12. "I'm comfortable with you."

167 31 6
                                    

.

.

.

Aku keluar dari kamarku, kulihat Jeno lantai atas sedang bermain game dikomputer besarnya. Aku menaiki tangga melingkar untuk menyusul Jeno. Jeno benar-benar fokus bermain sampe-sampe nggak sadar kalo aku berdiri dibelakang kursi gamingnya.

"Yes!!!"- Jeno bersorak merayangi kemenangannya. Ia melepas headset-nya lalu bersandar dikursi gamingnya sambil tersenyum penuh kemenangan menatap layar computer besarnya.

"Sesenang itu ya Jen?"- celetukku dari belakangnya.

Jeno kaget mendengar suaraku, ia memegangi dadanya sambil memutar kursinya kearahku. "Kamu.. sejak kapan disitu?"- Tanya Jeno,

"Ngagetin tau nggak!"- lanjut Jeno.

"Padahal aku nggak ada niat kagetin lhoh, jantung kamunya aja yang lemah huh."- ledekku

Jeno memejamkan matanya sebentar, "Ada perlu apa?"- tanyanya, judes.

"Harusnya aku yang nanya, ada apa? Tadikan kamu bilang kamu mau ngomong sesuatu."- ucapku mengingatkannya tentang tadi siang saat dilift.

Jeno menepuk jidatnya, "Oh iya. Ayo, kita kebawah aja."- ajaknya.

Jeno mematikan komputernya terlebih dahulu sebelum kami turun kebawah, menuju sofa.

"Kamu mau ngomong apa?"- tanyaku langsung, lebih ke penasaran sih.

"Sabar, belum juga duduk."- sungut Jeno yang memang masih berdiri, sedetik kemudian baru ia mulai menjatuhkan dirinya diatas sofa dihadapanku. Kami duduk berhadapan.

"Aku dengar, ini bulan terakhir kamu jadi asisten aku ya?"- Tanya Jeno.

Ah, ternyata masalah ini. Tidak terasa, beberapa hari lagi, pekerjaanku sebagai Asisten jeno memang sudah selesai. Seperti perjanjian awal, aku hanya akan menjadi asisten Jeno selama 4 bulan saja. Dan selanjutnya, aku akan mulai bekerja sebagai tim manager PR di SM Entertaiment.

Entah aku terlalu menikmati atau bagaimana, rasanya waktu begitu cepat berlalu.

"Ra?"- Jeno memanggilku.

"Hah? Iya?"-

"Ditanyain malah ngelamun."- dumel Jeno sambil berdiri, aku mendongak mengikuti pergerakan Jeno yang ternyata malah pindah untuk duduk disampingku.

"Kok kamu nggak bilang kalau kamu cuma kerja 4 bulan disini?"- cecar Jeno lagi.

"Ya emang kenapa?"- tanyaku balik, "Jangan bilang, kamu nggak rela yaaa aku pergi? Iyaaa kan??"- ujarku lagi dengan nada meledeknya.

"Iya."- jawab Jeno dengan tampang serius.

Aku kaget. Padahal aku hanya niat menggodanya, tetapi kenapa ia malah seserius ini? 

"Tenang. Kalau kamu rindu aku, kamu bisa temui aku kapan aja. Aku kan masih kerja di SM."- balasku setenang mungkin.

"Tetap jadi asistenku aja ya, kamu mau kan?"- pinta Jeno. "Bukannya apa-apa, aku capek kalo harus beradaptasi lagi dengan orang baru."-

"Kamu mungkin tau, aku udah berkali-kali dikasih asisten pribadi, tetapi semuanya kabur sebulan setelah mereka kerja. Cuma kamu yang bertahan sampe 4 bulan kerja disamping aku."- lanjut Jeno.

"Aku nggak tau, apa memang sesulit itu ya kerja bareng aku? Kenapa orang-orang pada nggak sanggup untuk ngurus aku. Apa aku semenyebalkan itu?"- Jeno menunduk menatap lantai dengan tatapannya yang terlihat—sedih?

"Hei.. kamu kenapa?"- aku menyentuh pundak Jeno. Tidak biasanya Jeno berbicara seserius ini.

"Jangan tinggalin aku."- katanya lirih namun datar, dan masih menatap lantai.

Forbidden Rencard | Jeno LeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang