Ini tentang Nara. Seorang perempuan kuat dan tangguh dalam menjalani kehidupan. Yang tak gentar hanya karena komentar seseorang. Karena dirinya tumbuh bersama dengan cacian yang setiap hari menjadi asupan. Berharap semuanya sirna dengan berlalunya k...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
----------
Tangis mereka semua pecah saat dokter keluar dari ruang IGD dan memberitahukan bahwa Nara telah kehilangan nyawanya.
Berulang kali, Alice membentak dokter tersebut untuk mengatakan bahwa Nara masih hidup. Namun, semuanya sia-sia. Ternyata, Tuhan lebih menyayangi Nara ketimbang teman-temannya.
"Maafin gue, Nar. Gue nggak sempet nemenin disaat hari-hari terburuk lo. Gue egois banget jadi temen. Maafin gue, Nar." Alice memeluk jenazah Nara yang sudah ditutup oleh kain kafan.
"Mana Nara yang gue kenal? Mana Nara yang kuat? Mana Nara yang tahan banting? Ini gue cuma mimpi kan?"
Malam itu menjadi malam paling menyedihkan bagi Alice. Dimana sahabat yang selalu ia sayangi pergi meninggalkan begitu saja.
Abi hanya bisa menangis dalam diam. Ia menyesali perbutan yang ia lakukan kepada Nara.
"Kenapa lo pergi secepat ini sih, Nar? Salah gue masih banyak sama lo. Masih banyak hal yang harus kita ributin."
Saat mereka semua terlarut dalam tangisnya. Sebuah langkah terburu-buru mendekat ke arah mereka.
"Dimana Nara?" Tanya lelaki tersebut.
"Nara udah mati. Puas lo sekarang?! Hancurin mental seseorang dalam waktu sekejap?! Ini kan yang lo mau?! Nara dulu udah pernah bantuin lo dengan apa yang dia miliki, tapi sikap bajingan lo melebihi seorang pembunuh menurut gue."
Adam langsung memeluk Nara dengan tangis yang ia tumpahkan.
"Mba, saya minta maaf sudah banyak salah kepada mba. Maaf sering menyakiti hati mba dengan kata-kata kasar saya."
Semua hanya bisa menyesali perbuatannya kepada Nara.
Hingga keesokan hatinya, mereka semua mengantar Nara ke tempat peristirahan terakhirnya.
"Nar, tungguin gue, ya." Alice kembali menanhis dengan memeluk erat peukan Nara.
"Nar, inu gue Fandi. Kenapa jadi kaya gini sih Nar? Banyak impian uang beluk lo wujudin."
Saat semuanya sudsh hendak beranjak pergi dari makan nara, datanglah polisi dengan Dareen?
"Bro, ngapain lo kesini dianter polisi?" Tanya Pak Galuh.
Plakk
Zulfa menampar dengan keras pipi Dareen dengan begitu emosi.
"Kalian tau, manusia satu ini yang udah ngebuat sahabat kita meninggal. Dengan nggak tau dirinya jadiin Nara sebagai pelampiasan atas perempuan bernama Silfia."
Plakk
Satu tamparan kembali Dareen dapatkan dari Alice dengan begitu keras.
"Bajingan, lo. Iblis! Pembunuh!"
Dareen hanya menunduk malu dan menyesali akan perbuatannya. Ia pasrah akan diperlakukan seperti ini.
Tangis Dareen pecah saat medekat ke makan Nara. Ia memegang batu nisannya. Rasanya masih belum percaya bahwa ini adalah sebuah kenyataan. Pasalnya, Dareeb merasa baru kemarin ia mendekap Nara dalam pelukkannya.
"Maafin gue, Nar."
"Percuma lo minta maaf sambil nangis darah sekali pun nggak akan buat Nara hidup lagi."
Mendengar perkataan Alice, Dareen menampakan wajah emosinya dan langsung ditahan oleh polisi dan dibawa pergi meninggalkan pemakaman.
"Nar, kita pulang, ya. Nanti kita main lagi kesini."
Abi, Disya, Alice, Galuh, Zulfa, Fandi, Najwa, Adam, Ais, Ibu Salamah mereka semua kembali berkumpul di Kost yang menajdi rumah duka.
"Kasian banget ya Nara, kondisinya kaya gini tapi keluarganya pun nggak ada yang peduli," celutuk Alice teringat akan kondisinya yang begitu menyitkan.
"Makanya, lo semua itu jahat kali ngebiarin Nara sendirian."
"Oh iya, ini handohone dan dompet Nara. Gue rasa lo yang lebih berhak pegang."
Alice menerima handphone dan dompet yang disodorkan oleh Zulfa.
Alice pun membuka dimpet Nara dan menemuka fotonya bersama Dareen.
"Disaat bajingan itu nyakitn Nara, dia pun masih nyimpen foto ini." Alice menunjukkan kepada teman-temannya yang ada disana.
Alice pun mebuka handphone Nara dan melihat galeri. Ada sebuah vidio yang menampilkan wajah Nara.
"Halo, gue lagi gabut nih. Jadi iseng buat vidio. Mau curhat deng. Gue benci vanget sama Fandi, gue nggaj suka sama Najwa. Karena mereka udah ngehancurin hidup gue. Gue juga benci sama laki-laki bernama Abi dan oerempuan bernama Disya. Karena merek selalu mandang gue sebelah mata, emang di kira gue sehina itu? Gue juga benci banget sama Adam. Dia sebenernya baik, gue nya aja kali ya yang ngarep sama dia. Udah ahh, nggak jelas banget gue."
Alice semakin menangis meluhat curhatan Nara di vidio tersebut. Ternyata beban yang ia pikul seberat itu.
Tugasnya sekarang, hanya mendiakan Nara suapya tenang di alam sana.
Karena tempat pupang yang benar-bear pulang hanyalah kepadanya.
Pada akhirnya, kita tempat untuk berharap paling aman memang hanya kepada Tuhan. Bukan kepada manusia. Karena sudah bisa dipatisikan akan menuai kekecewaan.
Jangan pernah sombong, karena semua yang kita miliki, hanyalah sebuah titipan dimana semuanya pasti akan kembali dan dimintai pertanggungjawaban.