31. Tragedi

52 10 1
                                    

------------

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

------------


Baru tiga hari Nara menghandle semua pekerjaannya sendiri, ia sudah sangat kualahan. Ingin rasanya mengeluh kepada Pak Galuh bahwa ia butuh pengganti Dareen untuk membantu pekerjaannya. Namun, sudah dipastikan, keluhannya hanya akan dianggap sebagai angin lalu olehnya. Pasalnya Pak Galuh sedang liburan bersama Alice.

Selama itu pula, Nara lebih rajin dalam beribadah kepada Allah SWT. Tidak lagi menunda waktu sholatnya dan sedikit demi sedikit merubah cara berpakaiannya.

Terkadang, Nara juga bercerita tentang segala hal yang dirasa kepada Zulfa. Karena hanya dia satu-satunya yang akrab dengannya. Zulfa pun tidak pernah mempermasalahkan itu. Justru ia senang bisa menjadikan teman dengannya. Beberapa kali juga Zulfa bercerita tentang kehidupannya yang sedang didekati oleh Koki baru. Sontak saja membuat Nara sedikit terhibur.

"Jul, mungkin nggak ya kalo gue mati orang-orang bakal nangisin gue?" Celutuk Nara.

"Hush, nghak boleh ngomong gitu, Nar."

"Nggak tau kenapa akhir-akhir ini gue kepikiran mati terus, Jul. Disatu sisi gue takut tapi disisi yang lain, gue rasa itu yang terbaik. Karena untuk apa hidup, kalo ujungnya kita juga bakal mati?"

"Tuhan nyiptain lo hidup itu bukan sekedar hidup. Tapi, semua punya tujuan, Nar. Kita sebagai manusia di bumi, tugas kita cuma beribadah, tunduk dengan aturan dan jauhi larangannya. Sampai nanti waktunya tiba, kita pasti akan kembali pada pangkuan sang kuasa dalam pelukan keabadian."

Mendengr perkataan Zulfa, Nara terdiam. Ternyata masih banyak hal yang ia belum ketahui tentang definisi menjadi menusia. Ilmunya masih minim ternyata untuk mengetahui segala hal tentang alam semesta yang begitu luas.

"Gue tau masalah lo itu berat, tapi jangan sampai berputus dari rahmat Allah ya, Nar. Dia pasti bantu lo. Dia nggak akan biarin lo sedih seumur hidup. Karena yang namanya hidup, pasti seperti roda yang berputar. Ada masanya lo diatas, ada juga masanya lo dibawah."

"Iya, gue juga tau. Tapi, dijalani kayanya rumit banget, Jul. Apalagi belajar buat ikhlas menerima keadaan. Ternyata susahnya minta ampun."

"Lo pasti bisa, lo kan hebat. Saat semua orang pergi ninggalin, lo. Ada gue disini. Walaupun keadaan gue sebagai karyawan lo, tapi gue tulus jadi temen lo, Nar."

"Gue nggak pernah berfikir sampe situ, Jul. Gue nggak pernah nganggep lo sebagai bawahan gue. Lo lebih dari sodara gue. Makasih udah baik sama gue, saat semua orang pergi gitu aja dari hidup gue."

Nara dan Zulfa pun akhirnya berpelukan. Keadaan sudah malam dan Resto pun sedang bersiap untuk tutup. Suasanynya sangat sepi, hanya tersisa beberapa karyawan disana.

"Ya udah gue pulang duluan, ya, Jul. Ngntuk, cape."

"Oke, hati-hati, ya. Kalu ada apa-apa langsung hubungin gue."

Nara mengacungkan jempolnya dan tersenyum kemudian langsung meninggalkan Resto.

Saat keluar dari Resto, Nara langsung menjumpai sang ojol sudah stay disana.

"Mba Anara, ya?" Tanya sang ojol.

"Iya," sahutnya.

"Ini helm nya mba." Nara menerima helm yang disodorkan ojok tersebut.

"Makasih." Nara langung menggunakan helm tersebut dan langsung naik ke atas motor.

Selama perjalanan, Nara sibuk dengan pikirannya sendiri yang begitu ramai. Beberapa kali sang ojol mengajaknya bicara namun hanya ditanggapi singkat oleh Nara.

"Astaghfirullah, itu mobil didepan kenapa ugal-ugalan begitu," ujar sang ojol yang begitu panik, hingga menyadarkan Nara akan keadaan.

"Hati-hati, Pak," peringat Nara.

"Astaghfirullah, rem nya blong, mb-"

Belum sempat menyelesaikan ucapannya, sang ojol langsung membantibg stirnya ke arah kiri guna menghindari pengguna mobil yang hendak menabraknya.

Hal itu sontak membuat Nara terpental jauh dari motor. Helm yang Ia gunakan, ternyata tidak cukup menahan kerasnya benturan yang sangat kuat pada kepala Nara.

"Aw," nara menyerit kesakitan memegangi kepaosnya yang sudah berlumur darah.

Nara ingin sekali berteriak karena rasa sakitnya. Namun, ia tak cukup memiliki banyak tenaga. Energinya begitu lemas, hingga semuanya terlihat gelap.

Kecelakaan itu membawa Nara ke ruang IGD dimana sang ojol meninggal ditempat dan Nara dalam kondisi kritis.

Orang pertama yng mengetahui kondisi Nara adalah Zulfa. Karena pihak rumah sakait yang mengubunginya sebagai kontak yang terdaftar dalam handphone milik Nara. Hal itu membuat Zulfa ketakutan setengah mati. Apakah mungkin pembicaraan mereka tadi adalah sebuah firasat dari Nara?

Zulfa bersumpah dalam hatinya sendiri, ia akan menghabisi pelaku yang sudah menabrak Nara hingga kondisinya kritis.

Zulfa langsung memberi kabar kepada Alice, Pak Galuh, Abi dan Dareen. Mereka semua sontak langsung kaget dan langsung menuju rumah sakit yang dimaksd oleh Zulfa.

"Zulfaa, gimana keadaan Nara?" Tanya Alice yang sudah sangat khawatir. Untungnya Alice dan Pak Galuh sudah tiba di Jakarta seusai liburan.

"M-masih ditangani sama dokter," jawab Zulfa dengan isakan tangisnya.

Alice bersandar pada pintu IGD dan langsung menangis sejadi-jadinya.

"Nar, lo harus kuat. Gue janji setelah ini gue akan ajak lo jalan-jalan dan nggak akan ninggalin lo lagi, Nar." Tangis Alice pecah begitu saja.

------------

Jawa Tengah, 19 Juni 2021

Tentang Nara [ SELESAI ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang