"Akankah kamu tetap selalu ada meski nantinya akan tahu seperti apa aku sebenarnya?"
------------
Aluna mengejapkan matanya berkali-kali. Matanya perlahan menangkap seluruh isi ruangan yang tampak asing. Badannya terasa sangat remuk dan rasa pening memenuhi kepalanya. Dia merasakan ada benda yang tertempel di dahinya, kompres?
Tubuhnya masih belum bisa untuk bereaksi secara cepat. Aluna masih sangat lemas. Dia buang sementara pikirannya mengenai siapa pemilik rumah ini, karena yang paling Aluna butuhkan adalah air. Tenggorokannya begitu kering hingga tak mampu mengeluarkan suara sedikitpun.
Perlahan Aluna menyingkap selimutnya dan beranjak dari kamar yang interiornya bernuansa putih abu-abu itu. Dia berjalan keluar kamar sambil terus mengingat apa yang telah terjadi kepadanya. Dia tetap berusaha mengingat sampai langkahnya mendadak terhenti saat menemukan seseorang dengan kaos putih sedang memasak di dapur.
Dia memang hanya tampak punggung saja, tetapi Aluna tahu siapa orang itu. Samudra, dia sedang sibuk menyiapkan sesuatu di sana. Aluna tetap mematung di depan dapur sampai Samudra berbalik badan dengan membawa sepiring roti dan segelas susu.
"Aluna," guman Samudra. Dia langsung meletakkan piring dan gelas itu di meja makan kemudian segera menghampiri Aluna.
"Udah turun panasnya?" Samudra meletakkan punggung tangannya di dahi Aluna. "Gimana? Ada yang sakit? Di mana?" tanyanya sambil terus mengecek keadaan Aluna.
Aluna tidak bisa berkata-kata. Tenggorokannya semakin kering, dia hanya menggeleng pelan dengan mata yang melotot karena terkejut dengan perlakuan cowok itu.
Samudra bernafas lega setelah menerima reaksi dari Aluna. "Mulai hari ini, kalau ada apa-apa telfon gue" ujar Samudra. "Jangan sendirian lagi, apalagi malem, bahaya. Lo bisa hubungi gue kapanpun," lanjutnya.
Lagi-lagi Aluna hanya bisa mengangguk. Samudra menuntun Aluna menuju meja makan. Tidak lupa dia menarik kursi untuk Aluna.
"Gue cuma bisa bikin ini," ujarnya sambil memberikan segelas susu dan sepotong roti.
Aluna masih bingung dengan suasana ini. Dia di mana, mengapa dia bisa ada di sini, dan kenapa ada Samudra juga? Pikiran-pikiran itu masih terus berputar di benaknya.
Samudra yang menyadari kebingungan itu langsung menyuapi Aluna roti.
"Makan dulu, nanti aja mikirnya," begitu katanya.
Aluna yang mendapat perlakuan seperti itu tanpa sadar membuka mulutnya dan menerima suapan Samudra.
"Ini apartemen gue." Jelas Samudra seakan menjawab pertanyaan yang terputar di benak Aluna.
"Kemarin ... lo ..," Samudra nampak berfikir.
"Gue bawa lo ke sini karena rumah lo dikunci dan gak ada orang sama sekali. Kalau gue bawa ke rumah, semua pasti akan nanya kenapa lo bisa pingsan kemarin dan masalah tadi malem gak akan selesai gitu aja," jelas Samudra.
"Masalah?" guman Aluna. Memori tentang tadi malam mulai terputar kembali. Mulai dari perjalanan melwati gang yang santa gelap, kemudian dua orang melecehkannya, lalu Alex datang tiba-tiba, dan terakhir dia mengingat Samudra dan teman-temannya datang menolongnya. Kepalanya terasa pening kembali, roti ditangannya pun seketika terjatuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
MENGGAPAI SAMUDRA [END]
Fiksi Remaja"Jangan sentuh gue! radius lima meter!" Ucap Aluna kelabakan. Kakinya semakin melangkah mundur hingga punggungnya bertabrakan dengan pohon. Samudra mengangkat alis sambil menampakkan senyum misterius. "Dasar cewek gila!" Balasnya saat Aluna berlari...