"Tidak ada rumah yang benar-benar rumah."
—————
Hari ini setelah pulang sekolah, Aluna berencana untuk menemui Abraham, ayahnya, di kantor. Sejak kebangkrutan bisnisnya waktu itu, Abraham berusaha keras membangun kembali kantornya dari awal. Kepulangan Abraham ke rumah bahkan bisa dihitung dengan jari. Dia terjaga setiap malam dikantor berharap bisnisnya bisa kembali stabil.
"Pah!" Sapa Aluna saat melihat ayahnya sedang berkutat dengan komputer dan juga berbagai dokumen yang berserakan di depannya.
Hati Aluna sangat teriris melihat penampilan ayahnya yang sangat berantakan, tetapi dia tetap berusaha tersenyum setelah melihat ayahnya.
"Aluna, ngapain kamu kesini?" Tanya ayah Aluna dengan tangan yang masih sibuk mengetik.
Aluna tidak tahu ditanya seperti itu harus senang atau sedih. Jelas dia datang karena sangat merindukan ayahnya, dia tidak tega melihat ayahnya semakin kurus. Tetapi jika ayahnya pulang, bukan istirahat yang akan didapatnya, melainkan perdebatan hebat yang lagi dan terus terjadi dengan ibunya. Tidak ada kedaimaian, yang ada hanyalah kericuhan dan egoisme pada masing-masing pihak.
Abraham sedang berusaha keras untuk membuktikan kepada Rose, istrinya, bahwa dia bisa bangkit, tetapi sekarang Rose malah bersenang-senang dengan laki-laki lain. Dia sudah tidak peduli dengan Abraham maupun Aluna, Rose bersikeras untuk menggugat perceraian, tetapi Abraham tidak akan pernah menandatangani surat itu.
Abraham sangat mencintainya, dia berjuang demi istri dan anaknya. Mana mungkin dia mau menandatangani surat perceraian tersebut. Dia bahkan masih yakin bahwa Rose sebenarnya juga masih cinta, hanya saja keadaan yang membuatnya ragu.
Tetapi bagaimana bisa seorang istri meninggalkan suaminya dalam keadaan jatuh. Pada saat suami sibuk membangun kembali kehidupannya, istrinya malah sibuk mencari kebahagiaan lain. Perceraian tidak akan pernah terjadi, Abraham bersikeras mempertahankan keluarganya.
"Papah." Aluna memandangnya sedih, dia tahu senyum ayahnya itu hanya pura-pura.
"Aluna pulang dulu ya, maaf ganggu kerjaan papa. Oh iya, ini Aluna bawain soto perempatan, makanan favorit kita dulu. Jangan lupa dimakan ya! Bye Pah!"
Aluna berjalan menjauh keluar dari kantor yang dulunya sangatlah besar, sekarang mungkin hanya tersisa seperempat bagian saja. Abraham memandang soto yang dibawakan anaknya sembari tersenyum miris.
Tringg...
Dering telepon dari saku berhasil memecah lamunan Aluna.
Halo, Aluna lo di mana?
Habis ke kantor papah Jess, kenapa?Ihh sama... gue jadi lagi di kantor papah nih lagi makan bareng
Seru ya papah lo?
Banget dongg, gue tiap hari curhat-curhatan sama papah. Eh bentar, emang papah lo gak seru?
Aluna tersadar dengan ucapannya barusan,
Eh enggak, seru kok seru banget malah, ini gue juga abis makan soto bareng papah sambil cerita-cerita juga. Oiya lo kenapa telfon gue?
Eh iya lupa, entar malem keluar yuk! ke mall kita
Tapi gue nanti malem kerja
Yah sore dehh, entar malemnya gue anter ke tempat kerjaan
Okedeh
Sipp see u kang halu
Dih bukannya ell-,
KAMU SEDANG MEMBACA
MENGGAPAI SAMUDRA [END]
Teen Fiction"Jangan sentuh gue! radius lima meter!" Ucap Aluna kelabakan. Kakinya semakin melangkah mundur hingga punggungnya bertabrakan dengan pohon. Samudra mengangkat alis sambil menampakkan senyum misterius. "Dasar cewek gila!" Balasnya saat Aluna berlari...