Ku menemukanmu saat ku terjebak
Di situasi yang membuatku resah
Kau merangkulku di saat yang lain menindasku
Ingin rasanya aku selalu bersamamuTapi mengapa tiba-tiba seakan kau pergi
Melepas rangkulanmu dan berhenti melindungiku tanpa sebab***
Hari terus bergulir, bel pulang sekolah masih menjadi suara favorit murid-murid SMA Gautama. Janu masih berada di dalam kelas, membersihkan kelas sendirian karena teman-teman yang se-jadwal piket dengannya enggan membersihan kelas bersama dengan alasan lelah, padahal sembilan puluh persennya adalah rasa malas yang berhasil menjajah. Janu meletakkan sapu di pojok belakang kelasnya setelah selesai membuang debu dan kotoran ke tempat sampah. Kini tangannya memegang penghapus papan tulis dan segera mengusap bersih papan tulis yang bertuliskan materi pelajaran terakhir yaitu Bahasa Inggris. Sesekali Janu kembali membaca kata-kata yang tertulis sebelum akhirnya ia hilangkan tinta hitam yang membentuk kata-kata itu. Sunyi, tak ada suara murid-murid yang bercengkrama usai sekolah.
BUGH!
Janu tak tahu siapa sosok dibelakangnya yang tiba-tiba mendorong tubuhnya hingga jatuh lalu menendang punggungnya dengan kencang. Janu pun perlahan membalikkan tubuhnya namun segera tersambar kembali oleh hujaman tinju yang mendarat di wajahnya. Denyut nyeri menjalar seluruh tubuhnya, matanya samar menemukan sosok Jaden yang sedang menghajarnya.
"Jaden.." Janu memegangi tangan Jaden sekuat tenaganya agar kepalan tangannya yang keras itu tidak terus menyetuh tubuhnya. Sudut bibirnya dirasa sesuatu yang mengalir, darah dari luka yang tercipta.
"Semuanya gara-gara lo! Lo berani-beraninya ngaduin gue ke ayah. Lo mau berlindung pakai ayah gue? Hah?" Satu bogeman kembali mendarat ke wajah Janu dan tendangan berhasil membuat perut Janu nyeri. Janu hanya meringis sembari memegangi perutnya yang menjadi sasaran Jaden.
"Gue nggak bilang apa-apa ke ayah lo.."
"Halah jangan bohong! Ayah gue tahu gara-gara siapa lagi kalau bukan lo yang ngaduin? Denger, gue nggak akan diemin lo. Gue cuma mau lo kalah dari gue kalau lo nggak mau gue habisin. Kalau lo masih ngelunjak, gue nggak segan-segan bakal ngebunuh lo." Tatapan Jaden sudah cukup mematikan ditambah dengan kata-katanya yang menghunus Janu menambah rasa trauma yang bertumpuk. De Javu, dulu Jaden juga pernah bilang ia akan membunuh Janu.
"Jaden.. Sumpah gue nggak pernah bilang apa-apa ke ayah lo. Beneran, Den.." ucap Janu terbata-bata. Jaden menarik kerah baju Janu dengan kasar.
"Awas aja kalau lo masih berani ngelawan gue, ataupun ngaduin apapun yang gue lakuin ke ayah gue." Jaden mendorong tubuh Janu dengan kasar dan melepaskan genggamannya dari kerah baju Janu.
Jaden meninggalkan Janu yang masih berusaha menahan tubuhnya dengan kekuatannya sendiri. Ia mengusap darah yang mulai mengering di sudut bibirnya, perih. Kepalanya sedikit pening karena beberapa kali terantuk ke lantai. Janu berdiri perlahan, berpegangan pada meja guru, membenahi seragamnya yang tak rapi. Dengan masih memegangi perutnya yang nyeri, Janu melangkah mengambil tasnya lalu pergi dari ruang kelas dengan langkah yang sedikit terseret.
Ia kembali bersumpah pada dirinya sendiri kalau dia ingat betul tidak pernah berkata apapun pada Pak Janardana tentang apa yang Jaden lakukan padanya selama ini. Ia mengerutkan dahinya masih memendam rasa sakitnya sendiri, tak ingin berucap.
"Janu, lama banget sih.." Kayla yang sudah lama duduk menunggu kedatangan Janu pun menghampiri Janu yang baru saja keluar gedung sekolah.
"Maaf.."
KAMU SEDANG MEMBACA
KARUNA SANKARA | Jungwoo ✔️
Teen Fiction[ Telah dibukukan ] 𝒀𝒐𝒖 𝒏𝒆𝒗𝒆𝒓 𝒓𝒆𝒂𝒍𝒍𝒚 𝒍𝒐𝒗𝒆 𝒔𝒐𝒎𝒆𝒐𝒏𝒆 𝒖𝒏𝒕𝒊𝒍 𝒚𝒐𝒖 𝒍𝒆𝒂𝒓𝒏 𝒕𝒐 𝒇𝒐𝒓𝒈𝒊𝒗𝒆. Memaafkan orang lain terlebih dahulu sebelum orang itu meminta maaf pada kita, apakah itu hal yang mudah? Persaingan pendidi...