DUA PULUH SATU

3.9K 352 28
                                    

Lelaki itu turun dari taksi lalu berjalan cepat, tersenyum ketika melihat bungkusan di tangan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Lelaki itu turun dari taksi lalu berjalan cepat, tersenyum ketika melihat bungkusan di tangan. Pagi tadi istrinya memilih pulang sendiri, kontrakan Shira harus melalui gang sempit dan tidak bisa dilewati oleh mobil, maka dari itu Farrel hampir tidak pernah membawa kendaraannya ketika pulang kesana.

Farrel tau bahwa dirinya egois, harusnya bukan ini tujuannya, jika seperti ini akhirnya sama saja dia tidak mendapatkan balasan apapun. Luka yang Farrel berikan pada istrinya sangat dalam dan semestinya dia juga merasakan. Memang niat awalnya adalah untuk melindungi walau hasilnya malah menyakiti.

Langkah itu terhenti, ketika senyum yang entah kapan terakhir kali dirinya lihat muncul dari bibir sang wanita, lelaki di depannya ikut menarik bibir lalu suara rengekan bocah menggema. Dengan refleks lelaki itu meremas bungkusan di tangan, kantong plastik berisi cake kesukaan Shira, Farrel yakin sudah lama sekali pasti istrinya tidak memakan ini karena harganya lumayan mahal untuk ukuran makanan.

Menarik napas dalam mencoba berdamai dengan hatinya, apakah dulu rasanya seperti ini ketika Shira tau dirinya mendua? Atau malah lebih? Farrel tau resiko apa yang akan didapatkan jika ini berlanjut, sama saja di melukai batinnya sendiri. Tapi apa boleh buat dia harus membuat hidupnya benar-benar menderita seperti yang dulu Shira rasakan.

Memilih menjauh Farrel berjalan pergi, kepalanya berdenyut, hanya tempat itu satu-satunya yang membuat kewaraannya akan kembali.    

"Hallo, hari ini gue izin, ada urusan."

"............."

"Iya, gue ambil libur hari ini aja, nggak jadi besok."

"..........."

"Oke, thanks."

Memasukan kasar ponsel di saku lelaki itu melambai untuk mencari taksi, napasnya naik turun karena emosi.

"Club terdekat." Sambil mengatur emosi Farrel memberitahu tujuan, supir taksi mengangguk dan kendaraan roda empat itu melaju.

Ini bukan pertama kalinya ketika Farrel melihat lelaki itu bersama dengan wanitanya, tapi rasanya masih saja tidak rela. Harusnya dia senang karena tujuannya sebentar lagi tercapai tapi kenapa malah sebaliknya, hatinya sakit sekali.

Dulu saat dirinya mendua Shira tidak pernah marah, senyum dan suara lembut wanitanya masih tetap sama. Tidak ada tangisan, tidak ada rengekan, bahkan tidak ada ancaman ataupun surat cerai. Perempuan itu  hanya berkata bahwa untuk berbagi suami dirinya tidak sanggup, mungkin maksudnya agar Farrel melepaskan Rayline, bukan malah sebaliknya dia menceraikan Shira.

Walau di awal niatnya tidak sejauh itu tapi yang terjadi malah sebaliknya.
Farrel mengaku salah, dirinya lelaki dewasa normal, awal hanya ingin membuat Shira lepas secara mudah malah menyakiti hingga ke hati terdalam.

"Pak sudah sampai." Farrel terkejut lalu mengangguk, merogoh lembaran berwarna biru di saku lalu turun dari taksi dan berlalu masuk.

"Farrel?!"

Q U A L MTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang