14. Seven Angels

162 28 2
                                    

.

.

.

"Aku suka kamu!"- kata Jeno cepat.



Aku mematung. Masih mencerna ucapan Jeno barusan. Apa? Dia bilang apa barusan? Dia—dia suka aku?

"I Love You, Na Yoora!"- lanjut Jeno lagi dan mendekatkan wajahnya padaku. Masih mematung, aku merasakan bibir Jeno mendarat dikeningku. Tidak lama, hanya sekilas.

Aku bisa mendengar keriuhan member Dreamis yang bersorak ria. Nyawaku serasa melayang entah kemana. Tentu saja aku shock.

Jeno... dia menyukaiku?



Kenapa?



"Beneran di cium. Padahalkan nggak usah sampe sejauh itu juga gapapa."- kata Jisung tertawa malu.

"Heh, tadi kalian suruhnya begitu. Gimana sih!!"- sahut Jeno mencak-mencak.

"HAHAHHAHA... Ya udah sih gapapa. Dapat kesempatan dalam kesempitan."- timpal Chenle tertawa.

Mereka bicara apa sih?

"Eh, kak Yoora, kok diem aja sih? Jangan-jangan dia kesambet.."- lanjut Jisung lagi.

Aku segera tersadar saat namaku disebut, "Hah? I-iya, a-apa?"- gagapku yang tidak tahu harus berkata apa.

"Ah Sorry ya."- kata Jeno, "Aku dapat Dare dari mereka. Nyuruh nyatain cinta ke kamu."-

"Hah? Dare?"- ulangku keheranan.

"Iya, dare. Ini cuman permainan."- terang Jeno.

Aku terdiam. Ja-jadi, aku hanya jadi objek permainan mereka?

Ku akui, kali ini kelakuan mereka benar-benar keterlaluan!

"Eh, jangan bilang... kamu beneran masukin ke hati apa yang aku bilang barusan? Aku cu—"

"Iya, tau. Cuma becanda kan?"- selaku menatap Jeno datar.

"Kali ini, bercandaan kalian keterlaluan, tau nggak?"- lanjutku lagi berbicara dengan nada datar. Aku menatap Member Dreamis lalu menatap Jeno sekali lagi, "Aku disini bukan jadi bahan percobaan atau mainan kalian. Kalian juga udah pada dewasa, harusnya tau mana yang boleh dibercandain mana yang nggak boleh."-

Selesai mengatakan itu, aku melangkah pergi. Jeno menahan pergelangan tanganku lalu menghalangiku dengan tubuhnya.

"Ra.. maaf dong. Jangan marah dong."

"Iya Ra, maaf dong. Masa gitu aja marah sih."- Haechan menimpali.

"Aku nggak marah. Emang aku punya hak buat marah sama kalian?"- kataku, melepas tangan Jeno dari tanganku.

"Aku mau bantuin staff lain buat persiapan makan malam kalian. Mending kalian semua istirahat sebelum lanjut syuting lagi nanti."- aku mendorong pelan tubuh Jeno yang menghalangiku dan langsung pergi menjauh dari mereka semua.

Marah?

Nggak kok, aku nggak marah!

Tapi aku kesal!

Bisa-bisanya mereka main-main dengan perasaan. Aku tau, nggak mungkin juga Jeno suka sama aku. Tapi tetap saja, jangan gituin aku dong.

Dia nggak tau aja bagaimana perasaanku yang akhir-akhir ini sering aneh ketika bersamanya. Rasanya senang. Dan aku nggak merasa kelelahan walau kami bekerja seharian. Mungkin, ini yang namanya nyaman. Sama yang seperti Jeno bilang tempo hari.

Forbidden Rencard | Jeno LeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang