35. We done!

153 21 11
                                    


Seperti hari sebelumnya, aku lebih banyak menghabiskan waktu di perusahaan. Yang pasti, aku kerja ya sambil pacaran. Tidak ada kejadian-kejadian diluar nalar yang terjadi antara aku dan Jeno. Kami baik-baik saja—setiap hari.

"Yoora..."

Aku berbalik saat mendengar namaku terpanggil. Lelaki dengan lengan kemeja tergulung itu tersenyum saat mendapati aku menatapnya.

"Bisa keruangan saya sebentar?"- tanyanya.

Aku terdiam beberapa detik, sebelum akhirnya mengangguk.

"Siap, pak."- jawabku kemudian.

Ia pergi mendahului dan aku mengekorinya dari belakang. Dalam hati, aku bertanya-tanya, kenapa ya Manager Yoon tiba-tiba menyuruhku untuk keruangannya.

Dalam perjalanan menuju ruangannya, aku terus berpikir, apakah aku melakukan kesalahan atau apa, ya?

Melihat ekspresi muram Manager Yoon, jujur aku sedikit khawatir. Walaupun, sampai detik dimana aku sudah duduk dihadapannya, aku tidak menemukan kesalahan apa yang sudah aku lakukan. Atau mungkin, aku tidak sadar?

Manager Yoon terlihat memakai kacamatanya lalu membuka lembaran kertas di atas mejanya. "Kabarnya gimana Yoora? Baik?"- dia bertanya disela-sela kegiatan kecilnya.

Dahiku berkerut samar dengan sendirinya, agak aneh rasanya mendengar pertanyaan Manager Yoon.

"Eum, ya pak, saya baik."- aku akhirnya tetap menjawab.

Dia mengangguk, walau matanya masih sibuk dengan kertas didepannya. Tidak lama, dia mengambil satu lembar kertas lalu memberikannya padaku.

"Ini apa ya pak?"- tanyaku spontan.

"Surat cuti."-

"Ya?"- aku kaget sekaligus bingung. Kenapa tiba-tiba aku dapat surat cuti? Aku berkedip cepat seiring berpikir, tapi aku tidak menemukan jawaban.

"Surat... cuti? untuk apa ya pak?"- tanyaku lagi tak mengerti.

Dia bersandar pada kursinya dengan gelakan tawa kecil, "Ya buat cuti dong."-

Aku terdiam lagi—membaca ulasan yang tertulis dalam kertas yang kini berada ditanganku.

"Ke—kenapa?"- tanyaku, "Kenapa saya tiba-tiba disuruh cuti?"- lanjutku tak mengerti.

"Kamu nggak senang dapat libur, Yoora?"-

"Bukan nggak senang, pak. Tapi, saya nggak ngerti ke—"-

"Nggak usah dipikirin. Yang penting, selama seminggu kedepan, kamu bisa bebas kemana aja atau ngelakuin apa aja tanpa mikirin kerja. Kenapa dibikin bingung sih? Biasanya staff-staff lain pada kegirangan dapat cuti, kamu kok malah bingung."- Manager kembali menarik dirinya mendekat pada meja. Tangan kanannya membuka laci didepannya lalu mengeluarkan amplop putih dan ia menyodorkannya padaku. "Ini gaji tambahan karena kamu selama ini kerjanya bagus dan sangat maksimal. Tetap pertahankan! Kamu bisa pulang cepat juga hari ini, selamat."- manager Yoon kini menjulurkan tangannya padaku.

Aku tersenyum tipis menerima uluran tangan manager Yoon. "Terimakasih, pak. Saya akan terus bekerja semaksimal mungkin."-

Manager Yoon tersenyum seraya mengangguk kecil. Kami melepas jabatan tangan singkat kami. Kemudian, aku izin pamit dari ruangannya.

"Yoora..."-

Aku menoleh di ambang pintu, "Ya, pak?"-

"Apa kebetulan... kamu punya pacar?"-

"Iya, pu—"- aku mendadak mengerem lidahku untuk tidak melanjutkannnya. Aku berdehem kecil sebelum kembali menjawab pertanyaan manager Yoon, "Nggak, pak. Nggak punya."- jawabku berbohong.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 08, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Forbidden Rencard | Jeno LeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang