DUA PULUH SEMBILAN

3.2K 326 52
                                        

+628893****

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

+628893****

"Ingatlah sebelas tahun lalu apa yang kamu lakukan, Pembunuh."

-

Perempuan itu terdiam sejenak, lalu menaruh ponsel-nya di nakas, entah sampai kapan adiknya Shania mengirimi pesan seperti ini, membuat luka lama semakin terbuka.

Mengikat kilat surai panjangnya, Shira berlalu ke kamar mandi, memenuhi bathub dengan air dan memilih berendam di sana. Matanya terpejam, merilekskan tubuhnya yang terasa remuk. Hari ini adalah ulang tahun putranya yang kesebelas, andai anak itu masih ada, mungkin Shira sebentar lagi bisa menghantarkan anak bujangnya itu ke gerbang Sekolah Menengah Pertama. Atau melihat replika wajah Ken itu bermain basket di lapangan luas, sampai di saat anak itu dewasa, Shira bisa melihat bagaimana putranya menemukan cinta sejatinya. Tapi kenyataannya Semua itu hanya bayangan, impian, dan haluan yang tidak akan mungkin terjadi, penyesalan itu memang selalu di akhir dan pastinya menyakitkan.

"Permisi, Bu." Perempuan itu membuka mata.

"Ada apa, Jah?" Shira sedikit berteriak, mematikan air agar suaranya terdengar.

"Ada kiriman bunga, Bu. Ini saya taruh di depan, ya."

"Iya, taruh aja di situ, sebentar lagi saya keluar," ujar Shira menimpali.

Di detik selanjutnya perempuan itu membasahi rambutnya, memejamkan mata dengan air mata berlinang. Mencintai seseorang memang semenyakitkan ini, dirinya bisa mengorbankan segalanya bahkan nyawa pun bisa dia berikan.

Memilih keluar dari kamar mandi, Shira mengambil pakaian yang akan dirinya kenakan, hari ini peringatan sebelas tahun putranya tiada, dia harus ke makam, karena hanya ini yang bisa Shira lakukan selain mendoakannya.

"Bunganya cantik banget, Bu, untuk siapa?" Ijah dan segala keingintahuannya, perempuan itu hanya menjawab dengan senyuman.

"Kamu tau nggak, Jah, ini bunga apa?" tanya Shira tersenyum, diamatinya kelopak cantik berwarna pink yang terlihat begitu indah.

"Mawar? Melati?" jawab Ijah seadanya.

"Ngarang kamu, mana ada Mawar sama melati transformasi jadi kayak ini." Bibir indah itu mencebik.

"Lha saya kan cuma menebak, Bu."Perempuan itu menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

Shira terkekeh. "Ini namanya bunga freesia."

"Freesia? Baru dengar." Dahi Ijah mengkerut.

"Bunga pink Freesia melambangkan cinta ibu, yellow Freesia melambangkan kebahagiaan, sementara red Freesia melambangkan semangat," ujar Shira tersenyum, diciumnya bunga berwarna pink itu secara perlahan.

"Bu Shira beli yang pink, jadi yang lambangnya cinta ibu dong, ya?" Perempuan pertengahan tiga puluhan itu ikut mengamati buket yang majikannya pegang.

Q U A L MTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang