3. Bolehkan Jadi Temanku?

3 1 0
                                    

.
.
.

"Hap!", seseorang menarik garpu yang sudah berada di depan mulutku lalu memakan siomayku yang hendak kumasukkan ke dalam mulut.

"Wih enak banget siomaynya! Tau gitu gue pesen siomay tadi"

"Eh, bagi lagi dong Tis!", ucap Cair/Lashon yang datang langsung menyerobot garpuku dan memakan siomayku.

Nah iya, dia orang.

Ck, dia lupa apa kalau aku sedang marah sama dia dan Lofa/Farel. Oiya, ingatkan nama sayangku dari mereka adalah Metis.

"Ck! Cair, apaan sih lo! Minggir nggak! Aku masih marah ya sama kamu sama Lofa!", sungutku kasar sambil mendorong Lashon pergi dari sampingku. Bel istirahat memang sudah berbunyi sesaat setelah aku mulai makan.

"Dih ngambekan lo Tis, gue sama Lofa bercandaan doang kalik", kata Lashon menjelaskan.

"Iya Tis, gue tadi bercanda doang kok sama Cair. Maaf ya", kata Farel merayuku.

"Nggak! Nggak ada, aku masih marah ya sama kalian berdua!" jawabku ketus agar mereka tau aku benar-benar kesal.

"Apa-apaan, alasan mereka ngga bermutu banget. Nggak logis sama sekali. Mana ada bercanda sampe buat Lofa mati kutu gitu. Difikir gue bodoh apa!", batinku berteriak.

("Iya.. lo emang nggak goblok. Tapi lo nggak peka! Dasar munaroh!", - author)

"Owhhh, yaudah ntar lo pulang sendiri kalok gitu. Mamah sih tadi udah nitipin lo ke gue suruh anter lo pulang. Soalnya sopir lo baru pergi sama kak Aile ke mall. Lofa juga lo ambekin kan? Nah, yaudah.. lo pulang pake taksi aja kalok gitu. Nyasar-nyasar deh lo!", kata Lashon sambil duduk agak mundur.

Aku pun sedikit terdiam mencerna kata-katanya.

"Ihh, kok gitu", panikku dalam hati karna memang aku belum hafal jalanan Surabaya.

"Kok kalian gitu sih ke gue, emang tega gue pulang naik taksi? Kalau aku diculik gimana, ihhhh aku aduin deh kalian ke Bang Zain!", aku pura-pura cemberut dan hendak menangis, tapi tak digubris mereka. Aku yang kesal diacuhkan langsung menghubungi Bang Zain via chat.

.

.

.

Dalam hitungan ke 3 setelah chatku dibaca oleh Bang Zain, HP Farel pun berbunyi. Farel langsung menatap ke arahku mendelik dan aku melihatnya balik, lalu menjulurkan lidahku.

"Ha-Hallo Bang Zain.. Apa kabar?", basa-basi Farel sambil tergagap.

"...", Bang Zain.

"I-iya Bang, e..eeng..enggak kok! Mana tega Bang.. Gue sama Lashon cuman bercanda tadi Bang.. ngga mungkinlah kita tinggalin Met-Lian Bang", Jawab Farel halus terbata.

"...", Bang Zain.

"I-iya Bang, siap. Oke bang, bye Bang", jawab Farel lalu mendelik ke Lashon dan mengarahkan jempol kanannya ke leher (memperagakan simbol dibunuh).

Lalu tak lama setelah itu telfon pun mati.

Aku hanya cekikikan saat melihat muka Lashon dan Farel tegang. Jangan lupakan sahabatku, geng Farel, dan geng Ben yang memperhatikanku, Lashon dan Farel bertanya-tanya dalam diam.

"Gila lo Tis! Jangan bawa-bawa Bang Zain dong! Canda doang elah.. mana tega gue ninggalin lo!" sewot Farel padaku.

Ya, memang dibanding Lashon..Bang Zain lebih percaya dengan Farel. Entah kenapa,

"Ya kalian sih ngeselin sedari pagi! Mana bercandanya gitu. Huh!", sungutku pada Farel sambil cemberut.

Lalu aku mengembungkan pipiku, menandakan aku kesal namun itu malah membuatku menjadi pusat perhatian para teman-temanku dan geng Farel.

MemoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang