Ini tentang Nara. Seorang perempuan kuat dan tangguh dalam menjalani kehidupan. Yang tak gentar hanya karena komentar seseorang. Karena dirinya tumbuh bersama dengan cacian yang setiap hari menjadi asupan. Berharap semuanya sirna dengan berlalunya k...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Banyak yang mengatakan tidak perlu memendam dendam. Why? Because life is too beautiful. Jadi, untuk apa menyulitkan keadaan dengan hal yang tidak perlu?
-----------
Sudah satu bulan lamanya sejak kejadian Adam dan Nara saat di masjid itu. Tapi tidak ada tanda-tanda batang hidung Adam muncul dihadapan Nara.
Tidak adakah sedikit rasa bersalah dalam dirinya karena sudah memperlakukan Nara seperti itu? Atau benar perkataan Abi bahwa Nara yang baperan?
Siapapun yang salah dan benar itu tidak akan merubah keadaan, dimana jalannya memang seperti ini. Sejak itu pun Nara tidak lagi berkunjung ke kebun binatang. Karena malas akan kemungkinan bertemu dengan Adam disana.
Ia memantau kehidupan keluarga Adam lewat story WhatsApp dari ibu Salamah yang ia simpan. Terkahir, mereka sedang berkumpul bersama keluarga besar disebuah rumah mewah dengan hidangan bermacam-macam tersaji disana.
"Alhamdulillah." Tulis Ibu Salamah di caption story tersebut.
Baiknya memang begini. Ia bersama dengan kesendirian. Tidak perlu berharap kepada siapa-siapa. Lantas untuk apa ia menasehatinya jika tak mau menuntun Nara ke arah lebih baik? Salahkah Nara jika meminta bantuan dari Adam?
Nara memang selalu salah. Tidak pernah benar. Ia akan selalu menerima kenyataan pahit itu atas penilaian orang.
"Nar, ada yang nyariin lo tuh di depan," ujar Zulfa yang membawa nampan berisi piring kotor.
"Siapa? Rentenir? Atau preman?" Ujar Nara dengan asal.
"Sialan, lo. Nggak tau, nggak kenal gue. Buruan gih, udah dari tadi nunggu." Nara mengangguk dan langsung beranjak keluar dari dapur.
Sampai didepan, Nara celingak celinguk seperti orang bodoh. Seperti kejadian beberapa waktu lalu.
"Assalamualaikum," ujar seseorang dari sisi kanan Nara.
Sontak hal tersebut langsung membuat Nara beralih pandang ke sumber suara.
"Waalaikumsalam."
"Adam?"
Adam tersenyum menyahuti Nara yng kebingungan akan kehadirannya.
"Iya mba, maaf sebelumnya jika saya ganggu waktu kerja mba. Ada yang perlu saya bicarakan dengan mba." Mendengar perkataan Adam, Nara baru mengerti bahwa orang yang dimaksud oleh Zulfa tadi adalah Adam.
"Iya, lo ganggu waktu kerja gue," jawab Nara dengan ketus. Pasalnya, ia masih kesal akan kejadian beberapa waktu lalu. Biarlah ia dianggap baperan atau pola pikirnya yang kurang dewasa oleh semua orang.
"Terus kira-kira kapan ya mba ada waktu luangnya? Saya perlu bicara hal penting dengan mba soalnya," ujarnya dengan raut wajah serius. Tak nampak dari wajahnya sedikit rasa bersalahkah?