Menghapus tinta yang pernah kau lukis di kanvas hatiku
Merobek semua bayangan yang tampak di relung sukmaku
Ego t'lah menghasutku
'Tuk kembali padamu
Namun logika berkata
Baiknya 'ku menjauh
***
Pukul setengah tujuh mobil Jaden sudah terparkir di rumah sakit. Ketiga penumpangnya turun dengan membawa kantung plastik berisi nasi kotak dan beberapa buah-buahan segar. Pak Janardana memimpin langkah mereka. Lavanya dan Jaden di belakang dengan tugas membawa kantung masing-masing.
Sampailah mereka di ruang rawat Janu. Pak Janardana membuka pintu ruangan yang sedikit terbuka itu. Matanya memicing kala ia melihat tidak ada seorangpun yang menempati ruangan itu, termasuk Janu yang sudah tidak ada di ranjangnya.
"Eh, Kayla kemana? Ini Janu juga nggak ada?" Jaden dengan cepat masuk ke dalam ruangan dan menemukan apa yang dikatakan ayahnya benar adanya.
"Apa di bawa sama Kayla?"
"Tapi.. Infusnya harusnya dibawa. Ini infusnya dicopot." Lavanya ikut panik melihat alat-alat yang harusnya menempel di tubuh Janu tergeletak di ranjang termasuk jarum infus dan oksigen.
"Kayla!" Pak Janardana memanggil gadis yang baru berjalan kembali ke ruangan itu. "Janu kemana?"
"Hah? Dia ada di dalam, Pak."
"Janu nggak ada, Kay!" Kayla mempercepat langkahnya dan menemukan ruangan itu kosong, tidak ada Janu di ranjangnya.
"Janu udah bangun? Saya tadi ke kamar mandinya agak lama, Pak. Aduh, Janu kemana.."
Jaden pun meletakkan kantung makanan yang ada di tangannya di atas meja dan memanggil perawat untuk mencari Janu. Karena mereka bilang tidak melihat pasien yang dibawa keluar.
Orang-orang yang semula berdiri di bangsal Janu itu pun segera berpencar mencari Janu. Sepenuh hati Kayla kini dirundung rasa sesal karena meninggalkan Janu di waktu yang lama. Dia sama sekali tidak memikirkan hal buruk, ia hanya yakin saat dia kembali dia masih akan melihat Janu tidur di ranjangnya. Ia tak berhenti menyalahkan dirinya sendiri. Panik dan gusar tak hanya di rasa oleh Kayla, Jaden, Lavanya, dan Pak Janardana, namun dokter dan perawat juga.
Kayla menyusuri tiap tempat, tiap sudut rumah sakit. Hanya mengikuti intuisi kakinya kemana ia harus melangkah dan berlari. Ia menaiki tangga hingga yang paling atas, membuka pintu rooftop rumah sakit. Kedua netranya menangkap sosok berpakaian pasien dengan perban melilit di kepalanya sedang berdiri di atas pembatas atap. Ia melangkah pelan tak ingin menimbulkan suara terlebih dahulu, memastikan orang yang ia temui adalah Janu.
Tangan pria itu terkulai ke bawah memperlihatkan sebatang rokok yang tinggal setengah dijepit oleh kedua jarinya. Kayla menutup mulutnya yang menganga tak percaya dengan tangannya. Bertanya dalam hatinya darimana Janu mendapatkan benda itu.
Kakinya Kayla bergerak maju. "Janu.."
"Don't come close. If you come close I will jump." Jantung Kayla serasa ditusuk belati panas. Kakinya berhenti melangkah.
"Janu, please don't. Turn around and see my face. You don't even want to see my face when you wake up?"
Janu kembali menyesap batang rokok itu sampai tersisa sedikit sebelum akhirnya dia berbalik perlahan menatap Kayla. Angin kencang pagi itu berhembus, sinar matahari mulai menyengat kulit mereka. Kayla melangkahkan kakinya sedikit.
KAMU SEDANG MEMBACA
KARUNA SANKARA | Jungwoo ✔️
Jugendliteratur[ Telah dibukukan ] 𝒀𝒐𝒖 𝒏𝒆𝒗𝒆𝒓 𝒓𝒆𝒂𝒍𝒍𝒚 𝒍𝒐𝒗𝒆 𝒔𝒐𝒎𝒆𝒐𝒏𝒆 𝒖𝒏𝒕𝒊𝒍 𝒚𝒐𝒖 𝒍𝒆𝒂𝒓𝒏 𝒕𝒐 𝒇𝒐𝒓𝒈𝒊𝒗𝒆. Memaafkan orang lain terlebih dahulu sebelum orang itu meminta maaf pada kita, apakah itu hal yang mudah? Persaingan pendidi...