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Forbidden Rencard | Jeno Lee
RomanceLulus kuliah, apa yang harus kalian lakukan? Tentunya mencari pekerjaan, bukan? Ini kisahku, Na Yoora, sang freshgraduate yang sedang mencari pekerjaan di bidang PR Manager, tapi malah berakhir menjadi Asisten Idol. Daripada menjadi pengangguran, b...