AUTHOR POV
.
.
.
Lian dan Sean hanya berbincang ringan saat di dalam mobil. Lian terkadang berbasa-basi tentang keseharian Sean saat di rumah dan apakah Sean sudah makan atau belum. Tak terasa mereka akhirnya tiba di parkiran mall papa Lian.
Lagi-lagi, Lian harus memberi kode setiap satpam yang bertemu dengannya atau karyawan mall papa (beda ya sama karyawan store/outlet/stand gitu) agar tidak menyapanya. Lian dan Sean langsung pergi ke lantai atas tempat bioskop berada karena film yang mereka akan tonton hampir di putar. Tak lupa mereka membeli minum dan cemilan untuk di dalam bioskop.
"Kamu kenapa sih? Perasaan ngga secerewet biasanya", kata Sean saat duduk di kursi tunggu, menunggu antrian masuk yang masih panjang.
Mereka mungkin malas harus berbaris mengantri untuk masuk.
"Hah? Aku nggak cerewet ya, cuman lebih aktif ngomong aja dibanding yang lainnya. Hehehe.. Eh, Emang aku kenapa?", jawab Lian sambil terkekeh.
"Dasar, bisa aja lo! Mana nggak jelas banget, kan aku yang duluan nanya. Gimana sih", kata Sean.
"Wkwk, perasaan biasa aja deh. Eh udah yuk masuk, udah nggak ngantri tuh", kata Lian lalu beranjak mendahului Sean.
"Oiy Li! Bawa ini cemilan lo!", ucap Sean agak keras karena Lian sudah berjalan agak jauh di depannya.
Lian pun menoleh Lali tertawa menertawakan Sean yang dua kerjai untuk membawa cemilan dan minuman Lian. Lian pun kembali mendekati Sean sambil terkikik geli.
"Ketawak aja terus, ati-ati aja ntar lo ngga bisa berhenti ketawa kan mampus", canda Sean.
"Ih Sean doanya!", sungut Lian lalu menepuk lengan Sean.
"Hahaha, iya maaf..haha udah yuk masuk, kasian mbaknya nungguin kita", kata Sean.
"Dih, PD banget sih. Mbaknya loh cuman nungguin aku", kata Lian sombong lalu berjalan mendahului Sean. Sedangkan Sean di belakang Lian hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala dan mengekori Lian.
Sean dan Lian menonton film dengan khidmat. Mereka saling menikmati filmnya tanpa berkomentar di tengah film di putar. Mungkin mereka memang lebih suka berkomentar setelah film selesai, entahlah.
Setelah mereka keluar, mereka lalu memutuskan untuk ke Starback (nama brand di plesetin aja ya) untuk sekedar berbincang dan membeli minum.
"Gimana filmnya? Bagus?", tanya Sean.
"Bagus, tapi ngga sesuai ekspektasi. Aku ngga suka ending-nya. Aku lebih setuju kalok kembarannya yang udah dari kecil bareng sama sahabatnya yang nikah sama dia. Sedih banget waktu liat dia harus pergi ke luar negeri buat nglupain sahabatnya biar bisa berhubungan sama kembarannya. Padahal udah cocok si kembarannya nikah sama cowok yang dia temenin saat masa terpuruknya, toh si cowok juga suka. Aku cuman ngga setuju aja ada 2 hati yang terluka untuk 2 hati yang bahagia. Aku g paham gimana cinta harus melukai orang lainnya. Padahal si kakaknya udah bela-belain nghidupin adeknya setelah dia diputus hak asuhnya sama ibu angkatnya karna dia hidup kayak pembantu. Eh malah cintanya kakaknya direbut juga, sampe si sahabatnya yang ngga tau arti cinta harus memilih nikah sama dia. Padahal dia cintanya sama kakaknya, dan akhirnya 3 hati yang tersakiti. 4 hati malah kalok si adeknya ini nggak bahagia setelah nikah. Sayang banget filmnya cuman sampe adeknya nikah", jelas Lian panjang dan cepat.
"Tapi ngga bisa gitu juga dong Li, mungkin si sahabatnya ini kan bingung sama perasaannya. Dia cuman ngrasa kehilangan aja sejenak karna biasanya dia sama kembaran istrinya itu, dari dulu sampai bahkan sebelum nikah. Makannya waktu sahabatnya ke luar negeri buat lanjut S2 dia ngrasa kehilangan. Tapi kufikir itu bukan cinta, tapi dia ngrasa kehilangan sosok sahabat aja", jawab Sean.
"Ntahlah, kita tunggu aja episode 2nya. Nggak sabar deh 1 tahun lagi nonton kelanjutan film ini", kata Lian.
"Hahaha, ada-ada aja lo Li. Yang jelas ati-ati lo sama Farel kejebak friendzone. Ntar yang ada lo sama dia kayak di film tadi lagi", ujar Sean.
"Ah..Farel ya, dia masih ngga hubungin aku", batin Lian.
"Wou Li!"
"Hah!! Eh! Ya ngga mungkinlah, Farel itu anggep aku saudara dia sendiri. Dia kan anak tunggal. Sedangkan aku anggep dia kayak Bang Zain, toh dia selalu gantiin Bang Zain kalok Bang Zain ngga ada di deketku", kata Lian setelah tersadar dari lamunannya.
"Anyway, lo beneran aneh tau Li. Beda aja gitu, lo mikirin Farel ya?", tanya Sean.
"Enggak..aku cuman khawatir aja dia ngga ada kabar", jawab Lian.
"Oh, pantesan lo keliatan banyak diemnya gue liat", kata Sean.
"Yeee biasa aja kalik, dari tadi loh aku ngomong mulu. Diem dari mana coba hahaha", jawab Lian.
"Udah yuk balik, ngantuk nih..kebanyakan makan manis mulu dari tadi", kata Lian lagi."Wih udah jam 11 juga ya, yuk deh ntar jam 12 gue mau kasih kado yang kemaren soalnya", jawab Sean lalu Lian pun menghabiskan tart slice yang dia pesan lalu berkemas dan beranjak untuk pulang.
Mereka berdua lalu berjalan ke arah parkiran untuk pulang. Sebenarnya Lian belum ngantuk, dia hanya terlalu malas mendengar pertanyaan Sean yang selalu mengaitkannya dengan Farel. Toh sudah malam, walau biasanya saat dia pergi dengan Farel dia akan pulang jam 1 atau jam 2 pagi. Bahkan terkadang dia tak pulang karena tidur di rumah Farel atau Lashon karena tak enak jika terlalu dini hari untuk pulang ke rumah.
.
.
.
.
.
Pagi harinya, mamah Tisha sudah menyibukkan diri di dapur. Dia juga telah membangunkan Lian untuk membantunya membuat kue yang akan diberikan ke mama Nizar. Yaa, hanya perantara ingin berteman saja. Sedangkan untuk keluarga Lian dan Nizar yang mungkin sebentar lagi akan datang, mamah telah menyiapkan roti awan gula aren.
.
Ting tong...
Ting tong...
.
Ting tong...
Ting tong...
.
"Quena, itu pasti Hyatt.. sana bukain, tangan Kakak kotor kena margarin", pinta Aile ke Lian yang sedang memasukkan cetakan kue. Sedangkan mamah Tisha yang menggunakan apron sedang menghias sisa kue yang sudah dicetak.
"Iyadeh, Quena ke depan dulu ya", kata Lian lalu melepas apronnya.
NIZAR POV
Semalam aku pulang ke rumah setelah memastikan Lian sampai rumah dengan selamat. Seharusnya aku ke markas semalam, hanya karna Lian aku tidak berlatih di markas. Sebenarnya tak masalah, karna kedekatanku dengan Lian berarti membuatku semakin dekat juga dengan Farel. Dan gengku, bisa lebih cepat terdaftar sebagai mafia.
Pagi ini aku bangun cukup pagi dibanding hari liburku biasanya. Ini karena keluarga Lian yang mengajakku untuk belanja kebutuhan kamarku. Aneh sebenarnya, di rumahku saja mama selalu meminta pekerjanya membelikan kebutuhanku. Dan sekarang, aku malah pergi dengan keluarga Lian. Ah sudahlah, toh mama pergi ke markas dan papa sedang di luar kota.
Aku bergegas menuju halaman rumahku untuk menaiki motorku. Aku memang lebih suka menggunakan motor dibandingkan mobil. Aku juga sengaja belum sarapan agar aku bisa sarapan di rumah Lian yang sangat enak. Sesampainya aku di rumah Lian, aku lalu menekan bel rumahnya. Tak lama, pintu pun terbuka memperlihatkan sosok Lian.
"Hmm, besok lagi ngga usah neken bel ih. Langsung masuk aja, kan Hyatt anak mamah juga", kata Lian.
"Oh iya lupa, kan gue udah jadi anak di rumah ini. Eh bau apa nih, enak banget", batinku.
"Oke, gue takut g sopan aja. Bau apa nih Li?""Tuh mamah buat cookies sama bolu. Yuk masuk, bentar lagi sarapan. Nunggu papa kebawah dulu tapi", jawab Lian lalu memberi jalan untukku masuk.
"Langsung ke ruang makan aja ya", kata Lian sambil menutup pintu. Aku hanya mengekori Lian lalu duduk di kursi meja makan tempatku duduk kemarin.
.
.
.

KAMU SEDANG MEMBACA
Memories
RomanceCerita ini cerita regresi (alur mundur), menceritakan kisah percintaan remaja menuju dewasa. Konflik menegangkan yang tak tertebak di part akhir cerita Lian yang pertama dan didukung dengan cerita Lian kedua. Mengusung konflik sosial-keluarga diteng...