11. Sisi Lain Nara

31 23 26
                                    

"Kenali dirimu maka kau akan kenal Tuhanmu."

----------------

Semesta sepertinya ikut sedih melihat keadaan Nara, buktinya saat Nara menangis kencang, hujan pun mengikutinya. 

Dengan energi yang tersisa, Nara bangkit dan berusaha berjalan. Nara melirik kearah jalanan mencari pengendara yang lewat barangkali bisa untuk dimintai bantuan. Namun naas, tidak ada tanda-tanda pengendara lewat.

Setelah Nara berjalan beberapa meter, dari kejauhan terlihat sebuah lampu sepeda motor menuju ke arahnya. Dengan cepat Nara menghadang pengendara tersebut dengan merentangkan kedua tangannya.

Pengendara motor yang melaju dengan kecepatan tinggi tersebut kaget melihat seorang perempuan menghadang jalanan.

Dalam fikirannya, orang yang menghadang tersebut adalah orang jahat yang mungkin akan membegal motornya.

Dengan keberanian yang ia paksakan, pengendara tersebut tetap melajukan motornya dengan kencang tanpa berniat untuk menurunkan laju motornya.

Brakk

Motor pengendara tersebut menabrak Nara yang kini sudah tak sadarkan diri. Karena kaget, pengendara tersebut akhirnya melihat orang yang menghadangnya.

"Nara!"

Benar sekali, pengendara tersebut tak lain dan tak bukan adalah Abi. Ia kanget, mengapa Nara berada disini. Abi juga menyesali perbuatannya yang teramat negatif thingking.

"Nar bangun, ini gue Abi. Nara, pleace, bangun." Abi menepuk-tepuk pipi Nara supaya ia terbangun.

Abi mengecek denyut Nara yang masih berjalan. Merasa kebingungan akan keadaan, Abi akhirnya membopong tubuh Nara dan langsung ia dudukkan di jok belakang motornnya.

Abi tidak peduli akan kemungkinan Nara bisa jatuh karena posisinya yang sangat berbahaya. Yang terpenting, Abi bisa memastikan ia bisa menolong Nara.

Sesampainya di rumah Abi, ia berhenti dengan hati-hati. Ia turun dari motornya dengan jas hujan dan helm yang masih melekat. Dengan segera, ia membuka pintu yang tidak pernah terkunci menggunakan kaki karena tangannya sibuk menahan beban tubuh Nara.

Abi langsung membaringkan tubuh Nara dikasur. Sejenak, ia pandangi wajah Nara yang terlihat pucat. Abi pun beranjak untuk membersihkan dirinya terlebih dulu, baru mengurusi Nara.

Setelah selesai, Abi membawa beberapa alat yang mungkin berguna untuk membantu kondisi Nara lebih baik.

"Bajunya basah, kalo nggak diganti bisa makin sakit pasti," ujar Abi saat memandangi pakaian Nara.

"Tapi nggak mungkin juga gue yang bantuin buat gantiin baju dia." Abi menyahuti omongannya sendiri.

"Kalo gue minta tolong sama kakak-kakak gue atau ibu pasti yang ada kena marah karena bawa perempuan malem-malem ke rumah."

"Arghh, biarin aja dah. Nanti pas bangun disuruh ganti baju sendiri," teriak Abi yang kebingungan.

Karena kecerdasan atau ketololannya yang tinggi, setelah Abi mengompres Nara ia menyetel kipas angin dengan kekuataan 3 menghadap ke atah Nara yang terbaring lemah.

"Dengan gini, mungkin bisa bantu pakaian Nara kering."

Setelah mengatakan hal tersebut, Abi langsung meninggalkan kamar dan langsung membuat teh hangat, barangkali nanti bisa diminum saat Nara terbangun.

Sekarang waktu sudah menunjukkan pukul 21.00 WIB dan Nara tak kunjung sadarkan diri. Karena lelah dengan keadaan, akhirnya Abi pun memutuskan untuk tidur. Abi tidur di ruang tamu karena kamarnya digunakan untuk Nara. Tidak mungkin juga ia ikut berbaring disana.

Tentang Nara [ SELESAI ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang