16. Project Besar

25 15 16
                                    

"APA? GUE JADI PIMPINAN? SERIUS LO?" Teriak Nara yang tak percaya akan hal yang diomongkan oleh Pak Galuh.

"Santai aja kagetnya nggak usah teriak-teriak bisa nggak sih?" Ujar Alice yang melihat reaksi Nara yang begitu lebay menurutnya.

"GIMANA GUE NGGAK KAGET, GUE DISURUH JADI PIMPINAN, GILA AJA! ITU SIH SAMA AJA MENYERAHKAN RESTO INI SIAP HANCUR! UDAH TAU GUE BEGO, KALO RESTO INI BANGKRUT GIMANA? TERUS KALO GUE KORUPSI GIMANA?" Seru Nara.

"Kalo resto ini bangkrut, mungkin sudah takdirnya bangkrut. Kalo kamu korupsi, itu urusanmu sama Tuhan, bukan lagi sama saya atau pihak hukum," sahut Pak Galuh yang kini sedang memegang kopi hitamnya.

"NYEBELIN BANGET SIH LO! NGGAK MAU GUE!" Nara tetap pada pendiriannya yang menolak untuk menjadi pimpinan.

"Dosanya udah banyak ya, bu. Jadi nggak mau nambah lagi untuk mempermudah untuk masuk neraka," ejek Alice yang sedari tadi nempel pada Pak Galuh.

"Terima aja sih, Nar. Nggak ada salahnya juga lo nyoba. Biasanya kan manusia akan berusaha lebih keras saat diberikan tanggung jawab lebih," sahut Abi yang duduk di sebelah Nara persis.

"Manusia mana yang lo maksud? Perlu lo tau, semua orang bisa jadi pemimpin, tapi nggak semua orang bisa bertanggung jawab, Bi!" Seru Nara yang terpancing emosi.

"Kalian kok malah ribut. Intinya, ini sudah menjadi keputusan saya, tidak bisa diganggu gugat. Nara memimpin Resto pusat yaitu di Jakarta, dan Abi harus memimpin resto baru cabang Bogor."

"Ini beneran nggak sih? Tolong dong, jangan gini, sumpah ya gue nggak ngerti apa-apa tentang Resto. Tugasnya ngapain aja gue nggak ngerti. Dan asal lo tau, semua karyawan disini benci sama gue, mana mau mereka tunduk sama gue," seru Nara yang sudah muak. Nara bukanlah orang yang gila jabatan, ia lebih memilih menjadi karyawan biasa namun bertanggung jawan daripada menjadi pimpinan tapi tidak bisa melakukan tugasnya dengan baik. Toh juga sama-sama dapet gaji, pikir Nara.

"Bicaranya yang sopan, Nara." Abi mencubit Nara sehingga si empu merasa kesakitan.

"Sudah, sudah. Abi di Bogor nanti ada tim baru yang sudah disiapkan, dan Nara, kamu nggak perlu khawatir nggak bisa mengendalikan pekerjaan, karena nanti kamu akan dibantu rekan saya di dunia bisnis bernama Dareen. Dia sedang menuju kesini, tunggu aja," ujar Pak Galuh dengan santainya.

Nara akhirnya hanya pasrah dengan keadaan dengan menghembuskan nasfas kasarnya.

Kini waktu menunjukkan jam makan siang, sehingga banyak pengunjung Resto yang berdatangan dan membuat karyawannya sedikit kewalahan.

Tok tok tok

Pintu rungan Pak Galug diketuk dari luar, bertanda ada tamu. Dengan sigap, Pak Galuh menyahuti, "Masuk."

"Hei, bro. Ditungguin dari tadi, kemana aja?" Pak Galuh bangkit dari duduknya menyambut exited tamunya tersebut.

"Biasalah, Jakarta." Jawaban tamu pak galuh tersebut membuat keduanya tertawa.

"Sini bro, duduk."

"Makasih sebelumnya, ya."

"Santai ajalah, kaya sama siapa aja lo."

"Kenalin ini Alice, my girlfriend," ujar Pak Galuh yang terlihat bangga memperkenalkan Alice kepada orang lain.

"So, beautifull," pujinya dengan senyuman ramah

"Alice."

"Dareen."

"Ini Abi, pimpinan Resto cabang Bogor." Pak Galuh menunjuk kepada Abi.

Tentang Nara [ SELESAI ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang