"Udah ya nangisnya, nanti cantiknya ilang." Ujar Abi dengan menghapus air mata Nara.
"Gue buatin mie instan dulu ya, buat lo makan." Nara mengangguk.
Sebenarnya Nara belum mengerti alasan dibalik tingkah Abi yang begitu baik padanya. Mungkin nanti ia kan bertanya kepadanya.
Karena bosan sendirian di ruang tamu, Nara memutuskan untuk menyusul Abi ke dapur yang kini sedang menuangkan bumbu mie intan tersebut ke dalam mangkok.
Nara memperhatikan rumah Abi yang sangat bersih dan tertata rapih.
"Ini beneran rumah lo?" Tanya Nara untuk memastikan.
"Kenapa, mau menghina?" Sahutnya.
"Lo itu kenapa sih pikirannya negatif terus sama gue? Gue cuma tanya padahal." Nara kembali memperhatikan kondisi rumah ini.
"Gue tau arah pembicaraan lo, nggak usah ngeles." Nara menunjukkan senyuman manisnya.
"Nih bawa ke ruang tamu, gue bawa air minumnya," ujar Abi sambil menyerahkan mangkok berisi mie instan tersebut kepada Nara.
Nara menerima dua mangkok berisi mie instan tersebut. Setelah selesai, Abi dan Nara duduk beriringan. Dan langsung melahap makanan itu.
"Nggak ada nasi, Bi?" Celutuk Nara di tengah sela-sela makanannya.
"Nggak ada," jawab Abi dengan ketus.
"Sambel atau kerupuk juga nggak ada?"
"Ini bukan rumah makan," seru Abi
"Kan cuma tanya."
Abi sibuk menghabiskan mie instan tersebut tanpa bnyaj omong. Sementara Nara tanpa rasa sopan, ia menaikkan satu kakinya ke atas kursi seperti makan di warteg, dasar.
"Alhamdulillah."
"Kenyang gue, nggak perlu takut mati deh besok kan ada lo yang bakal kasih makan gue," ujar Nara dengan mudahnya.
"Nggak usah cengengesan lo, cepet bawa piringnya ke dapur dan cuci sekalian," suruh Abi kepada Nara.
"Males banget, lo pikir gue babu lo?" Sahut Nara dengan nda yang nyolot.
"Terus lo nyuruh gue cuci piringnya gitu? Gue udah masakin mie instn, masa sekedar cuci piring aja lo nggak mau. Atau jangan-jangan lo nggak bisa cuci piring, yaa. Ngaku deh, lo."
"Baguslah kalau lo ngerti, nggak peru lagi gue jelasin," ujar Nara yang tak memiliki sopan santun.
"Parah banget si, mana ada laki yang mau sama lo kalo kelakuan lo kek gini." Abi bangkit dari duduknya dan mbawa piring dan gelas tersebut ke dapur dan sesegera mungkin untuk mencucinya.
Terdengar suara pompa air dari arah dapur. Nara membiarkan Abi melakukan pekerjaannya dan ia memilih berbaring di atas sofa karena merasa kepanya yang sedikit pusing. Saat Nara akan mengejamkan matanya, tiba-tiba sebuah tangan menepuk pipi Nara.
"Ihh, apaan sih?!" Seru Nara yang kesal.
"Nggak tau diri banget ya lo jadi manusia, malah tidur," jawab Abi dengan ketusnya.
"Apaan sih, kepala gue sakit, Bi." Nara memijat pelipisnya yang memang sedikit pusing.
"Mending lo ganti baju dulu sana, tambah sakit mampus lo," cibir Abi.
"Ambilin," ujar Nara dengan memberikan senyuman manisnya seperti biasa.
Abi bangkit dari duduknya dan menuju kamar untuk mengambil baju di lemari miliknya. Untungnya ada beberapa baju milik kakak Abi yang risini, jadi bisa digunakan oleh nara.
Abi melemparkan kaos oversize berwarna abu dan celana selutut.
"Cepet pake, nggak usah protes."
Nara bangkit dari duduknya dan membuka kemeja yang tak ia kancing.
"Ehh, mau ngapain lo?" Tanya Abi dengan curiga.
Setelah selesai menyopot kemejanya, Nara melempar ke arah Abi dengan kasar.
"Mesum." Nara bangkit dan langsung menuju kamar Abi dengan menutup pintunya dengn keras untuk berganti pakaian.
Abi hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah Nara yang tidak normal.
Melihat jam hampir menunjukkan waktu subuh, Abi langsung bersiap untuk mengambil wudhu.
"Heh," seru Abi yang hampir menabrak Nara.
"Apaan sih?!" Sahut Nara dengan emosi.
"Jangan sentuh gue." Abi menjauhkan dirinya dari Nara.
"Kenapa emang?" Tanya Nara dengan raut wajah sok polosnya.
"Gue udah wudhu, jadi nggak mau batal cuma gara-gara bersentuhan sama lo."
Bukannya mengerti yang dimaksud Abi, Nara justru meledek dengan mendekat dan menampilkan senyuman jailnya.
"Stop, Nar. Udah azan, gih sono lo ambil wudhu terus sholat subuh. Mukenahnya ada dilemari, cari aja. Gue mau berangkat ke masjid, nanti telat." Abi mengucapkan hal tersebut dengan nada yang sedikit meninggi.
Abi berlalu begitu saja meninggalkan Nara yang terdiam ditempatnya.
"Awas aja lo smape nggak sholat," teriak Abi.
Setelah kepergian Abi, Nara hanya diam di tempat. Merasa kebingungan atas perintah Abi.
"Sholat?"
Nara kebingungan sendiri, ia sudah lama tak menunaikan sholat. Akhirnya, Nara hanya membasahi wajahnya, tangan dan kakinya. Nara tak ingat caranya brrwudhu dengan baik dan benar.
Nara membuka lemari Abi dan langsung mengenakan mukenah serta menggelar sajadah.
"Ehh, kiblatnya ke arah mana si?" Tanya Nara kepada dirinya sendiri.
Karena akalnya yang sangat cerdas, Nara hanya melempit sajadah tersebut supaya terlihat selesai digunakan. Sementsra Nara sudah terlelap dalam tidurnya dengan mukenah yang masih dikenakannya.
"Arghh, berisik banget sih." Nara bangun dari tidurnya karena suara berisik yang menganggu. Siapa lagi kalau bukan Abi pelakunya.
"Berisik banget, berisik berisik banget matamu. Cepet bangun, gue mau pergi." Cibir Abi kepada Nara yang justru masih mengantuk.
Mendengar kata 'pergi' membuat Nara langsung bangkit dari posisinya.
"Mau pergi kemana lo? Gue ikut yaa." Nara mengucapkan hal tersebut dengan gampangnya.
"Nggak boleh, beban tau nggak misal gue bawa elo."
-----------------
*Part yang sangat tidak jelas, huhu
Jawa Tengah, 29 Mei 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Nara [ SELESAI ]
Chick-LitIni tentang Nara. Seorang perempuan kuat dan tangguh dalam menjalani kehidupan. Yang tak gentar hanya karena komentar seseorang. Karena dirinya tumbuh bersama dengan cacian yang setiap hari menjadi asupan. Berharap semuanya sirna dengan berlalunya k...