Akhir pekan tiba, Janu masih geming di kursinya menatap layar ponselnya yang menampilkan ruang obrolanya dengan Lavanya yang sudah lama tak memunculkan balon obrolan baru. Sejak Janu melihat Lavanya bersama Jaden kemarin, dirinya jadi tak tenang. Rasa bersalah masih saja meliputi dirinya. Kalau boleh jujur, Janu tidak ingin Lavanya hilang. Ia ingin meminta maaf pada gadis itu sebesar-besarnya, saat tahu dia yang telah menyakiti hati gadis itu. Sejak semalam pula Janu mencoba menghubungi nomor telepon Lavanya namun tak kunjung ada jawaban.
Pagi itu Janu menuruni anak tangga dengan lemas namun hatinya tetap berniat untuk membantu ayah Kayla bekerja. Sementara itu Kayla sedang membantu ibunya memasak, memotong sayur-sayuran untuk makan hari itu. Kayla tak tahu isi hati dan kepala Janu sekarang, dan Janu pun tak berniat ingin bercerita pada Kayla. Agak bodoh kalau ia bercerita, pikirnya.
"Ayah, ini biar Janu bantu ya." Janu meraih salah satu barang yang berada dalam antrian perbaikan di bengkel reparasi barang elektronik milik ayah Kayla itu. Tangan Janu mulai bekerja memutar baut, memeriksa komponen listrik dan yang lainnya. Netranya fokus pada barang yang ada di genggamannya. Sementara Ayah Kayla menuju ke depan rumah untuk menata beberapa buku untuk dipajang di toko.
Hari hampir beranjak sore, terik matahari siang tadi yang begitu menyengat bisa memberi tanda kalau sore ini bisa saja hujan turun karena uap yang terkumpul cukup banyak hingga menjadi awan yang siap menjatuhkan tiap butiran air hujan kembali ke bumi.
Satu pemberitahuan pesan masuk tampil di layar ponsel Janu. Lavanya yang mengirimnya. Mata Janu sedikit terbelalak kala melihat nama itu, tangan perlahan menaruh obeng yang ia pegang itu ke atas meja. Ia segera memeriksa pesan apa yang Lavanya kirim padanya.
Janu, kamu ada di rumah?
Aku minta maaf.
Kamu bisa keluar hari ini? Ayo kita jalan, aku bosen di rumah.
Janu bahkan hampir tak percaya dengan apa yang sedang ia baca. Lavanya mengiriminya pesan, Janu masih mencerna. Lalu lelaki itu menoleh ke arah lelaki yang lebih tua di sampingnya.
"Ayah, hari ini Janu mau pergi ke luar main sama temen ya." Ayah Kayla menoleh lalu memberikan anggukan sambil tersenyum, telah tahu bocah itu telah banyak membantunnya hari itu.
"Mungkin nanti sore bakal hujan, kamu bawa payung atau jas hujan ya." ujar Ayah Kayla, Janu mengangguk patuh.
Iya, aku ada di rumah.
Janu membalas pesan dari Lavanya dengan membubuhkan emotikon tersenyum di belakangnya, sama seperti di wajah sebenarnya yang sedang tersenyum kini.
Oke, aku ke rumah kamu ya.
Eh rumah Kayla maksudnya.
Aku jemput kamu, aku bawa mobil. Kamu siap-siap sana.
Janu tak dapat menyembunyikan kegirangan yang ada di wajahnya. Ia pun pergi menuju kamarnya untuk berganti baju bersiap pergi bersama Lavanya.
Sekitar sepuluh menit setelah Lavanya mengirim pesan terakhir pada Janu, terlihat mobil berwarna merah maroon berhenti di depan rumah Kayla. Ibu Kayla yang sedang menyapu teras pun memicingkan matanya hendak melihat siapa yang datang.
"Kayla! Ini temen kamu!" Kayla sedang mengemil buah jeruk pun menoleh menemukan ada mobil yang terparkir di depan rumahnya. Seseorang dari dalam mobil itu turun.
"Lavanya?" gumam Kayla bertanya. Ia pun menaruh kulit jeruk yang berada di tangannya ke atas meja makan.
"Tante.." sapa Lavanya dengan sopan saat sambil di depan pintu rumah. "Eh, Kayla.." Lavanya menyapa lagi pada Kayla yang baru datang menghampiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
KARUNA SANKARA | Jungwoo ✔️
Teen Fiction[ Telah dibukukan ] 𝒀𝒐𝒖 𝒏𝒆𝒗𝒆𝒓 𝒓𝒆𝒂𝒍𝒍𝒚 𝒍𝒐𝒗𝒆 𝒔𝒐𝒎𝒆𝒐𝒏𝒆 𝒖𝒏𝒕𝒊𝒍 𝒚𝒐𝒖 𝒍𝒆𝒂𝒓𝒏 𝒕𝒐 𝒇𝒐𝒓𝒈𝒊𝒗𝒆. Memaafkan orang lain terlebih dahulu sebelum orang itu meminta maaf pada kita, apakah itu hal yang mudah? Persaingan pendidi...