16. Hukuman

43 4 0
                                    

"Janu, habis lulus SMA kamu mau lanjut kemana?" tanya Kayla. Janu membuka kedua kelopak matanya perlahan.

"Aku.. Mau jadi pilot."

"Kenapa?"

"Pilot itu juga pekerjaan mulia, membantu banyak orang untuk mengantarkan mereka ke tujuan mereka yang jauh. Ada yang pulang kampung, ada yang merantau demi menimba ilmu dan pekerjaan."

"Bukan karena gajinya tinggi? Hahaha.."

"Hahaha.. Tentu dengan tanggung jawab yang besar juga untuk melindungi setiap nyawa yang ada di dalam pesawat."

"Kamu nggak takut?"

"Kenapa harus takut? Apa kamu pernah nyalahin pilot pesawat karena kejadiannya Kak Tirta?"

"Nggak.. Aku nggak pernah nyalahin pilot pesawat. Aku nyalahin hujan."

"Kay, pesawat terbang ataupun langit bisa mengecewakan pilot. Tapi tetap nggak akan ada pilot yang mengecewakan mereka semua."

Kayla mengangguk. "Kalau gitu, kamu harus jadi pilot beneran. Soalnya aku pengen banget ke luar negeri, kan bisa dianter sama kamu."

"Kamu sendiri mau jadi apa?"

"Aku.. Nggak tahu. Tapi aku suka gambar baju-baju gitu kalau iseng, dan kayaknya itu.."

"Mau jadi desainer baju?"

"Ya.. Gitu deh hehe."

"Coba aku mau lihat dong." Janu duduk, menarik-narik tangan Kayla supaya ia mau menunjukkan hasil karyanya selama ini.

Kayla mengiyakan lalu berdiri mengambil tasnya yang sudah lumayan mongering, mengambil satu buku sketsa yang tak pernah ia lupa bawa ke sekolah. Buku itu adalah penyelamatnya dikala bosan ataupun jam kosong. Kayla kembali duduk di dekat Janu dan menyerahkan buku sketsa miliknya membiarkan Janu melihat seisi buku bersampul merah itu.

"Wah.. Bagus bagus loh, Kay. Nggak ada model baju cowok?"

"Aku masih belum punya bayangan kalau baju cowok, selama ini aku Cuma suka gambar gaun. Mungkin karena dulu aku suka banget nonton Barbie, sampai sekarang aku juga suka lihat-lihat model gaun di Instagram gitu."

"Oh gitu.. Dari semua ini ada yang kamu pengen pakai sendiri?"

"Ada, yang ini sih." Kayla membuka satu lembar tempat desain gaun favoritnya berada. Gaun panjang dengan model modern, dihiasi pernak-pernik membuatnya tampak sangat anggun.

"Kenapa ini?"

"Ini wedding dress yang mau aku pakai kalau aku menikah, hahaha. Udah ah, Nu. Malu." Kayla merebut kembali buku sketsa miliknya. Janu tertawa kecil melihat tingkah Kayla.

Mereka tak sadar langit di luar sudah gelap seutuhnya. Tak ada bintang yang menemani rembulan malam itu karena awan bekas hujan masih enggan meninggalkan walau sudah selesai berurusan dengan bumi untuk menjatuhkan berliter-liter hujan asam.









***







Pagi hari datang lagi, pria baruh baya berstatus Kepala Yayasan sekaligus Kepala Sekolah SMA Gautama itu berjalan melewati lorong koridor kelas 3 IPA. Suasana hening, kepalanya menoleh ke setiap ruang kelas, memeriksa kegiatan belajar mengajar yang sedang berlangsung. Kakinya terhenti perlahan saat sampai di ruang kelas 3 IPA 2, tempat anak kandungnya yang ia lihat dari kaca jendela kelas sedang menulis materi dengan sungguh-sungguh di bukunya. Pak Janardana menyunggingkan senyumnya samar. Pandangannya berpindah ke seorang murid lelaki yang duduk agak jauh dari tempat Jaden duduk. Janu, yang sama-sama sedang mengerjakan soal dengan raut serius. Perlahan senyuman tak lebar Pak Janardana memudar. Menatap dalam murid berkacamata itu diam-diam hatinya kalut.

KARUNA SANKARA | Jungwoo ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang