10. Angel

171 25 4
                                    


.

.

.

"HA???"- pekik Jeno ngederin cerita sedih yang menimpa keluargaku barusan.

"Astaga. Yaudah, ayo, kita ke Ulsan sekarang."- Jeno masang Seatbeltnya lagi.

"Kita? Maksud kamu?"- tanyaku tak paham.

"Ya iya, aku temenin kamu ke sana."- jawab Jeno dengan begitu entengnya.

Kutatap Jeno dengan setengah heran, dia sadar nggak sih barusan dia ngomong apa?

"Jeno... kamu sadar nggak sih kamu ngomong apa barusan?"- tanyaku.

Jeno mengernyitkan keningnya, "Memang ada yang salah ya sama perkataan aku?"-

"Jen, aku mau ke Ulsan, kamu tau Ulsan dimanakan?"- aku mengulangi perkataanku dengan jelas, berharap Jeno paham maksudku.

"Iya aku tau, kamu mau ke Ulsan. Jadi, apa yang salah?"- sahut Jeno tampak kebingungan.

Aku menghela nafasku pelan, "Jeno, Seoul ke Ulsan bukan Cuma 10-15 menit perjalanan. Minimal butuh waktu 5 jam buat kesana, itupun kalo nggak macet."-

"Ah, bener juga. Mobil ini nggak cocok buat perjalanan jauh. Kita kerumah aku dulu deh, kita ganti mobil."-


Aku tertawa frustasi, ternyata daya serap Jeno lumayan pendek juga ya.


"Jeno.. maksud aku, kamu ngapain nemenin aku ke Ulsan? Kamu itu idol, kamu nggak bisa sembarangan pergi gitu aja. Lagipula, jadwal kamu besok gimana?"-

"Terus kenapa kalo aku idol? Apa seorang idol nggak boleh bantuin temennya yang lagi butuh bantuan?"-


Jawaban Jeno sukses bikin aku sedikit terperanjat. Apa? Dia barusan bilang 'temen?' aku—nggak salah dengarkan?


"Dan mungkin kamu lupa, aku besok dan lusa nggak ada jadwal apapun alias free. Tadikan udah dikonfirmasi sama manager Yoon, pasti kamu ngelamun sampe nggak dengerin kan?"- lanjut Jeno berakhir memarahiku.

"Bagus deh kalo kamu libur, itu artinya kamu bisa istirahat yang banyak di rumah."- ujarku.

"Kamu barusan nolak aku?"- Jeno ngedatarin ekspresinya, "Padahal kita bukan baru kenal satu atau dua hari lhoh Ra, harusnya kamu paham kalo aku paling nggak suka ditolak."-

Aku ngebenerin posisi duduk aku agak ngehadap ke Jeno supaya lebih enak aja natap dia. "Bukan gitu Jeno. Aku bersyukur banget kamu respect sama apa yang lagi nimpa keluarga aku, tapi—"

"Cuma ada dua pilihan, kamu pergi ke Ulsan sama aku atau nggak sama sekali."- sela Jeno.

Selain tidak suka ditolak, satu hal lagi yang harusnya tidak aku lupakan tentang Jeno. Dia—suka memaksa.

"Okey, kita ke Ulsan."- aku mengalah, "tapi, kamu yakin sanggup nyetir sendirian? Aku nggak bisa nyetir lhoh."-

Jeno berdecih sambil tersenyum miring, "Mau ngeremehin aku? Biar aku tunjukin skill menyetir aku yang sesungguhnya."- seru Jeno ngidupin mesin mobil dan langsung tancap gas.

"Kita kerumah aku dulu ganti mobil."-

Aku Cuma ngangguk mengiyakan apapun yang Jeno katakan, bisa dikatakan pasrah. Yang terpenting sekarang aku bisa langsung pulang ke Ulsan untuk nemuin Papa.



__________


Forbidden Rencard | Jeno LeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang