24. confess

106 22 4
                                    



.

Aku melangkah mendekat pada Jeno. "Ayo masuk. Kalau manager Yoon tau, aku bisa dimarahin."

"Kamu benar-benar nggak punya perasaan apa-apa sama aku?"-

"Ayo masuk!"- ajakku lagi.

"Sedikitpun?"-

"Jeno—"-

"Kamu bohongkan Ra?"-

Aku menghela nafasku, Jeno benar-benar tidak mengubris ajakanku untuk masuk.

"Atau sebenarnya kamu suka sama Mark?"- tuduhnya.

Aku mengernyit mendengarnya, "Kenapa malah bawa-bawa Mark sih?"- desisku tak suka.

"Kenapa? Sebenarnya lucu juga kan, tiba-tiba kamu care banget sama dia. Dia bahkan sering main ke apartemen kamu, nangis ke kamu karena masalahnya, terus kamu juga selalu jadi orang pertama yang nolongin dia. Apa dibelakang ini sebenarnya memang kalian punya hubungan?"- lanjut Jeno.

"Kamu ngomong apasih,"- ujarku lumayan kesal dengan ucapan Jeno. "Semua yang terjadi antara aku dan Mark itu cuma kebetulan. Dan, aku juga nggak punya perasaan apa-apa sama dia."-

"Terus kenapa kamu lebih peduliin Mark daripada aku?!!"- bentak Jeno tiba-tiba. Aku kaget saat dia berbicara dengan nada tinggi seperti itu padaku.

"Terserah Jeno terserah! Aku mau masuk. Kalau kamu mau disini, silahkan!"- putusku. Aku memilih untuk memutuskan perdebatan ini agar Jeno bisa ikutan masuk. Cuaca diluar benar-benar dingin. Jadi, aku berinisiatif untuk masuk duluan berharap supaya Jeno mengikutiku.

Aku berjalan mendahului Jeno untuk bisa masuk kedalam gedung lagi. Hina yang tadinya berdiri disana langsung lari saat melihatku berjalan memasuki gedung.

Tapi, sepertinya tidak ada tanda-tanda Jeno mengikutiku. Aku berhenti dan berbalik, kulihat Jeno masih betah berdiri dibawah lebatnya salju. Aku lagi-lagi menghela nafasku lelah. Lelaki itu benar-benar keras kepala.

"Kamu mau disitu sampai kapan ha?!"- tanyaku setengah berteriak.

"Sampai kamu jujur ke aku!!"-

"Kalian ngapain?"- tiba-tiba Jaemin datang, "—astaga! Itu anak ngapain? Main salju?"- pekiknya.

Bagus juga Jaemin datang.

"Nggak tau, batu banget disuruh masuk."- aduku.

Jaemin langsung berlari menembus Salju lalu menyeret Jeno masuk kedalam bangunan rumah sakit lagi.

"Aku tau kamu suka sama salju pertama, tapi ya ga gini juga. You itu pasien! Jangan ngadi-ngadi ya Lee Jeno,"- omel Jaemin.

Lagi-lagi, Jeno tidak mendengarkan Jaemin. Dia malah menatapku datar, lalu menghentakkan tangannya dari Jaemin dan pergi begitu saja.

"Kenapa lagi sih tuh anak, pms?"- komentar Jaemin menatapku.

Aku mengangkat bahuku malas. "Aku mau pulang,"- kataku melangkah pergi.

"Lhoh kok? Heh—Yoora! Na Yoora!"- Jaemin berteriak memanggilku. Dan kemudian aku mendengar suara langkahnya yang setengah berlari menyusulku.

"Kalian kenapa sih? Abis berantem ya?"- tanya Jaemin berjalan sejajar denganku.

"Nggak,"- jawabku singkat.

"Berarti iya!"-

"Apasih. Kan udah dibilang nggak!"- kesalku, "Aku mau pulang, bye!"-

"No! nggak boleh."- Jaemin menahanku. "Urus dulu masalahnya, baru boleh pergi."-

Setelah mengatakan itu, Jaemin langsung mendorongku untuk ikut bersamanya. Aku terus memberontak agar dia tidak menyeretku seperti ini. Tapi Jaemin terus mengoceh agar aku menyelesaikan masalahku dulu, baru boleh pergi.

Forbidden Rencard | Jeno LeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang