06. Saya Ingin Melupakannya Saja

81 7 1
                                    

Gerombolan manusia berseragam berdiri di depan papan majalah sekolah, tempat nilai ulangan harian ditempelkan. Ada yang bilang hari itu adalah hari kejatuhan mental siswa, nilai jelek mereka terpampang juga di sana. Sudah dua minggu sejak hari masuk semester baru. Para guru sudah menguji pemahaman materi mereka.

"Wah, Kayla lo makan apa sih? Soal ujian ekonomi kemarin susah banget loh."

Di sebelah kanan jalan, papan nilai ujian kelas IPS. Nama Kayla berada di peringkat paling atas dengan nilai 95 untuk pelajaran Ekonomi. Satu lagi, pelajaran Geografi pun ia duduk di posisi pertama dengan nilai 90. Sementara Sosiologi, Kayla berada di posisi kedua, dibawah nama Bimantara dengan selisih 5 poin.

Kayla menyunggingkan senyum menatap kawannya, Naisha, yang berkomentar barusan. "Hehe, yuk ke kantin."

Dua gadis itu pun menjauh dari papan majalah sekolah, berjalan menuju kantin sekolah. Sorot mata Kayla menangkap sosok Janu yang sedang berjalan berlawan arah sambil memegang sebuah buku Fisika di tangannya.

"Janu, udah lihat nilai?" sapa Kayla.

"Ini baru mau lihat, Kay." jawab Janu, Kayla mengangguk lalu berlalu tanpa pamit.

Sampailah Janu di depan papan nilai ujian kelas IPA di sebelah kiri jalan. Tubuhnya yang menjulang membuatnya tak perlu susah-susah menerobos gerombolan murid lain. Dengan bantuan kacamata ayah Kayla yang membantu memperjelas pengelihatannya, Janu sedikit mengernyit mencari dimana namanya berada.

"Fisika.." Mulutnya berucap lirih dan matanya bertemu tinta hitam menuliskan Janu Karunasankara dengan nilai 98, ada di posisi nomor satu. Senyumnya terukir namun perlahan memudar. Rasa takutnya muncul. Di saat lainnya tesenyum lebar karena nilai di atas rata-rata, Janu malah memurungkan wajahnya. Tak hanya Fisika, posisi pertama Matematika dan Biologi juga diiisi oleh nama Janu.

"Wah...." Sebagian murid yang menyadari keberadaan Janu pun memberi mimik heran. "Gila, lo masih aja pinter ya."

Janu kembali ke kelasnya, berjalan sedikit lesu. Lukas memperhatikannya, duduk di bangku depan Janu. "Nilai tertinggi kok nggak happy, Bro."

Janu menoleh menatap Lukas sekilas lalu kembali pada bukunya. "Happy kok, banget malah." ucap Janu, namun dalam hatinya menyangkal.

Tak lama seseorang masuk ke dalam kelas, itu Jaden dengan matanya menatap Janu penuh emosi. Telinganya bahkan berubah merah. Janu tahu Jaden ada di sana, tapi kepalanya tak berani menoleh.











***






Bel pulang sekolah berbunyi, sore itu langit mendung. Kayla mempercepat langkahnya menuju tempat parkir sepeda, ingin segera pulang. Namun ia tak menemukan Janu di sana, tidak seperti biasanya. Janu selalu duluan sampai karena kelasnya yang lebih dekat dengan tempat parkir menunggu Kayla sambil membaca sebuah buku di tangannya. Kayla pun duduk di salah satu bangku taman menunggu Janu.

Sementara gedung lantai dua sudah mulai kosong. Janu juga tidak terlihat di kelasnya, tanda ia sudah meninggalkan tempat itu.

SPLASH

Kuah mi instan cup yang panas mengguyuri kulit tangan Janu, memerah seketika bahkan hampir melepuh. Asap masih bisa terlihat mengepul. Janu tidak bisa berteriak, tidak boleh berteriak.

"Panas kan? Iya, itu yang gue rasain pas nilai ujian muncul dan lagi-lagi nama lo di atas gue." Jaden menahan suara kerasnya, namun masih bisa dirasa itu adalah sebuah bentakan yang memekikan hati.

KARUNA SANKARA | Jungwoo ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang