Haechan panik, sedari tadi ia tak mau diam dan berjalan mondar mandir di dalam kamarnya dan sang adik hingga membuat Jaemin memutar bola mata jengah karena merasa kepalanya ikut pusing.
" Ya, bisakah kau duduk diam? Kau membuat kepalaku ikut pusing dengan kelakuanmu." Gerutu Jaemin kesal, bukannya berhenti gembul Na itu malah mendekat kearah sang adik dan meremas kedua pundak Jaemin sebelum menguncangnya dengan sangat kuat.
" Bagaimana aku bisa diam bila Mark hyung mengajak untuk bertemu orang tuanya? Bagaimana hyungmu ini bisa tenang bocah?" Cerocos Haechan dengan guncangan dibahu sang adik, Jaemin menyentak kedua tangan sang hyung dari lengannya, mata bulat cantiknya menyorot kesal.
" Mark tidak hanya mengajakmu, tapi semua member dan beberapa penjaga, jangan berlebihan." Sentak si bungsu kesal, kepalanya mendadak pusing karena guncangan dari hyung gembulnya.
Haechan yang tadi gugup menatap sang adik tak percaya, bagaimana bisa adiknya dengan mudah mematahkan semangatnya yang membara? Benar-benar seperti Renjun saja, meresahkan.
" Cih, tega sekali kau menyakiti hatiku adik kecil." Sungut Haechan menatap Jaemin melas, sedangkan yang ditatap hanya memutar bola mata malas sebelum meraih ponselnya dan membaca sesuatu yang dikirim seseorang untuknya.
Haechan masih saja menggerutu hingga tak menyadari perubahan raut wajah si bungsu, hingga beberapa detik kemudian si bungsu menggumamkan suatu kalimat yang hanya ia saja yang mendengarnya.
" Sudah dimulai rupanya." Gumam Jaemin pelan, teramat sangat pelan hingga Haechan saja tidak menyadarinya.
" YA! Sebenarnya kau mendengarku tidak sih?" Teriak Haechan geram.
" Aku di dekatmu, tidak perlu berteriak." Balas Jaemin tak kalah kesal, " Aku akan keluar, jika kegilaanmu sudah selesai segeralah menyusul sebelum tertinggal." Tambah Jaemin meraih jaket kulitnya lalu meraih knop pintu dan segera berlalu dari sana, meninggalkan sang hyung yang mungkin akan semakin menggerutu karena ulahnya.
" Aishh, benar-benar bocah kurang ajar, awas saja kau."
" YA! NA JAEMIN!"
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.Seorang pemuda manis kini terlihat memberengut kesal, wajahnya terlihat masam dengan kedua alis yang menukik tajam, bukannya takut, sepasang suami istri di depannya malah terkekeh gemas dengan tangan sang istri yang sesekali menguyel pipi si pemuda.
" Berhentilah merajuk, bagaimana jika adikmu melihatnya?" Irene mengelus puncak kepala putra sulungnya, jarang-jarang ia bisa menghabiskan waktu dengan normal bersama salah satu putranya yang kelakuannya terkadang membuatnya sakit kepala.
Renjun makin memberengut tak suka, matanya memicing tajam menatap seseorang yang entah mengapa bisa mengenal kedua orang tuanya hingga akhirnya ikut bergabung makan siang bersama keluarganya.
" Bunda, kenapa dia ikut bersama dengan kita?" Tanya Renjun dengan nada tak suka yang teramat sangat kentara, sedangkan yang di tatap tajam malah berlagak manis di hadapan Suho dan Irene.
" Bukankah Hyunjin temanmu dan kedua adikmu? Kenapa jahat begitu?" Tanya Irene lembut, "Aku tak pernah berteman dengan pengkhianat." Ujar Renjun teramat sangat sinis.
" Renjun!" Suho yang sedari awal bungkam akhirnya membuka suara guna menegur putra sulungnya yang ucapannya semakin pedas. Bukannya takut Renjun malah berdecak kesal dan bangkit dari duduknya.
" Bunda aku pamit, uncle Jae membutuhkanku." Pamitnya hanya pada Irene, memang dua dari tiga putra mereka hanya tunduk pada Irene, sedangkan si tengah sudah diapal betul menurut pada sang ayah.
KAMU SEDANG MEMBACA
☑️The Na Brothers [NOMIN ft MARKHYUK ft GUANREN]
FanfictionKisah 3 bersaudara dengan sifat berbeda dan ceritanya masing-masing. Na Renjun, sulung yang punya sikap sinis dan kisah cinta yang rumit. Na Haechan, si tengah dengan sikap absurd dan perjuangannya dalam meluluhkan hati sang dambaan hati. Serta, Na...