27. Farel 2

4 0 0
                                    

...

...

...


.

FAREL POV

Tes..

Tes..

Tes..

Kudengar suara air menetes membuatku terbangun dari tidurku. Saat ini aku sedang terbaring disebuah ranjang kamarku di Rusia. Suara tetesan air yang membangunkanku adalah tetesan air dalam tabung infus yang terpasang di tanganku. Aku terbaring diranjangku sudah sekitar seminggu belakangan ini. Badanku penuh dengan luka akibat pertarunganku dalam misi A-1 yang kupimpin. Aku mendapatkan banyak luka akibat menggantikan seorang tawanan dari mafiaku yang berhasil tertangkap oleh musuhku. Siksaan? Itu yang membuat semua lebam ditubuhku. Bahkan pergelangan tanganku terkilir akibat menangkis tendangan dari lawanku.

Pertukaran tawanan memang menjadi rencanaku dalam misi ini karena mereka meminta keturunan asli dari klanku untuk menjadi tawanan. Ah, sebenarnya tawanan dari anggota mafiaku sebelumnya adalah umpan agar bisa membunuh salah satu penerus klanku. Terbunuhnya salah satu penerus sebuah klan mafia akan membuat iklan mafia itu melemah diwaktu bersamaan. Jika itu terjadi maka dipastikan akan terjadi peperangan perebutan kekuasan dan kedudukan sebagai mafia tertinggi diantara mafia-mafia lainnya. Apalagi klanku memiliki mafia yang menduduki peringkat atas, itulah yang membuat banyak mafia lain tertarik untuk sekedar memberi ulah "menjatuhkan" dan melengserkan dari kedudukan awalnya.

Dalam rencana penyelamatanku, aku kembali terluka akibat menyelamatkan sepupuku. Itulah yang membuat kulit bahuku terluka akibat timah panas menyerempet kulitku. Ada  luka juga dibagian samping tulang rusuk sebelah kanan bawahku akibat sayatan pisau yang berhasil kugeser titik sasarannya. Untung saja dalamnya luka di rusuk bagian bawahku tak sampai membuat ususku keluar. Mungkin kalau saat itu aku tidak cepat sedikit saja, aku sudah mati dibuatnya. Dibagian kaki sama saja, banyak muncul luka lembam dan ruam kemerahan.

Sakit rasanya, badanku terasa remuk setelah peperanganku yang baru terselesaikan kemarin. Tunggu kemarin? Ah sepertinya bukan. Berapa lama aku tidak sadarkan diri akibat kehabisan darah dan terlalu kelelahan, fikirku. Tak berselang lama setelah aku mikirkan itu, seseorang dengan baju rumah sakit khusus mafiaku masuk ke kamarku. Dia membawa botol cairan infus dan juga alat tensi. Kulihat dia sedikit terkejut melihatku sudah sadar. Dengan tenggorokan yang kering, aku berusaha bertanya kepadanya.

"Tuan, anda sudah sadar?!", tanyanya bergegas berjalan ke arahku setelah menguasai keterkejutannya.

"Be-ra-pa hari, aku-tak sadar?", tanyaku agak terbata karena tenggorokanku terasa sangat kering.

"3 hari tuan, dan ini hari ke 4. Hari senin jam..em (melihat ke arah jam tangan yang ia kenakan) 8.49 waktu Rusia, izinkan saya mengganti botol infus anda yang sudah akan habis tuan", ucapnya menjawabku.

Aku hanya membalas dengan anggukan.

"Tuan, saya akan keluar mengambilkan anda air mineral hangat dan meminta pelayan membuatkan anda makanan", ucapnya setelah selesai melakukan semua tugasnya dan nengecekku.

Lagi-lagi aku menganggukkan kepala.

"Kalau begitu saya permisi tuan", sedikit menundukkan kepala kemudian keluar kamarku.

Huh, sakit menjalar disemua bagian tubuhku saat ini. Apalagi dibagian perut atasku sebelah kananku setelah suster itu buka dan ganti perbannya. Nyerinya tak kunjung hilang, padahal sudah dijahit saat aku kemarin sampai rumah. Intinya setelah terjadi pertarungan sengit antar mafia dan mereka semua telah berhasil ditaklukkan, aku langsung pulang ke rumahku untuk menjalani pengobatan utama. Saat sampai rumah kondisiku masih sadar walaupun aku sudah merasa sangat lemas dan pandanganku sedikit tak fokus. Setelah penanganan barulah aku merasa tak sadarkan diri dan sampai hari ini aku terbangun. Badanku sudah cukup segar, hanya saja staminaku belum pulih sepenuhnya. Lukaku yang terbuka cukup dalam juga masih basah. Membuatku harus beristirahat total dan mengurangi aktifitasku setelah ini. Sudah 1 hari berlalu sejak aku sadarkan diri, aku mencoba untuk beranjak keluar dan menghubungi Jarvis tangan kananku yang berada di Indonesia.

Ah, aku baru ingat semua barang-barangku tak kubawa karna kondisi kemarin yang sangat mendadak. Bahkan hp pun aku tak membawanya karena aku sudah memiliki hp lain yang memiliki akses di Rusia.

Lian? Otakku langsung teringat kepadanya saat aku menghubungi Jarvis. Aku langsung meminta rekapan pantauan dari mereka saat tak ada aku di samping Lian. Aku sedikit menyayangkan Lashon saat itu, karena Jarvis bilang perlakuan Lashon berubah pada Lian. Bahkan malah Nizar yang lebih ada untuk membantu Lian dibandingkan dengan Lashon. Dia lupa cangkangnya ternyata, batinku. Sejauh ini takada yang membuatku terketuk untuk langsung pulang ke Indonesia. Itu membuatku cukup tenang untuk menjalani pengobatan pasca pertempuran kemarin.

Aku masih harus menyembuhkan lukaku sebelum bertemu Lian. Aku tak mau dia panik melihat kondisiku yang seperti ini. Apalagi aku mengingat kita yang sebelumnya masih saling tak bertegur sapa. Huh, sepertinya aku memang terlalu keterlaluan dengannya kemarin. Aku akan minta maaf setelah ini kepadanya. Aktifitasku di Rusia hanya sekedar berbaring dan bermain game.

Sampai sore hari di hari Rabu yang tenang, Jarvis menghubungiku memecah ketenanganku. Dia mengatakan bahwa Knox membuat masalah dengan Lian. Aku kemudian memintanya mengirim video CCTV dan juga penyadap dari kalung Lian. Setelah melihatnya aku langsung meminta anggota mafia disebelahku untuk menyiapkan pesawat malam ini untuk kembali ke Indonesia.

Aku tiba di Indonesia esok hari, langsung menuju rumah untuk sekedar mandi dan menggantikan semua perban. Waktu sangat cepat berlalu hingga aku harus cepat-cepat ke sekolah sebelum terlambat. Aku menyetir mobil seperti orang kesetanan, seakan lupa saat ini aku sedang sakit dan melupakan tujuanku kembali ke Indonesia secepat ini (Nenek moyang lo cepet! Hampir 2 minggu njir lo absen sekolah, -author). Di otakku hanya memikirkan Lian, ingin aku segera bertemu dengannya dan memeluknya. Menyelesaikan masalahku dengannya, tanpa ada kecanggungan setelahnya.

Mobilku memasuki gerbang sekolah yang sudah hendak ditutup. Mataku tertarik melihat ke arah lobby melihat ada geng Sean..dan Knox! Seketika aku teringat tujuanku pulang untuk memberi pelajaran mulut Knox yang seenaknya pada Lian. Kupercepat laju mobilku menuju parkiran untuk bergegas memberi pelajaran ke Knox fikirku.

Saat aku keluar mobil hendak menyusul Knox, kulihat Lian berjalan mendekatiku dengan wajah berbinar dan mata berkacanya. Shit! Gue harus pergi, kalok gue liat Lian dan ngrespon dia..gue bakalan lupa lagi sama rencana gue karna keasikan meluk Lian saking kangennya. Akupun memutuskan untuk tak menanggapi Lian dan berusaha untuk tak memperdulikannya. Sebisa mungkin aku berjalan lurus tanpa menatapnya, sampai ketika aku melewatinya aku tak tahan untuk menoleh.

Melihat Lashon yang juga berjalan ke arahku membuatku mengalihkan fokusku Lashon. Aku menepuk bahunya 2 kali seakan mengucapkan terimakasih untuk Lashon karena mengalihkan fikiranku dari Lian. Takut dibuat goyah lagi, akhirnya aku berlari menyusul Knox. Aku mencari Knox dan gengnya, tapi tak kutemukan. Hingga aku berlari ke kelasnya namun tak ada mereka. Bel pun berbunyi, sial! Umpatku. Aku yang kesal lalu beranjak memasuki kelasku dengan perasaan marah.

Keterdiamanku di kelas membuat semua orang mengurungkan niatnya walau hanya sekedar untuk mennyapaku yang baru saja masuk sekolah. Mungkin beberapa dari mereka dan sohib gue juga ingin menanyakan beberapa pertanyaan. Sebab, saat aku masuk ke dalam kelas mereka terlihat menatap ke arahku penuh tanya. Ah pasti luka-luka ini, fikirku. Tapi aku mengesampingkannya. Aku cukup kesal karena tak bisa menemukan Knox dan bodohnya aku tak memeriksa CCTV sebelum ke kelasnya.

Emosiku kembali tersulut akibat memikirkan kebodohanku, aura membunuh keluar begitu saja. Aku mencoba untuk biasa saja tapi mengingat bagaimana Knox bercanda di lobby dengan gengnya membuatku geram. Bel istirahat berbunyi, tanpa mendengar salam penutup dari guru kelasku aku bergegas keluar kelas. Berlari ke arah kelas Knox. Tapi nihil, dia tak ada.  Aku melihat baju olahraga tersampir di kursi, pantas. Kelas ini berolahraga pagi tadi, sial. Kantin. Pasti mereka ke kantin. Akupun kembali berlari mengacuhkan gengku yang juga berlari ke arahku. Melihat aku pergi ke arah tangga, merekapun menghentikan laju lari mereka dan berbalik lari ke arah tangga menyusulku.

Di selasar samping lapangan outdoor akhirnya aku menemukan Knox. Aku melihat Knox tertawa girang bercanda dengan teman-teman gengnya. Aku menghentikan langkahku berjalan pelan ke arahnya.

"KNOX!", teriakku memanggil namanya.

.

.

.

MemoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang