21. chaotic

126 22 2
                                    


.

.

.

Rasanya dingin sekali. Aku berkali-kali menarik selimut menutupi tubuhku tapi rasanya tidak cukup. Rasa dingin ini benar-benar menusuk sampai ke tulang-tulangku. Mataku berat sekali untuk kubuka, juga kepalaku rasanya nyut-nyutan.

Aku tidak tau ini sudah jam berapa. Apakah sudah siang atau mungkin sore?

Tubuhku benar-benar lemah untuk turun keluar dari kamar. Aku lapar, tapi mulutku rasanya pahit. Setelah pulang tadi pagi dianterin Mark dan Jeno, aku langsung lanjut tidur karena aku benar-benar lelah.


~Tingnong...


~Tingnong..


Suara bel itu sungguh menggangguku. Tapi aku tidak bisa bangun. Badanku rasanya seperti tertimpa kerbau saking beratnya.

Kali ini, handphoneku yang berdering. Tanganku bergerak lemah mencari-cari handphoneku yang entah dimana. Dengan modal pendengaran, akhirnya aku bisa menemukannya.

"Hallo.."- bukaku dengan suara serak dan pelan.

"Hallo? Yoora? Kamu tidur?"- tanya seseorang dari seberang sana. Tentu saja aku sangat hafal dengan suaranya, Lee Jeno.

"Ya. Kenapa?"- balasku lemah.

"Suara kamu kenapa? Kamu sakit ya?"-

"Baru bangun tidur, jadi serak."-

"Masa? Yaudah. Bukain pintu, aku didepan nih."-

"wait."- balasku.

Ah, kepalaku jadi makin nyut-nyutan karena aku memaksa bangun. Aku meringis memegangi kepalaku yang rasanya ditusuk-tusuk. Apa migrainku kambuh lagi?

"Ra? Kamu kenapa?"-

"Ah, Jen. Kepalaku pusing banget, kamu masuk sendiri aja ya. Sandinya 1234."-

Jeno tidak menjawab, tapi aku mendengar suara pintu utama terbuka lalu terkunci lagi.

"Yoora??"- panggil Jeno didepan pintu kamarku, "Aku masuk yaa?"-

Aku hanya mengangguk lemah, walau aku tau dia tidak bisa melihatnya.

"Raa?"- panggil Jeno lagi.

Ck! Tinggal masuk aja lhoh Jeno. Aku nggak punya tenaga buat teriak.

Perlahan pintu kamarku terbuka, kepala Jeno menyembul dibaliknya. Aku yang duduk bersandar diheadboard ranjang hanya menatapnya tanpa ekspresi.

"Masuk aja."- kataku pelan.

Jeno membuka pintu kamar semakin lebar lalu melangkah lebih dekat padaku.

"Kamu kok pucat banget? Sakit ya?"- tanya Jeno.

Jeno meletakkan punggung tangannya diatas dahiku,

"Heh kok panas banget!"- ujar Jeno panik sambil meraba pipiku lalu leherku, "Eh serius Ra, ini panas banget. Ayo kerumah sakit."-

Aku menggeleng lemah.

"Cuma demam aja kayaknya Jen, nggak usah lebay."-

"Siapa yang lebay sih. Ini kamu panas banget, masak telor kayaknya mateng nih."-

"Kan, makin lebay."- aku terkekeh lemah mendengar ucapan lucu Jeno,

"Aku gapapa, paling gara-gara migrainku kambuh."-

Forbidden Rencard | Jeno LeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang