Nara dan Alice terbangun pukul 20.00 WIB secara bersamaan. Dengan muka bantal dan tubuh yang lelah, mereka berusaha bangun dari tidur yang semakin membuat kepalanya pusing.
"Gue laper banget, Lis," ujar Nara dengan suara serak khas orang bangun tidur.
"Gue juga, bego," sahutnya.
"Minta makanan kek sama om lo yang tadi. Minta pizza atau sushi gitu."
Plakkk
Alice memukul lengan Nara yang terlihat nyawanya belum terkumpul sepenuhnya.
"Sakit, bego. Apaan sih," ketus Nara.
"Lo mikir dong, udah minta, masa mintanya yang mahal. Nggak punya attitude banget deh lo," seru Alice dengan tatapan sinisnya.
"Bodo amat. Yang penting gue kenyang. Buruan, Lis," suruh Nara dengan nada yang memaksa.
"Iya Nar, berisik banget sih." Alice mengambil handphone miliknya, terlihat ia mengetikan pesan disana.
Beberapa menit kemudian, ada abang ojol mengantar makanan. Dengan semangat, Nara dan Alice membuka makanan tersebut.
"Anjay, nasi padang. Mantep pake banget ini sih." Nara terlihat sangat antusias melihat makanan tersebut. "Sebenernya gue lagi pengen pizza, tapi nasi padang oke juga lah," lanjutnya.
Mereka menyantap makanan itu dengan nikmat. Berasa beban hidup terangkat semua.
"Ehh ini, si om chat gue. Katanya kita besok bisa kerja."
"Serius lo?"
"Iya serius. Nih liat. Tapi kita nggak bisa bareng, karena tiap tempat yang dibutuhkan cuma satu orang," ujar Alice dengan nada sedikit kecewa.
"Nggak papalah, yang penting dapet cuan ya kann." Nara tersenyum lebar.
"Iya juga yah, tempat satu di restoran satunya lagi di tempat karoke." Alice menatap Nara yang masih menikmati nasi padangnya.
"Fix gue yang di tempat karoke titik," lanjut Alice dengan semangat.
"Terserah lo deh, gue mah oke-oke aja. Jangan macem-macem ya lo kerja di tempat karoke," ujar Nara seraya menunjuk Alice dengan tangannya.
Mereka hanya membicarakan hal-hal ringan. Sesekali Nara dan Alice menghisap vape miliknya. Untuk meredakan stres.
Jika boleh dikatakan, mereka memang bukan perempuan baik. Sholat nggak pernah, aurat diumbar, kadang suka mabok, hobi ghibah pula. Tapi setidaknya, mereka tau batasan-batasan pergaulan antara perempuan dan laki-laki supaya tidak kebablasan.
"Ehh, Lis, om lo itu sebenernya kerjanya apa sih? Kayanya banyak banget duitnya," ujar Nara yang kepo dengan om Alice itu.
"Setau gue sih, dia punya bisnis property gitu. Tapi ngga tau juga deng," jawabnya.
"Tapi benerankan, dia itu om lo?" Tanya Nara memastikan.
"Iya, ya ampunn. Lo nggak percaya banget sih jadi orang."
"Bukan gitu, takutnya banyak yang ngira kita itu simpenan om-om," sinis Nara.
"Bajingan bajingan gini, gue juga masih punya harga diri, ya. Jangan sembarangan ngomong deh lo. Masih untung kita kita dikasih tempat sama dia!" Seru Alice dengan nada yang meninggi.
"Adudu, iya iya gue percaya kok. Nggak usah ngegas gitu dong." Nara menghampiri Alice yang kini sedang berbaring di ranjang dan langsung memeluknya.
"Pertanyaan lo kaya nuduh gue banget, bego." Alice berusaha menjauhkan tubuh Nara dengan tenaganya.
"Iya, maaf," ujar Nara dengan raut wajah yang dibuat sedih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Nara [ SELESAI ]
ChickLitIni tentang Nara. Seorang perempuan kuat dan tangguh dalam menjalani kehidupan. Yang tak gentar hanya karena komentar seseorang. Karena dirinya tumbuh bersama dengan cacian yang setiap hari menjadi asupan. Berharap semuanya sirna dengan berlalunya k...