TUJUH BELAS

5K 425 53
                                    

Plak

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Plak...

Suara tamparan menyambut kedatangan keduanya.

"Shania, apa yang kamu lakukan?!"

Tarikan kasar perempuan muda itu dapatkan.

"Setelah membunuh keponakanku, kalian berdua masih berani datang?" Matanya berkaca, tubuhnya merontai dari pelukan sang ibu.

"Kalian masuk dulu," ujar perempuan paruh baya itu masih memeluk erat anak bungsunya.

"Tapi, Bu...."

"Shira, masuklah, Nak Farrel juga." Lelaki paruh baya itu ikut berbicara.

Shira terpaksa menurut, tetesan air mata mulai memenuhi pipi, tubuhnya lemas luar biasa. Perempuan itu tidak pernah menyangka kejadian beberapa tahun silam menimbulkan luka sedalam ini untuk adiknya, Shania bahkan selalu menyebutnya pembunuh, mengirimi pesan setiap hari ibu, hanya untuk mengingatkan bahwa gelar itu tidak pernah pantas Shira dapatkan seumur hidup.

"Kamu tidak apa?" Shira yang baru akan mendorong gagang pintu menengok.

Shira tersenyum. "Bagaimana kelihatannya?"

Ken diam saja lalu ikut masuk ketika Shira membuka pintu kamar.

"Usir dia! Kenapa pembunuh itu boleh masuk ke rumah ini?" Teriakan Shania terdengar jelas dari dalam kamar.

"Dia membunuh keponakanku, aku tidak peduli dengan wanita itu, tapi ponakanku, dia bahkan tidak mengijinkan anak malang itu melihat dunia!"

"Nak, cukup." Lelaki paruh baya itu memeluk putrinya kuat. "Air sudah tenang di sana, dia pasti sedih melihat kamu seperti ini," lanjut lelaki itu lirih sambil mengusap bahu anaknya.

Shira menjambak kasar rambutnya, penyesalan tidak akan pernah mengembalikan apapun, hatinya selalu tersayat melihat sang adik seperti ini. Bagi Shira, Shania bukan hanya sekedar adik, perempuan itu adalah teman terbaik untuknya, setiap suka duka akan selalu dirinya bagi kepada Shania, tapi setelah kejadian itu, malam dimana semua orang tau bahwa Shira hamil dan bayinya sudah meninggal di dalam kandungan karena obat penggugur, adiknya itu tampak berbeda, Shania bahkan menampar dan mendorong tubuh Shira hingga terbentur di tembok.

"Siapa dulu yang mau mandi?" Tepukan lembut mengenai bahu Shira.

"Kamu dulu." Perempuan itu tanpa menengok duduk di pinggir ranjang.

Ekor matanya memperhatikan Ken yang mengeluarkan beberapa pakaian dari dalam tas. Mau seperti apa Ken, cinta yang Shira miliki tetap saja tidak berubah.

Q U A L MTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang