12. Berurusan dengan Jaden

43 5 0
                                    

Akar kebencian Jaden pada Janu makin menjalar kuat. Tapi detik melihat Janu di hadapannya rasanya ia ingin menghilangkannya dari dunia ini. Dirinya sendiri lelah, tiada hari tanpa Ayahnya selalu menekan dirinya untuk menjadi yang teratas. Tiap malam Jaden membaca buku, menulis tugas, menghafalkan materi dengan suara bentakan Ayahnya sebagai motivasi.

"Ayah malu, Jaden. Nilai kamu seharusnya bisa paling atas. Kamu belajarnya gimana sih? Kamu itu anak Ketua Yayasan. Kamu jadi sorotan murid lain. Kamu harus jadi nomor satu." Dengungan di telinganya tak jarang mendatangi hingga Jaden muak.

"Masa kamu kalah sama Janu. Ayo kamu harus kalahin Janu, Jaden! Belajar!"

Tiap kali Ayahnya membawa nama Janu, Jaden semakin membencinya. Tanpa sadar, Ayahnya yang memupuk rasa benci Jaden pada Janu. Jiwa persaingan Jaden makin kuat, tak ingin orang lain mengalahkannya.

"Jaden, besok kamu mulai les privat. Ayah mau nilai kamu naik, nilai kamu sempurna." Itu yang dibilang Ayah Jaden sebelum mereka berdua berangkat ke sekolah. Tak bisa mengelak, Jaden hanya bisa menuruti apa yang Ayahnya bilang.

Hari itu pelajaran olahraga pengambilan nilai tes lari jarak pendek. Janu berjalan menuju ke loker miliknya untuk mengambil baju olah raga. Saat pintu lokernya terbuka, dia tak menemukan baju olahraganya di sana. Janu mengerutkan dahinya, ia ingat betul tak pernah memindahkan baju olahraganya kemana pun. Janu gusar, teman-temannya sudah berganti pakaian sedangkan dirinya masih sibuk mencari baju miliknya. Ia menoleh ke kanan-kiri, menanyai beberapa murid yang lewat namun tak mendapat jawaban pasti di mana letak baju olahraganya berpindah.

"Nu." Tangan seseorang menyetuh pundak Janu. Janu berbalik badan, ternyata Lukas yang mengejutkannya.

"Eh, lo liat baju—"

"Ini, lo pakai punya gue aja." Pertanyaan Janu belum rampung namun Lukas sudah menyodorkan baju olahraganya duluan pada Janu.

"Lo gimana?"

"Gue mau alasan nggak enak badan. Gue lagi mager olahraga, mau ngegame aja di kelas. Nggakpapa, lo pakai aja." Janu sangsi, namun ia tak punya pilihan lain.

"Terus nilai tes lo?"

"Nyusul, bareng anak kelas sebelah, biar bisa bareng Yuki." Lukas tergelak, detik selanjutnya ia menepuk pundak Janu lalu medekatkan mulutnya pada telinga Janu untuk berbisik. Lukas menghela nafasnya terlebih dahulu sebelum berucap, "Jaden. Baju lo tadi dipegang Jaden."

Lukas pun melangkahkan kakinya masuk ke dalam kelas, Janu masih diam memandangi baju yang bukan miliknya itu. Menarik nafas dalam, mengumpulkan kesabaran. Bel mulai jam pelajaran berbunyi, Janu segera berlari ke ruang ganti.

Sementara Lukas duduk di bangkunya sambil mengenakan hoodie-nya, dipegangnya ponsel miliknya membuka aplikasi game online. Kelas kosong, penghuninya sudah berada di lapangan untuk mengikuti tes lari. Sejenak pikiran Lukas melayang, dibiarkannya karakter gamenya bertarung sendiri. Dibenaknya teringat bagaimana ia menemukan Jaden dengan baju olahraga milik Janu tadi pagi. Dari jauh, ia melihat Jaden menginjak-injak baju Janu, meludahinya lalu membuangnya ke tempat sampah yang penuh dengan sisa makanan.

Hati Lukas koyak seketika, pikirannya membuat tatapannya kosong. Ia juga ingat bagaimana Jaden mengetahui Lukas sedang melihat dirinya memperlakukan pakaian Janu layaknya sampah.

"If you tell anyone, gue bakal habisin lo. Traitor." Jaden menghantamkan sisi tubuhnya pada Lukas saat beranjak meninggalkannya.

"Janu doesn't deserve all of this shit. Why this universe so unfair to him?" gumam Lukas, ia pun menghentikan lamunannya, menghentikan aktifitas gamingnya dan memilih untuk menaruh kepalanya di atas meja. Lukas memejamkan matanya lalu terlelap.

KARUNA SANKARA | Jungwoo ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang