-spin off (Jeno)

159 21 2
                                    

.

.

Aku menghela nafasku, seharusnya aku tidak menuju dapur tadi. Lihat, sekarang aku malah terjebak dengan gadis yang mabuk dan terus berkilah bahwa dia tidak mabuk.

"Yoora.."- aku menggoyangkan tubuhnya yang kecil didepanku, sepertinya ia sudah tidur. Tidur dalam posisi berdiri seperti ini?

Aku menggeleng kepalaku tak percaya, dengan sekali gerakan, aku menggendong tubuh perempuan yang berstatus sebagai asistenku ini. Ia dengan refleknya mengalungkan tangannya dileherku dan malah bersandar dengan nyaman dibahuku melanjutkan tidurnya.

"Astaga.."- seruku saat membuka pintu kamar, pintu kamar yang salah. Aku malah membuka pintu kamarku, bukan pintu kamar yang seharusnya Yoora tiduri malam ini. Aku mendapatkan diriku tertawa pelan sendiri, sedikit ada rasa aneh karena ada orang lain di apartemen ini—apalagi seorang perempuan.

Aku membiarkan pintu kamarku terbuka dan beralih pada kamar disebelahnya. Aku menyingkap selimut terlebih dahulu, sebelum membaringkan Yoora disana dengan hati-hati. Satu tanganku meraih tangannya untuk melepaskan pelukannya dileherku. Tangan kananku masih berada dibawah kepalanya, aku menariknya pelan-pelan berharap agar dia tidak terjaga.

Aku agak tersentak, saat Yoora malah membalikkan tubuhnya menjadi menghadapku. Matanya perlahan terbuka dengan sayu, ia mengulas senyumnya padaku. Posisiku agak sedikit tidak nyaman, karena kakiku panjang, aku sedikit berjongkong disamping ranjangnya dan tanganku juga masih nyangkut dibawah kepala Yoora.

"Kenapa?"- tanyaku saat melihat Yoora membuka matanya lebih lebar. Aku mengikuti pergerakan tangannya yang terangkat dan ia letakkan di pipiku.

"Kamu suka aku nggak?"- tanyanya sembari menatap setiap inci wajahku.

"Heh, ngomong apa sih."- aku agak kaget dengan pertanyaan konyolnya. Astaga, aku hampir lupa. Diakan sedang mabuk, pantes ngelantur gini.

Aku menoyor kepalanya pelan dengan telunjukku, "Nggak usah aneh-aneh. Ini udah malem."- aku memperingatinya.

Yoora malah terlihat terkekeh, jarinya bergerak menelusuri garis wajahku menuju rahangku. "Kenapa aku baru sadar ya, kamu ganteng."- ia kembali ngelantur. Aku akan bertaruh, dia pasti malu banget besok kalo sadar apa yang dia lakuin malam ini.

"Iya aku tau, kamu mungkin orang kesekian juta yang bilang aku ganteng."- pedeku, ya memang aku ganteng kan?

"Jeno.."- ia memanggil namaku dengan suara parau.

"Apa?"- sahutku, ingin kutarik tanganku yang masih nyangkut dibawah kepalanya, tetapi ia malah makin menekankan kepalanya diatas tanganku.

Aku menatap wajahnya, aku melihat ia mengeluarkan senyuman aneh. Tidak seperti senyuman yang biasa kulihat. Matanya tidak menatap mataku, melainkan menatap ke bagian bawah wajahku—mungkin bibirku?

Ia menarik wajahku dengan gerakan cepat, sampai-sampai tubuhku sedikit oleng. Untung saja satu tanganku dengan reflek memegang bagian sisi ranjang hingga aku tidak benar-benar jatuh dan malah menabraknya—em..ini sedikit berbahaya.

Aku seperti kehilangan kesadaranku beberapa detik, saat kurasakan ia benar-benar meletakkan bibirnya diatas bibirku.

Sebentar, dia—dia menciumku?



Hanya beberapa detik, kemudian ia menarik sendiri kepalanya menjauh dari wajahku. Ia menarik garis senyum tipis dari bibirnya sebelum kembali memejamkan matanya, meninggalkan aku yang masih hilang dari kesadaranku.

Aku menarik tanganku kasar dari balik kepalanya yang menindih lenganku, tidak peduli ia akan terganggu atau tidak. Tapi, kurasa ia tidak terganggu sedikitpun. Ia bergeming dari tidurnya, tubuhnya naik turun dengan teratur pertanda ia benar-benar terlelap.

Aku segera menarik diriku keluar dari sana, aku tidak bisa disana terlalu lama. Ini tengah malam, dan—apa yang baru saja dia lakukan?

Ah, Na Yoo Raa!!!!!

Aku masuk ke kamarku dan langsung melempar tubuhku ke kasur. Mataku menerawang langit-langit kamar, adegan beberapa menit lalu seperti terputar diatas sana dan membuatku meninju angin tak bersalah yang ada dikamarku.

"Aih, Yooraa, apa kupecat aja ya dia besok?"- aku berbicara entah pada siapa. Memang itu bukan ciuman pertamaku, tapi tetap saja aku kesal. Bagaimana bisa ia menciumku ketika mabuk seperti itu? Apakah ia memang punya kebiasaan mencium orang lain ketika mabuk, seperti Jisung?

Kini aku bertanya-tanya, berapa banyak orang yang sudah ia cium ketika mabuk seperti ini? Aku tertawa kecil, bukan tertawa karena lucu, tetapi karena kesal, memikirkannya saja aku kesal.

Memang sebuah keputusan bodoh membawa perempuan ke apartemen ini. Ah sudahlah, semua sudah terjadi. Aku menarik selimutku, menenggelamkan seluruh tubuhku ke dalam sana.

.

.

.

-tbc

HAHAHAHA Yoora bahaya banget kalo mode mabuk uhuk.

Forbidden Rencard | Jeno LeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang