29. love language

154 24 7
                                    


.

.

Aku sudah menawarkan diri untuk pulang bersama dengan Hina, tapi dia juga bersikeras menolak. Ditambah, Jeno juga merengek untuk menyuruhku tetap tinggal. Aku tidak tau tujuannya apa menyuruhku tetap disini setelah sedari tadi aku disini tidak ada hal yang penting yang kami lakukan.

"Kamu lapar ngga?"- tanya Jeno yang tidur telungkup di kasurnya.

"Nggak,"- jawabku.

"Aku kayaknya laper deh,"- ujar Jeno lagi.

"Lagi?"- kagetku. Ya gimana nggak kaget, kami tadi makan siang bertiga dan Jeno makan dengan porsi banyak. Ditambah baru ada satu jam yang lalu dia juga makan 3 piring dessert yang ada di kulkas rumahnya.

"Kenapa? Kamu takut aku gendut kalau makan banyak ya?"- tanya Jeno seraya bangkit menjadi duduk. "Terus kalau aku gendut, kamu nggak sayang aku lagi, gitu?"-

Aku menghela nafas sedikit tertawa. "Bukan gitu. Walaupun kamu lagi free, jangan lupa satu hal, kamu itu idol!"- tekanku. Mau bagaimanapun, penampilan adalah nomer satu untuk pekerjaannya.

"Iya iya!"- Jeno mendengus. "Kamu kenapa sih jauh banget duduknya, sini dong deketan,"- Jeno menepuk-nepuk kasur disampingnya.

Jujurly! Aku benar-benar nggak nyaman berduaan di kamar seperti ini dengan Jeno. Ditambah, kami duduk dikasur. Aku tau Jeno nggak akan melewati batas. Tapi tetap saja, gimana kalau orang tua atau kaka Jeno tiba-tiba pulang dan melihat kami berdua dikamar?

"Oiya, gimana tentang Hina tadi, kamu mau bantuinkan?"- tanyaku.

Jeno mengangguk. "Iya. Kamu nggak keberatankan?"- tanyanya sambil bergerak mendekatiku karena aku tidak kunjung bergerak dari posisiku.

"Keberatan? Kenapa juga aku harus keberatan?"-

Aku menahan nafas saat tangan Jeno memelukku dari samping. Kepalanya ia tumpukan diatas bahuku.

"Ya kan sekarang aku pacar kamu. Jadi, kalau kamu keberatan, aku bakal tolak kok."-

"Mana bisa gitu,"- sanggahku.

"Ya bisa lah!"- sahut Jeno cepat. Dia mengangkat kepalanya yang tadi bersandar dibahuku. Aku bisa melihat dengan ekor mataku kalau dia menatapku. "Karena kamu pacar aku,"- gumamnya.

Sumpah. Jeno kayaknya pengen bikin aku gila. Aku tidak dapat berkutik sedikitpun saat ia menarik tubuhku lebih kuat menempel padanya.

"Apa?"- tanyaku saat dia tiba-tiba diam menatapku dari samping.

"Kamu gugup ya?"- bisik Jeno.

Deruan nafas Jeno menabrak kulitku membuatku merinding. Aku menggeliat saat Jeno tiba-tiba meniup leherku. "Jeno geli!!"-

Dia tertawa lalu melepasku. Fiuh, akhirnya aku bisa kembali bernafas dengan benar.

"Kenapa sih gugup gitu. Biasanya aku kan juga nempel-nempel ke kamu."-

"Siapa yang gugup,"- bantahku.

"Tapi itu jantung kamu ribut banget,"- Jeno terkekeh.

"Ya kalau diem, berarti aku mati!"-

"Ih jangan dong..."- Jeno kembali memelukku membuatku menahan nafas kembali. "Aku belum mau jadi duda."-

Aku memukul tangannya. "Duda-duda. Kejauhan kamu ah!"-

Alih-alih kesakitan, Jeno kembali tertawa. Ia mengaitkan jemarinya di jemariku. Aku menatap tautan tangan kami di depanku.

"Jeno..."- panggilku. Ia berdehem disamping telingaku sebagai jawaban.

Forbidden Rencard | Jeno LeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang