1. My Name is Nara

214 73 173
                                    

Anara, atau yang lebih akrab disapa Nara adalah anak tunggal dari pasangan suami istri Firman Agus Permana dan Ella Sri Utami, pengusaha dalam bidang property yang bangkrut. 

Selalu hidup dalam kemewahan, membuatnya begitu sengsara saat berada pada masa kesulitan.

Setiap hari yang biasanya saling melempar tawa dan jalan-jalan ke pusat perbelanjaan, kini tiada. Hanya diisi oleh keramaian adu mulut antara suami dan istri yang meributkan tentang ekonomi.

Mereka tak pernah mempertanyakan bagaimana kondisi Nara dengan kadaan sulit seperti ini, karena melihat Nara masih hidup, berarti dia masih baik-baik saja.

Iya, mereka tidak pernah memperdulikan Nara. Bahkan, Nara merasa dimusuhi satu keluarga. Padahal ia masih terlalu kecil untuk mendapat perlakukan seperti ini.

Yang Nara bisa lakukan hanya menangis di kamar. Ingin berontak pada Tuhan, tapi ia berusaha ta'bah dengan keadaan. Menyesali pun tak akan berguna, karena semuanya sudah menjadi takdir.

Hingga suatu waktu, Ayah dan Ibu Nara memilih untuk bunuh diri. Dengan Ayah yang mengiris urat nadinya dengan pisau dan Ibu yang meminum cairan pembersih lantai.

Seketika hati Nara hancur. Ia tak lagi memiliki siapa-siapa. Pada titik itu pula, ia sempat berfikir untuk ikut saja dengan mereka yaitu mengakhiri hidup dengan tragis.

Saat di kontrakan, Nara sudah memegang pisau hendak disayatkan pada urat nadinya, namun sebuah tangan menepis pisau itu hingga terjatuh dan membuat Nara tersentak.

Ternyata Nenek Nara.

"Mau apa kamu dengan pisau itu? Mau mati juga?! BODOH!" Hina sang Nenek kepada Nara yang sudah banjir air mata.

"Semua orang mengharapkan kehidupan, kamu justru menjemput kematian. Jangan ikuti jejak orangtuamu yang tidak punya otak!" Serunya dengan nada penuh emosi.

"Cepat kemasi barang-barang kamu. Kita pulang!" Serunya.

Tanpa mempertanyakan kata 'pulang' yang nenek tua itu maksud, akhirnya Nara pergi ke kamar untuk melaksanankan perintahnya.

"Cepat, nggak pake lama!"

Selang beberapa menit, Nara telah selesai. Mereka pun masuk ke dalam mobil.

Nara sudah bisa menebak akan harinya hidup bersama nenek tua. Sangat menjengkelkan. Huh, tapi apa boleh buat? Nara masih berusia 6 tahun kala itu, tak bisa apa-apa.

Nara tumbuh di lingkungan yang tak diperdulikan, sehingga membuatnya bergaul dengan bebas yang mempertemukan dengan Alice. Manusia yang tak jauh berbeda dengan Nara. 

Mereka tumbuh bersama seperti anak muda pada umumnya. Gaya penampian, bentuk wajah dan senyuman mereka bahkan sekilas hampir sama.

"Lulus mau kemana kita?" Tanya Alice yang kini sedang membuka kulit kacang.

"Nggak tau gue," sahut Nara dengan malas.

"Lo nggak punya tujuan hidup gitu?" Alice memandang Nara yamg terlihat tidak memiliki semangat.

"NGGAK!" Seru Nara kepada Alice yang terlihat memandangnya dengan intens.

"Terus ngapain lo masih hidup, kalo lo nggak punya tujuan, bego?!" Alice melempar kulit kacang itu kepada Nara.

"Sialan, lo. Tujuan hidup gue, nunggu mati, mungkin." Nara membersihkan kulit kacang Alice yang menempel di bajunya.

"Ngapain ditunggu, nanti kalo udah waktunya juga pasti dateng, bego," sahut Alice dengan melempar kulit kacang kembali.

Nara hanya membuang muka malas. Hal ini yang paling dibenci Nara yaitu membicarakan masa depan. Sudah tau hidupnya tak berarah, ngapain juga membicarakan masa depan.

"Kita ke Jakarta aja yuk, Nar. Bosen gue hidup di Banten," celutuk Alice.

Mendengar ucapan Alice, Nara langsung mengalihkan pandang kepadanya dengan bingung.

"Ngapain?" Tanya Nara bingung.

"Cari om-om lah, bisa gila kita lama-lama disini," ujar Alice dengan senyum kuda.

"Nggak boleh gitu, goblok. Tapi, hayyu gass," sahut Nara dengan semangat.

"Setan lo." Alice dan Nara pun tertawa karena obrolan radom mereka.

Selang beberapa hari saat setelah kelulusan, Nara dan Alice benar-benar pergi langsung berangkat ke Jakarta untuk memulai kehidupan baru, alias mencari permasalahan hidup baru.

Tak susah bagi Nara dan Alice untuk pergi dari rumah, karena mereka memang tak memiliki rumah untuk dijadikan tempat pulang.

Sesampainya di Jakarta, mereka dijemput sebuah mobil mewah yang sangat mengkilap. Mobil tersebut menampilkan sosok lelaki berjas yang menggunakan kacamata hitam.

"Alice, ya?" Tanya lelaki tersebut.

"Iya, Om," sahut Alice dengan senyum yang menawan.

Alice memang perempuan gila. Bisa-bisanya dia benar-benar kenal dengan om-om tajir yang bisa diporotin.

"Yuk masuk," ajaknya dengan ramah. Bahkan dia membantu memasukkan koper milik Nara dan Alice ke bagasi mobil.

Nara masuk dengan ragu. Berbeda dengan Alice yang dengan percaya dirinya duduk di bangku depan bersama om tersebut.

Bahkan mereka seperti orang akrab, mereka membicarakan hal -hal yang Nara tak paham.

Selama perjalanan, Nara hanya diam memperhatikan jalanan kota metropolitan. Hingga tak terasa, sudah sampai tujuan.

"Ini kost kalian, untuk pekerjaan nanti saya kirim lewat chat ya," ujarnya dengan menurunkan koper milik Nara dan Alice.

"Siap, Makasih, ya," sahut Alice masih dengan senyum yang menawan.

"Sama-sama, saya duluan ya, Lis."

"Okey, hati-hati di jalan." Alice melambaikan tangan kepada mobil yang sudah berjalan menjauh.

Setelah mobilnya melaju dengan kencang, Nara langsung menarik tangan Alice ke sebuah tempat sepi untuk menanyakan beberapa hal yang sedari tadi menganggu pikirannya.

"Maksud lo apa sih, Lis? Lo gila apa gimana?! Bisa-bisanya lo minta bantuan sama om-om kaya gitu?! Kenal dimana lo?! Dibayar berapa?!" Seru Nara dengan emosi.

Plakk

"Mulut lo Nar, astaghfirullah. Berpikiran kotor terus tentang gue, heran deh. Itu Om gue. Adeknya paman. Ngapain juga dia bayar gue? Lo kira gue apaan?!"

Mendengar perkataan Alice, Nara hanya diam mematung. Mengapa jika itu om-nya dia harus bergaya centil saat berada di depannya. Sahabat Nara ini aneh bin ajaib.

"Udahlah, serius deh gue nggak bohong. Gue tunjukin foto keluarga pas lebaran nih biar lo percaya." Alice berusaha membuka handpone miliknya untuk ditunjukkan kepada Nara.

"Nggak usah, makasih. Udahlah ayo masuk, cape banget gue pengin tidur."

"Yuk."

Mereka berdua akhirnya tidur di ranjang tanpa merapihkan barang mereka terlebih dulu. Sama-sama kebo, dasar.

-----------

Jawa Tengah, 15 Mei 2021.

Tentang Nara [ SELESAI ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang