10. Ujian or Musibah?

42 28 36
                                    

Dalam perjalanan pulang, gerimis mulai turun. Nara tak berhenti tersenyum dibalik maskernya. Entahlah, hari ini ia begitu bahagia setelah kemarin terlalu banyak drama.

"Kok tumben macet banget ya, Pak? Padahal jalan kecil," ujar Nara yang keheranan.

"Bapak juga kurang paham, Neng. Coba kita nyempil lewat samping, ya."

Tanpa menunggu persetujuan Nara, Pak Dirman langsung menjalankan motornya nyepil lewat celah-celah yang bisa dilewati.

"Astaghfirullah, kayanya di depan ada kecelakaan, Neng."

"Ehh serius, pak?" Tanya Nara dengan sedikit panik.

Pak Dirman memberhententikan motornya dan langsung turun untuk mendekat ke kerumunan tersebut. Nara yang masih shock karena melihat kerusakan motor tersebut yang sangat parah memberanikan diri untuk mendekat.

Dengan helm dan masker yang masih menemoel pada wajahnya, Nara menyempil ditengah kerumunan tersebut. Bodohnya orang-orang disana hanya melihat dan merekam kejadian tanpa berniat untuk menolong.

"Ini sudah telfon polisi?" Tanya Pak Dirman yang begitu khawatir.

"Sudah, Pak. Tapi karena lokasinya jauh jadi lama," jawab salah satu orang disana.

"Mending kita bawa saja langsung ke rumah sakit. Bisa fatal kalo tidak langsung ditangani."

"Tidak ada kendaraan roda empat yang mau menolong pak karena lokasi rumah sakit juga jauh."

"Terus lo semua mau liatin aja ada orang yang lagi sekarat? Pake otak goblok. Bawa ke rumah sakit nggak harus pake mobil!" Seru Nara dengan emosi.

Nara mendekat ke arah korban yang mengenaskan.

"Pak bantuin," ujar Nara kepada Pak Dirman.

Pak Dirman pun langsung mendekat ke arah Nara dan membantu mengangkat si korban.

"Kita bawa bonceng tiga pake motor bapak ya, nanti saya bayar," ujar Nara saat sedang memapah korban.

"Siap, Neng." Untungnya Pak Dirman masih memiliki jiwa kemanusiaan sehingga ia mau diajak kerjasama oleh Nara.

"Bapak naik aja, saya yang nyetir. Karena nggak mungkin juga saya pegangin dia," ujar Nara.

"Oke siap neng."

Setelah posisi bonceng tiga usai, Nara menyalakan mesin motornya dan langsung melajukan motornya. Berbekal arahan dari Pak Dirman, Nara dengan yakin mengendarai motor tersebut dengan kencang.

Gerimis yang semakin kencang dan beberapa kali sambaran petir membuat Nara sedikit takut. Namun, dalam hatinya berkata, ia harus melawannya. Karena ia membawa nyawa manusia.

Sesampainya di rumah sakit, Nara membunyikan klakson dengan kencang. Sengaja ia lakukan supaya semua orang memperhatikannya dan langsung mendekat ke arahnya untuk menolong.

Beberapa perawat dengan sigap langusung mengangkat korban tersebut dan dibawa menuju IGD.

Nara menghembuskan nafas lega karena telah berhasil membawanya ke rumah sakit. Begitu pula dengan Pak Dirman. Terlihat wajah panik terukir jelas.

"Yuk kita masuk dulu, Neng. Supaya tidak kedinginan." Ajak Pak Dirman kepada Nara yang terlihat sudah pucat.

Dengan sedikit menggigil, Nara menurunkn maskernya dan duduk di kursi yang disediakan dekat ruang IGD.

"Kalau boleh tau, namanya neng siapa?"

"Saya Nara, Pak."

"Oalah, neng Nara. Pasti Neng Nara anak baik ya, semoga dimudahkan selalu ya urusannya."

Tentang Nara [ SELESAI ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang